• Tentang SM
  • Disclaimer
  • Redaksi
  • Media Siber
  • Term & Condition
  • Privacy Policy
  • Hubungi Kami
Minggu, Januari 29, 2023
Suara Muhammadiyah
No Result
View All Result
  • Login
  • Home
  • Berita
  • Khazanah
  • Hadlarah
  • Khutbah
  • Tanya Jawab Agama
  • Wawasan
  • Humaniora
  • Edutorial
  • Muktamar
  • Home
  • Berita
  • Khazanah
  • Hadlarah
  • Khutbah
  • Tanya Jawab Agama
  • Wawasan
  • Humaniora
  • Edutorial
  • Muktamar
No Result
View All Result
suaramuhammadiyah
No Result
View All Result

Belajar Kesungguhan Hidup dari Hajar dan Ismail (bagian 1 dari 2)

Suara Muhammadiyah by Suara Muhammadiyah
22 Juli, 2020
in Beranda
Reading Time: 3 mins read
A A
0
Belajar Kesungguhan Hidup dari Hajar dan Ismail (bagian 1 dari 2)
Share

Kisah Hajar dan Ismail memberi pelajaran kepada kita. Hajar selalu berpikir positif, bahwa Allah pasti akan membantunya. Ia pasrah, namun tetap semangat berusaha sekuat tenaga, dan Tuhan pun memberi hadiah dan karunia, yang besarnya (kadangkala) tidak mesti sebanding dengan usaha (kecil) yang kita lakukan.

Oleh: Bahrus Surur-Iyunk

Meski atas perintah Allah dengan dasar keyakinan dan kepasrahan yang kuat, namun Hajar juga seorang manusia biasa. Saat bekal makanan dan air sudah habis, sementara lembah itu tidak menyediakan apapun yang bisa dimakan dan diminum, Hajar pun kebingungan. Awalnya, ia berlari menuju bukit yang oleh Al-Qur’an dinamai bukit “Shafa”.

“Shafa” artinya jernih atau kejernihan. Proses penjernihannya disebut “tashfiyah”. Pelakunya disebut “shufi” atau “shafiya” (perempuan). Dalam konteks ini, proses penjernihan yang dilakukan oleh Hajar dimulai sejak bertemu dengan Nabi Ibrahim dan mencapai puncaknya ketika hendak ditinggalkan berdua di lembah Makkah yang tandus. Maka, ketika Hajar berada di bukit Shafa, sesungguhnya ia berada dalam kejernihan pikiran yang luar biasa. Kejernihan itu terpancar dalam keyakinannya akan pertolongan Allah dan tidak akan menyia-siakannya. Ia berbaik sangka dan berpikiran positif kepada Allah seraya berusaha sekuat tenaga.

Baca Juga

Festival Gizi ‘Aisyiyah di Garut Berlangsung Meriah

Musypimwil Resmi Dibuka, Tafsir Canangkan Industrialisasi di Jawa Tengah

Berprasangka Baik Kepada Allah

Optimisme Etis

Dari bukit Shafa ia melihat ke bukit yang oleh Al-Qur’an disebut bukit “Marwah”. Marwah artinya harapan yang kuat. Saat Hajar melihat ke bukit Marwah, ia melihat ada harapan yang kuat bahwa di sana ada air. Karena saking kuatnya harapan itu, ia kemudian berlari. Dalam prosesi sa’i, kita biasanya diperintahkan untuk berlari di antara tanda lampu yang telah disediakan. Setelah itu, harapan itu sedikit meredup. Namun, ia tidak berhenti begitu saja. Ia tetap berjalan menuju bukit Marwah.

Rupanya apa yang disangkanya air itu hanya bayangan fatamorgana saja. Tujuh kali dilakukan oleh Hajar hingga berakhir di Marwah. Bayangan fatamorgana seperti air itu bisa dilihat saat kita berada di tengah padang pasir atau (kalau kita ya) jalan raya aspal. Tampak dari jauh akan ada bayangan seperti ada air. Tapi, saat kita dekati dan datangi, bayangan air itu tidak ada. Dan seperti itulah yang dialami oleh Hajar.

Hajar berusaha sekuat tenaga untuk memenuhi kebutuhan puteranya Ismail. Ia pasrah, namun tetap semangat berusaha sekuat tenaga. Tuhan memberikan “hadiah” dan karunia besarnya (kadangkala) tidak mesti sebanding dengan usaha (kecil) yang kita lakukan. Manusia hanya punya kewajiban untuk berusaha dan berupaya dengan serius. Jika manusia mau bergerak, maka Allah akan memberikan karunia-Nya.

Hajar ingin memberi pelajaran kepada kita betapa Hajar selalu berpikir positif kepada Tuhannya bahwa Allah pasti akan membantunya. Selain itu, Hajar juga berusaha dengan optimisme bahwa di bukit Shafa ada air, lalu berlari ke Marwah karena di sana (dalam benaknya) ada air. Dia berusaha dengan optimisme, tidak dengan pesimisme. Shafa adalah “tempat yang bersih dan bening”, layaknya perasaan dan pikiran Hajar saat itu.

Layaknya Hajar yang berlari-lari dari Bukit Shafa ke Bukit Marwah. Saat sudah tujuh kali dan berhenti di Marwah, tangisan Ismail semakin kuat. Begitu pula dengan hentakan kakinya. Dari hentakan kaki Ismail inilah keluar air. Allah justru memberikan karunia airnya dari jejakan kaki Ismail. Bukan dari pencarian Hajar. Ini artinya bahwa rejeki seorang anak itu bisa muncul dari kesungguhan usaha orang tuanya. Air muncul pada hitungan ketujuh. Dan keenam langkah sebelumnya adalah cara Allah untuk memberikan pahala atas langkah yang telah ditempuh. (bersambung)

Bahrus Surur-Iyunk adalah guru SMA Muhammadiyah I Sumenep, penulis buku Agar Imanku Semanis Madu (Quanta EMK, 2017), Nikmatnya Bersyukur (Quanta EMK, 2018), Indahnya Bersabar (2019) dan 10 Langkah Menembus Batas Meraih Mimpi (SPK, 2020).

Tags: hajar dan Ismailmuhammadiyahoptimis
Suara Muhammadiyah

Suara Muhammadiyah

Related Posts

Siti Noordjannah
Berita

Festival Gizi ‘Aisyiyah di Garut Berlangsung Meriah

29 Januari, 2023
Musypimwil Resmi Dibuka, Tafsir Canangkan Industrialisasi di Jawa Tengah
Berita

Musypimwil Resmi Dibuka, Tafsir Canangkan Industrialisasi di Jawa Tengah

28 Januari, 2023
Surat untuk Anakku
Motivasi

Surat untuk Anakku

27 Januari, 2023
Next Post
UMSU Gelar Seminar ‘Melayu’ dengan Dua Universitas Malaysia

UMSU Gelar Seminar 'Melayu' dengan Dua Universitas Malaysia

Please login to join discussion
  • Kotak Pos
  • Privacy Policy
  • Disclaimer
  • Pedoman Media

© SM 2021

No Result
View All Result
  • Home
  • Berita
  • Khazanah
  • Hadlarah
  • Khutbah
  • Tanya Jawab Agama
  • Wawasan
  • Humaniora
  • Edutorial
  • Muktamar

© SM 2021

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In