• Tentang SM
  • Disclaimer
  • Redaksi
  • Media Siber
  • Term & Condition
  • Privacy Policy
  • Hubungi Kami
Jumat, Agustus 12, 2022
Suara Muhammadiyah
No Result
View All Result
  • Login
  • Home
  • Berita
  • Khazanah
  • Hadlarah
  • Khutbah
  • Tanya Jawab Agama
  • Wawasan
  • Humaniora
  • Edutorial
  • Muktamar
  • Home
  • Berita
  • Khazanah
  • Hadlarah
  • Khutbah
  • Tanya Jawab Agama
  • Wawasan
  • Humaniora
  • Edutorial
  • Muktamar
No Result
View All Result
suaramuhammadiyah
No Result
View All Result

Beda Muhammadiyah dan Salafi

Suara Muhammadiyah by Suara Muhammadiyah
12 Juni, 2021
in Berita
Reading Time: 3 mins read
A A
8
Muhammadiyah dan Salafi
Share

JAKARTA, Suara Muhammadiyah–Muhammadiyah dan Salafi sering disebut punya kesamaan paham. Namun jika dicermati lebih jauh, ada perbedaan yang cukup jelas. Misalnya, Al Yasa Abubakar membedakan pola pemahaman agama menjadi: mazhabiyah, salafiyah, dan tajdidiyah. Guna menjernihkan titik temu dan titik beda, Lembaga Pengembangan Pesantren Muhammadiyah mengusung tema “Paham Muhammadiyah versus Paham Salafi” dalam Serial Webinar ke-21, pada 26 Maret 2021.

Ketua LPP Muhammadiyah, Masykuri menyebut bahwa ada sinyalemen tentang masuknya paham Salafi ke Muhammadiyah. “Ada pernyataan dari Ketua Umum Muhammadiyah tentang ada Pesantren Muhammadiyah rasa Salafi,” katanya. Oleh karena itu, perlu menjernihkan benang merah antara Muhammadiyah dan Salafi, terutama di kalangan lebih dari 388 pesantren Muhammadiyah yang menjadi pusat kaderisasi ulama.

Baca Juga

Hadiri Pelantikan Rektor UMKLA, Haedar Nashir Launching 7 AUM Berkemajuan

Menyemai Kebajikan, Menuai Kemaslahatan

Ghoffar Ismail, ketua Divisi Organisasi Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah menyebut bahwa salaf merupakan, “salah satu metode dalam agama Islam yang mengajarkan syariat Islam secara murni. Salafi merupakan orang yang mengikuti manhaj salaf.” Manhaj salaf, kata Ghoffar, merujuk pada periode sahabat, tabiin, Imam Malik bin Anas, Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Ibnu Hazm al-Andalusi, periode kaum Hanbaliah, periode Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim, Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab, Syeikh Nashiruddin Al-Albani, Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, dst.

Menurut Ghoffar, ada legitimasi dari ayat dan hadis Nabi tentang paham Salafi. Misalnya, at-Taubah: 100, “Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung.” Ada hadis, “Sebaik-baik masa adalah masaku, kemudian sesudahnya, kemudian sesudahnya, kemudian sesudahnya”.

Ghoffar mengatakan bahwa Muhammadiyah mengambil inspirasi pada Al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha. Menurutnya yang mengutip Harun Nasution, Abduh lebih rasional daripada Mu’tazilah. Ridha dengan Tafsir Al-Manar memberikan inspirasi bagi pendidikan.

Menurut Ghoffar, Muhammadiyah memiliki seperangkat manhaj yang berbeda dengan Salafi. Manhaj Muhammadiyah memiliki wawasan atau perspektif: tajdid, toleransi, keterbukaan, tidak bermazhab. Muhammadiyah menggunakan pendekatan: bayani, burhani, irfani.

Peneliti tentang Salafi yang juga Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Den Hag, Din Wahid, menyatakan bahwa Salafi merupakan cara berpikir, berperilaku, beragama yang mengikuti manhaj salaf. Ia menyebut ciri umum gerakan salafiyyah: pemurnian, kembali kepada Al-Qur’an dan Hadis, menyerukan ijtihad. Bagi Salafi, sumber ajaran Islam adalah Al-Qur’an, Hadis, mengikuti pemahaman manhaj salaf.

Adapun doktrin dasar Salafi, kata Din Wahid, berupa tauhid uluhiyah, rububiyah, asma wa sifat, dan mulkiyah, mengikuti sunnah dan menentang bid’ah, al-walla wa al-barra, taat dan patuh kepada pemerintah. Mereka senantiasa sami’na wa ata’na pada pemerintah selama umat Islam diperbolehkan menjalankan ibadah (Qs 4: 59).

Prinsip al-walla wa al-barra ini begitu kuat mengakar dan membentuk cara hidup ekslusif. Dalam penelitiannya, Din mendengar ada ustaz Salafi yang mengatakan, “jangan sampai asosiasi kita dengan organisasi tertentu membuat kita menjauh dari manhaj salaf, seperti Muhammadiyah, NU, atau yang lain.” Din juga pernah ditolak ketika melakukan penelitian, karena kuliah di Barat dan dianggap loyal kepada Barat.

Terkait dengan sejarah Salafi, Din menyebut bahwa gerakan ini bermunculan di Indonesia sejak awal tahun 1980-an. “Beberapa tokoh utamanya adalah alumni Muhammadiyah. Mereka mengikuti program dai di daerah terpencil, rata-rata di Kalimantan. Misalnya Ainurrafiq Ghufron di Gresik itu Muhammadiyah, Abu Nida’ itu Muhammadiyah.” Perubahan ideologi mereka dari Muhammadiyah menjadi Salafi terjadi setelah mereka mengikuti program dai, lalu dikirim ke Saudi, kemudian kembali dan menjadi pionir dakwah Salafi di Indonesia.

Menguatnya, paham Salafi-Wahabi di Arab Saudi, harus dilihat secara cermat dalam konstalasi politik yang kompleks. Din Wahid menjelaskan bahwa di tahun 1960-an, ada Gamal Abdul Naser yang mengobarkan nasionalisme Arab yang kekiri-kirian. Ini dianggap berbahaya oleh Saudi. Tahun 1970-an, orang-orang Ikhwan diterima di Saudi dan mengajar di banyak universitas. Ikhwan ternyata juga terlalu revolusioner, berbahaya. Tahun 1979, ada revolusi Islam Iran. Guna membendung itu semua, Saudi mendirikan OKI di tahun 1957, mendirikan Rabitah Alam Islami di tahun 1962.

Di masa itu, kata Din, harga minyak dunia melejit dan Saudi mendapat keuntungan besar. Rabitah Alam Islami menyalurkan dana dari Saudi dengan memberikan beasiswa ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Selain beasiswa belajar di Saudi, dana-dana yang begitu besar juga dialirkan bagi kegiatan daurah dan berbagai pesantren untuk menyebarkan dakwah Salafi.

Din Wahid memberi rambu bahwa Salafi berbeda dengan gerakan ekstremisme-terorisme. Kelompok yang melakukan teror itu punya kesamaan dengan Salafi, meskipun berbeda, terutama dalam hal doktrin tidak boleh memberontak kepada pemerintah. Termasuk berbeda dalam hal pemahaman tauhid mulkiyah, terutama dalam pemahaman Al-Maidah ayat 44.

“Ada deradikalisasi di Salafi,” kata Din Wahid. Ia menemukan bahwa orang-orang yang dulu aktif di NII, ketika masuk ke Salafi, maka ideologi NII-nya atau takfiri-nya atau anti-pemerintah-nya menjadi terkikis. Dari sisi keamanan, Salafi aman dan tidak melakukan aksi terorisme, sebab mereka taat sepenuhnya pada pemerintah. Terdapat pengecualian dalam kasus Laskar Jihad pimpinan Ja’far Umar Thalib. Namun dalam segi harmonisasi bermasyarakat, Salafi sering memunculkan pertentangan karena dakwah puritannya yang keras. (ribas)

Beda Muhammadiyah dan Salafi

Muhammadiyah dan Salafi

Tags: muhammadiyahPesantrensalafi
Suara Muhammadiyah

Suara Muhammadiyah

Related Posts

Hadiri Pelantikan Rektor UMKLA, Haedar Nashir Launching 7 AUM Berkemajuan
Berita

Hadiri Pelantikan Rektor UMKLA, Haedar Nashir Launching 7 AUM Berkemajuan

11 Agustus, 2022
Menyemai Kebajikan, Menuai Kemaslahatan
Khutbah

Menyemai Kebajikan, Menuai Kemaslahatan

11 Agustus, 2022
Lazismu Pusat Sosialisasi Perubahan Direksi, Siap Tingkatkan Kinerja
Berita

Lazismu Pusat Sosialisasi Perubahan Direksi, Siap Tingkatkan Kinerja

10 Agustus, 2022
Next Post
Universitas Aisyiyah Yogyakarta Selenggarakan Vaksinasi Covid-19

Universitas Aisyiyah Yogyakarta Selenggarakan Vaksinasi Covid-19

Comments 8

  1. Nur Humaid says:
    1 tahun ago

    Kalau seperti itu bagus juga Salafi, jelas dalam beragama.

    Balas
  2. Azhar says:
    1 tahun ago

    Ikut-ikutan memusuhi salfi sebagai solidaritas, pada hal sama dialami ketika Muh. Baru muncul..

    Balas
  3. Wantowiarno says:
    1 tahun ago

    sesuai tuntunan setiap muslim selayaknya (baca: harusnya) ber-Islam secara “kaaffah”, sesuai yg diridhoi Allah Swt. Salah satu jalannya melalui Muhammadiyah karena yang punya visi mewujudkan masyarakat Islam yg sebenar-benarnya, berdasar Al-Qur’an dan Sunnah Shahihah.
    untuk dapat memahami secara utuh, saya pribadi merasa perlu untuk mengikuti perspektif yg “beda”, membandingkan dan cross-ceck, “menguji”, sehingga mendapatkan pemahaman sedekat mungkin dengan yg sesuai dengan Kehendak-Nya, karena itulah kunci ridho-Nya.

    Balas
  4. Makmun Pitoyo says:
    1 tahun ago

    MUHAMMADIYAH ITU SALAFI

    Ada beberapa alasan yang perlu saya sampaikan:
    1. Warga Muhammadiyah tidak boleh ambigu, apakah Muhammadiyah itu salafi, khalafi, atau keduanya, setengah salafi setengah khalafi, atau tidak keduanya sama sekali.
    2. Harus jelas pengertian salafi secara ilmiah tekstual dengan realitas adanya kelompok atau perorangan yang mengklaim sebagai salafi.
    3. Dalam banyak teks kita menemukan bahwa salafi adalah orang2 yang cara beragamanya mengikuti para ulama salaf dari kalangan sahabat, tabiin dan tabiuttabiin.
    4. Cara beragama mereka para salafi ini adalah dengan mendasarkan pada al Quran dan Sunnah Nabi saw, serta sunnah sahabat. Jika mereka belum menemukan dalam keduanya secara jelas, mereka akan beijtihad melalui beberapa metode
    5. Ijtihad mereka ini terkadang ada yang sama satu sama lain dan terkadang ada yang beda, tetapi selalu merujuk kepada al Quran dan sunnah
    6. Dalam hal aqidah atau iman semua ulama salaf sama yaitu aqidah ahlus sunnah wal jamaah
    7. HPT (Himpunan Putusan Tarjih) Muhamnadiyah jilid satu dari awal bab iman, ibadah, dan kemudian muamalah, setahu saya tidak ada yang berbeda dengan ajarannya para ulama salaf
    8. Jika dalam bab iman disebut Ahlul Haqqi Was Sunnah maka itu tidak berbeda dengan Ahlus Sunnah Wal Jamaah yang keduanya bersumber dari ulama besar Abu Hasan Al Asy’ari yang dirujukkan kepada suatu kata Al Firqoh An Najiyah (golongan yang selamat) dimana aqidah beliau mengikuti aqidah Imam Ahmad Ibnu Hambal salah satu ulama dari kalangan salaf
    9. Jika di beberapa hal Muhammadiyah tidak sama dengan pendapat para ulama salaf, seperti dalam hal; sikap amar makruf nahi mungkar terhadap penguasa muslim, penentuan awal bulan ramadan dan hari raya, hukum musik, isbal, jenggot, dan beberapa yang lain, maka perbedaan ini adalah perkara ijtihadiyah yang memang sangat terbuka, jumlahnya relatif kecil tidak bisa menutup jumlah perkara2 yang sama dengan para ulama salaf, dan bukan merupakan perkara aqidah
    10. Jika Muhammadiyah menggunakan metode burhani, irfani, bayani maka cermati dengan seksama para ulama salaf pun menggunakannya meski tidak menyebut istilah2 itu
    11. Jika Muhammadiyah tidak mengikatkan diri pada satu mazhab tertentu maka para ulama salaf pun demikian adanya
    Berdasarkan alasan2 ini maka Muhammadiyah itu salafi, jika ada perbedaan dengan sebagian kelompok atau perorangan yang mengklaim sebagai salafi maka tidak bisa menghilangkan ke-salafi-an Muhammadiyah
    Wallahu A’lam Bis Shawab

    Balas
    • Mas Arif says:
      1 tahun ago

      setuju mas, sebenarnya muhammadiyah itu salaf tapi tidak mau di nisbatkan salafi, dari segi aqidah, kitab rujukannya, dll. itu tidak ada yang beda paling hanya beberapa yang berbeda itupun bukan ttg aqidah tapi rukshoh untuk umat, saya sih berharap yah untuk kedepannya Muhammadiyah tidak lagi untuk berbicara kalau dirinya berbeda dengan salafi ataupun yang lain, saya mau siapapun itu yang beragama islam kembali dengan al-qur’an dab as-sunnah dengan pemahaman salaf itu sudah cukup tidak usah membeda bedakan, kita tuh Islam yang satu yaitu pengikut Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam

      Balas
  5. Mia says:
    1 tahun ago

    Bismillaah…
    Bagaimana dg kajian2 kitab di muhammadiyyah yg setahu sy dapat memperkuat aqidah? Apakah sama? Ketika salafiyyun mengkaji kitabsittu durror, kitab fadhlul Islam, kafusysyubhat, nawaqidul Islam, aqidah washattiyah, Ushul tsalasah, syarhussunnah, dll,
    Apakah di Muhammadiyah juga diajarkan KPD jamaahnya? Alhamdulillaah..semisal Muhammadiyah mengajarkannya…berarti salafy-muhammadiyyah adalah satu… pemahaman…

    Balas
  6. Muhammad Ngazis says:
    1 tahun ago

    mengacu dari ciri dan makna istilah salafi secara umum Muhammadiyah, bahkan NU ya Salafi . Tapi dalam banyak hal ( kelompok ) mereka, saya katakan kelompok / komunitas kafena mereka mengangap organisasi adalah bid’ah ( jadi orang NU/Muhammadiyah dkk) adalah pelaku bi’dah. Menganggap bahwa Muhammadiyah tidak termasuk komunitas mereka. Muhammadiyah ambigu, berstandar ganda, terlalu lembek dll. Mereka mengatakan tidak bermazhab, tetapi kenyataannya rata -rata mereka menurut saya mereka bermazhab Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab, Syeikh Nashiruddin Al-Albani, Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz. karena fatwa para ulama inilah yang mayoritas menjadi hujjah mereka. Warga Muhammadiyah merasa secara akidah merasa cocok, sehingga banyak mengikuti kajian-kajian yang mereka sangat intens ( dengan memanfaatkan wadah yang dikelola Muhammadiyah ), bahkan diundang oleh pengurus Muhammadiyah untuk mengisi kajian-kajian di lingkungan Muhammadiyah. Apa yang terjadim ?, mungkin lebih 50 % warga Muhammadiyah sekarang telah menjadi kelompok “Salafi/Wahabi” dan 25 % aktif menjadi anggota dan pengurus MTA. Dan rata-rata dari mereka ya simpati dengan Muhammadiyah, tapi buikan lagi warga Muhammadiyah. Entah berapa masjid Muhammadiyah sekarang telah menjadi masjid kelompok ” salafi “. Tinggalah pengurus dan anggota Muhammadiyah Plonga- Plongo, ditinggalkan jamaahnya / pengurusnya. Jujur Sebentar lagi mungkin Muhammadiyah hanya akan dikenal sebagai yayasan pendidikan atau pengelola rumah sakit, bukan ormas Islam. Di seluruh Indonesia ( di pelosok ), Muhammadiyah sangat kekurangan Dai. Susah payah Cabang memohon / mengusahakan dai, yang didapat ternyata ustad islam liberal/ kelompok Abu-abu. Apa Muhammadiyah yang punya pondok pesantren ?. buktinya mana . Ustad Muhammadiyah yang aktif di Medsos apa ada ?, yah kalaupun ada pasti gak berani mengaku dari Muhammadiyah atau membela warga Muhammadiyah yang hampir selalu dibuli di medsos dari kalangan tradisionalis mapun wahabis/ salafis.

    Balas
  7. Samara Dahana says:
    1 tahun ago

    Kelompok Manhaj Salafi Indonesia lebih dikarakteristikan oleh model berpikir/ berlogika ulama-ulama/ ustadz-ustadz dalam menafsir ayat-ayat Al Qur’an dan Al Hadits yang cenderung belum memiliki khasanah ilmiah berupa definisi jelas atau masih bersifat subyektif. Pemahaman bid’ah misalnya mengandung unsur subjektik belum obyektif. Rumusan bid’ah dari kelompok Manhaj Salafi Indonesia masih ditentukan oleh subjek belum terbentuk obyek ilmiah. Rumusan obyek ilmiah bid’ah dimaksudkan misalnya perumusan ibadah Magdhoh dan Ghoiri Magdhoh. Saat ini yang cukup menjadi perdebatan hangat kelompok Manhaj Salafi dan lainnya adalah tafsir keberadaan Allah SWT.

    Balas

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  • Kotak Pos
  • Privacy Policy
  • Disclaimer
  • Pedoman Media

© SM 2021

No Result
View All Result
  • Home
  • Berita
  • Khazanah
  • Hadlarah
  • Khutbah
  • Tanya Jawab Agama
  • Wawasan
  • Humaniora
  • Edutorial
  • Muktamar

© SM 2021

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In