• Tentang SM
  • Disclaimer
  • Redaksi
  • Media Siber
  • Term & Condition
  • Privacy Policy
  • Hubungi Kami
Minggu, April 18, 2021
Suara Muhammadiyah
No Result
View All Result
  • Login
  • Home
  • Berita
  • Editorial
  • Khazanah
  • Hadlarah
  • Khutbah
  • Tanya Jawab Agama
  • Wawasan
  • Humaniora
  • Home
  • Berita
  • Editorial
  • Khazanah
  • Hadlarah
  • Khutbah
  • Tanya Jawab Agama
  • Wawasan
  • Humaniora
No Result
View All Result
suaramuhammadiyah
No Result
View All Result
Home Wawasan Kolom

Asy’ariyah: Madzhab Tengahan

Suara Muhammadiyah by Suara Muhammadiyah
5 Juli, 2018
in Kolom
Reading Time: 2 mins read
A A
4
Asy’ariyah: Madzhab Tengahan
Share

Oleh; Budi Asyhari-Afwan

SUARA MUHAMMADIYAH, Jika Mu’tazilah disebut sebagai aliran yang mewakili golongan rasional, maka Asy’ariyah dianggap sebagai aliran yang mewakili golongan tradisional karena mengambil posisi antara ekstrim rasional dan salafiyah. Asy’ariyah dibangun oleh Abu Hasan al-Asy’ari, yang sebelumnya adalah murid al-Jubba’i, salah satu pendiri Mu’tazilah.

Baca Juga

Suara Muhammadiyah Resmikan Logmart Potorono Banguntapan

Bergerak dalam Senyap, Tim Medis Muhammadiyah Perluas Layanan di NTT

Semula, al-Asy’ari sering dipercaya untuk menggantikan sang guru dalam memberikan pelajaran. Al-Asy’ari adalah murid yang diakui kecerdasan dan kepandaiannya. Akan tetapi,  al-Asy’ari kemudian keluar dari Mu’tazilah, dan menjadi tokoh yang dengan gigih menentang faham rasional Mu’tazilah. Ada silang pendapat tentang berbaliknya al-Asy’ari dari aliran Mu’tazilah. Salah satunya menyatakan bahwa al-Asy’ari kecewa karena faham rasional Mu’tazilah sudah tidak lagi sesuai dengan situasi pada saat itu. Al-Asy’ari merasa ragu dan tidak percaya pada kekuatan dan kemampuan akal (rasio).

Al-Asy’ari pun kemudian menyusun pandangan yang dilandasi pemikiran salafiyah dalam bingkai dialektika rasional. Karena keberpihakannya terhadap sunnah, belakangan pengikutnya menamakan diri sebagai Ahlu al-Sunnah. Ketika kelompok ini menjadi kelompok mayoritas di masa itu, maka dikenallah kelompok ini dengan sebutan Ahlu al-Sunnah wa al-Jamaah.

Al-Asy’ari menyatakan diri bergabung dengan faham sunni yang dipelopori oleh Imam Ahmad bin Hanbal, yang sering disebut sebagai “ahl al-Hadis”. Faham yang condong kepada salaf, dan tentu saja berfaham sunnah. Faham yang sangat gigih menentang rasional Mu’tazilah sebelum al-Asy’ari. Dari sinilah kemudian kelompok ini disebut sebagai Ahlu al-Sunnah. Dan oleh karena dianut oleh mayoritas kaum muslimin, mereka pun dinamakan al-Jamaah. Penyebutan istilah ini tampak pada para pengikutnya yang secara terang-terangan menulis dalam hasil karya mereka, seperti al-Baqillani, al-Juwaini, al-Baqdadi, al-Gazaliy, al-Razi, dan sebagainya.

Bagi Asy’ariyah, Tuhan tetap memiliki sifat yang terpisah dari zat-Nya, sebagaimana hal itu dicantumkan dalam al-Quran. Misalnya, Allah mengetahui dengan ‘ilmu, berkuasa dengan qudrah, hidup dengan hayat, dan seterusnya. Berbeda dengan Mu’tazilah yang berpandangan bahwa manusia bertanggungjawab penuh atas perbuatannya, Asy’ariyah berpandangan bahwa manusia tidak akan dapat melakukan apa pun tanpa ada bantuan Tuhan. Bahwa ada dua daya dalam setiap perbuatan manusia: daya Tuhan dan daya manusia. Pandangan ini berdampak pada ketidaksetujuan Asy’ariyah terhadap konsep al-manzilah baina al-manzilatain di Mu’tazilah.

Masifnya konsolidasi faham sunni ini, masyarakat pun mengalihkan perhatiannya pada sunnah Nabi. Segera setelah itu dampaknya mulai kelihatan, di mana pemikiran rasional Mu’tazilah menjadi kurang diselami oleh awam. Apalagi kemudian Khalifah al-Mutawakkil membatalkan aliran Mu’tazilah sebagai mazhab negara pada 848 M, dan mendukung Asy’ariyah. Akhirnya, Mu’tazilah menjadi kelompok minoritas, dan Ahlusunnah menjadi kelompok yang mayoritas.

Setelah merasa memperoleh dukungan yang mayoritas, kelompok ini bukan lagi hanya konsentrasi pada wilayah teologi, melainkan juga pada bidang hukum (fiqh). Dikenallah kemudian ada empat imam mazdhab: Abu Hanifah, Malik bin Anas, Ahmad bin Hanbal, dan Imam Syafi’i. Di bidang tasawuf tampillah Imam al-Ghazali. Bahkan dalam bidang politik dapat dirujuk pada tokoh al-Mawardi dan Ibnu Taimiyah. Bidang terakhir inilah yang membedakan antara faham Sunni dan Syi’ah.

Tags: Asy’ariyahmadzhabmuhammadiyah
Suara Muhammadiyah

Suara Muhammadiyah

Related Posts

Suara Muhammadiyah Resmikan Logmart Potorono Banguntapan
Berita

Suara Muhammadiyah Resmikan Logmart Potorono Banguntapan

17 April, 2021
tim medis
Berita

Bergerak dalam Senyap, Tim Medis Muhammadiyah Perluas Layanan di NTT

17 April, 2021
malaikat
Khazanah

Allah Memperkenalkan (35) Pengajaran Malaikat

17 April, 2021
Next Post
MDMC Sumbar-Ketua DPD RI Salurkan 250 Paket Bantuan

MDMC Sumbar-Ketua DPD RI Salurkan 250 Paket Bantuan

Comments 4

  1. irawan sutanto says:
    5 tahun ago

    pembahasan yg tidak ilmiah

    Balas
    • Qobid says:
      4 tahun ago

      Komentar yang provokatif, tidak berdasar. Takutlah pada Allah.

      Balas
  2. Abu Zaid says:
    3 tahun ago

    Maaf, Apa manhaj muhammadiyah dalam menetapkan asma wa shifat mengenai dimana Allah ?

    Jazaakumullahu khairan

    Balas

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  • Kotak Pos
  • Privacy Policy
  • Disclaimer
  • Pedoman Media

© SM 2021

No Result
View All Result
  • Home
  • Berita
  • Editorial
  • Khazanah
  • Hadlarah
  • Khutbah
  • Tanya Jawab Agama
  • Wawasan
  • Humaniora

© SM 2021

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In