• Tentang SM
  • Disclaimer
  • Redaksi
  • Media Siber
  • Term & Condition
  • Privacy Policy
  • Hubungi Kami
Senin, April 19, 2021
Suara Muhammadiyah
No Result
View All Result
  • Login
  • Home
  • Berita
  • Editorial
  • Khazanah
  • Hadlarah
  • Khutbah
  • Tanya Jawab Agama
  • Wawasan
  • Humaniora
  • Home
  • Berita
  • Editorial
  • Khazanah
  • Hadlarah
  • Khutbah
  • Tanya Jawab Agama
  • Wawasan
  • Humaniora
No Result
View All Result
suaramuhammadiyah
No Result
View All Result
Home Humaniora Motivasi

Gigitan Ikan dan Do’a Sang Nelayan

Suara Muhammadiyah by Suara Muhammadiyah
8 Juli, 2020
in Motivasi
Reading Time: 3 mins read
A A
0
Gigitan Ikan dan Do’a Sang Nelayan

Kehidupan nelayan Foto Dok Agriculture Monthly

Share

Dahulu, ada kisah seorang lelaki yang tangannya buntung hingga bahunya. Ia berseru dengan suara yang keras di pinggir pantai, “Hai, barang siapa yang melihat (keadaan) aku ini, janganlah kalian berlaku dzalim kepada siapapun juga.”

Dia mengulang-ulang ucapannya itu kepada orang-orang di sekitarnya. Mungkin hanya sebuah nasehat sederhana, tetapi karena berseru lantang dan berulang-ulang, hal itu menarik perhatian dari seorang lelaki Bani Israil yang melihatnya, dan berkata, “Hai hamba Allah, apakah yang terjadi denganmu?”

Baca Juga

Who Am I?

Sikap Kerja

Lelaki buntung itu kemudian bercerita, bahwa dahulunya ia adalah seorang petugas tentara. Dengan kedudukannya itu terkadang ia bersikap egois dan merasa berkuasa. Suatu ketika ia berada di pinggir pantai itu, dan melihat seorang nelayan (pemancing) yang memperoleh seekor ikan yang cukup besar. Ia sangat tertarik dengan ikan tangkapannya itu, dan berkata “Serahkan ikan tangkapanmu itu kepadaku!!”

“Jangan, ikan ini satu-satunya makanan untuk keluargaku“ Kata nelayan itu.

Ia benar-benar tertarik dengan ikan itu, karenanya ia berkata, “Kalau begitu, biarkanlah aku membelinya!!” 

Tetapi sang nelayan tetap saja menolaknya. Ia menjadi marah dan memukul sang nelayan dengan pecutnya dan mengambil ikan tersebut dengan paksa dan membawanya pergi. Ketika sampai di rumahnya, ikan itu tiba-tiba seperti hidup dan menggigit ibu jarinya. Tampaknya hanya seperti gigitan biasa, tetapi susah sekali dilepaskan. Setelah dengan susah payah berusaha, gigitan itu bisa dilepaskan, tetapi ibu jarinya telah bengkak membesar, dan rasa sakit yang tidak terperikan.

Sang tentara  datang ke seorang dokter untuk mengobati luka kecil akibat gigitan ikan di ibu jarinya itu. Sang dokter memeriksa luka tersebut dan ia tampak keheranan dengan luka sederhana itu, dan ia berkata, “Ibu jarimu harus diamputasi (dipotong), kalau tidak akan bisa membahayakan jiwamu!!”

Karena rasa sakit yang tak tertahankan dan dokter telah membuat keputusan seperti itu, ia merelakan ibu jarinya diamputasi. Seketika itu ia merasa baikan dan rasa sakitnya hilang. Tetapi satu dua hari kemudian rasa sakit seperti sebelumnya menjalari telapak tangannya, dan ia pergi ke dokter untuk memeriksakannya. Setelah memeriksa tangannya itu, lagi-lagi sang dokter keheranan dan akhirnya memutuskan, “Telapak tanganmu harus diamputasi (dipotong), kalau tidak akan bisa membahayakan jiwamu!!”

Tidak ada pilihan lain kecuali menurutinya, dan telapak tangannya diamputasi. Hanya sembuh satu dua hari, rasa sakit menjalar ke lengannya di bawah siku. Dan ketika dibawa ke dokter, sang dokter memutuskan untuk mengamputasi sampai batas sikunya untuk menyelamatkan jiwanya. Dua tiga hari kemudian rasa sakit itu menjalar lagi, dan dokter memutuskan untuk mengamputasi hingga batas bahunya.

Ada seseorang yang memperhatikan keadaannya sejak awal ia datang ke dokter, dan ia menanyakan sebab penyakitnya itu. Sang tentara  berkata, “Sebenarnya ini bermula dari luka kecil gigitan ikan….!!”

Kemudian ia menceritakan secara lengkap peristiwanya yang dialaminya. Tampaknya orang yang bertanya tersebut sangat bijaksana dan memahami ‘rahasia’ kekuasaan Allah, maka ia berkata kepada sang tentara , “Jika saja sejak awal engkau datang kepada nelayan (pemancing ikan) itu untuk meminta maaf dan meminta halalnya, engkau tidak akan kehilangan tanganmu. Maka sebaiknya engkau sekarang mencari dan menemui nelayan tersebut untuk meminta maaf dan meminta halalnya, sebelum penyakitmu itu akan menjalar ke seluruh tubuhmu!!”

Sang tentara  terbuka mata hatinya dan ia baru menyadari kekeliruannya yang tampaknya sepele saja. Ia segera memenuhi nasehat orang yang tidak dikenalnya itu. Begitu bertemu di tepi pantai yang sama, ia segera berlutut dan mencium kaki nelayan itu, sambil menangis ia berkata, “Wahai tuan, aku meminta maaf kepadamu!!”

Sang nelayan yang tidak mengenali lagi sang tentara  itu dengan heran berkata, “Siapakah engkau ini?”

“Aku adalah tentara yang dulu pernah merampas ikanmu!!”

Kemudian ia menceritakan peristiwa dan penderitaannya, hingga bertemu seseorang tak dikenal yang menasehatinya untuk meminta maaf kepadanya. Sang tentara  menunjukkan keadaan tangannya yang buntung hingga bahunya. Nelayan itu menangis melihat penderitaan orang yang pernah mendzaliminya itu, dan berkata, “Sungguh aku tidak menyangka akan seperti ini keadaannya, aku halalkan dan aku maaafkan semua kesalahanmu kepadaku!!”

Tentara  itu memeluk sang nelayan sambil menangis bercampur gembira. Setelah suasana emosional itu mereda, sang tentara  berkata, “Apakah engkau berdoa kepada Allah setelah aku merampas ikanmu itu?”

Sang nelayan berdoa, “Benar, aku berdoa : Ya Allah, orang itu telah menganiaya (mendzalimi) aku dengan kekuatannya atas kelemahanku. Karena itu balaslah dia, perlihatkanlah kepadaku Kekuasaan/Qudrah-Mu kepada orang itu!!”

Tentara  itu ‘mengangkat’ sisa lengannya yang buntung dan berkata, “Inilah dia, Allah telah memperlihatkan kepadamu Qudrah-Nya atas diriku. Dan kini aku bertaubat kepada Allah dari semua yang telah aku lakukan dahulu!!”

Setelah menceritakan semuanya itu, sang mantan tentara  itu berkata kepada orang Bani Israil yang menghampirinya, “Sesekali aku datang ke sini untuk mengenang peristiwa tersebut, sekaligus menasehati orang-orang agar tidak mengalami hal yang sama seperti aku. Tetapi sungguh aku bersyukur Allah memperingatkan aku di dunia, dan mengambil kaffarat dosa-dosaku dengan sebelah tanganku saat ini. Jika tidak, mungkin aku hanya akan menjadi bahan bakar api neraka di akhirat kelak. (rahel)

Tags: kisah hikmahMotivasi Islami
Suara Muhammadiyah

Suara Muhammadiyah

Related Posts

Who Am I?
Motivasi

Who Am I?

8 November, 2020
Bekerja Islami
Motivasi

Sikap Kerja

6 September, 2020
Mendekatkan Antar Kelompok Masyarakat
Motivasi

Kerja Sama

23 Agustus, 2020
Next Post
Ingat, Muhammadiyah Sudah Keluarkan 182 Milyar

Ingat, Muhammadiyah Sudah Keluarkan 182 Milyar

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  • Kotak Pos
  • Privacy Policy
  • Disclaimer
  • Pedoman Media

© SM 2021

No Result
View All Result
  • Home
  • Berita
  • Editorial
  • Khazanah
  • Hadlarah
  • Khutbah
  • Tanya Jawab Agama
  • Wawasan
  • Humaniora

© SM 2021

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In