• Tentang SM
  • Disclaimer
  • Redaksi
  • Media Siber
  • Term & Condition
  • Privacy Policy
  • Hubungi Kami
Minggu, Juli 3, 2022
Suara Muhammadiyah
No Result
View All Result
  • Login
  • Home
  • Berita
  • Editorial
  • Khazanah
  • Hadlarah
  • Khutbah
  • Tanya Jawab Agama
  • Wawasan
  • Humaniora
  • Edutorial
  • Home
  • Berita
  • Editorial
  • Khazanah
  • Hadlarah
  • Khutbah
  • Tanya Jawab Agama
  • Wawasan
  • Humaniora
  • Edutorial
No Result
View All Result
suaramuhammadiyah
No Result
View All Result

Etos Orang Muhammadiyah

Suara Muhammadiyah by Suara Muhammadiyah
8 Juni, 2021
in Analog
Reading Time: 2 mins read
A A
0
Etos Orang Muhammadiyah
Share

Judul              : Muhammadiyah dan Orang-orang yang Bersahaja: Sketsa-sketsa Etnografis dari Beirut

Penulis             : Hajriyanto Y. Thohari

Baca Juga

Sinergi Media Humas PTMA se-Indonesia dan Suara Muhammadiyah

Aikko, Aplikasi Deteksi Stunting Karya Mahasiswa UM Surabaya

Penerbit           : Suara Muhammadiyah

Cetakan I        : April 2021

Tebal, ukuran  : xxxiv + 340 hlm, 15 x 23 cm

ISBN               : 978-602-6268-83-9

Hajriyanto Y. Thohari (HYT) memilih artikel “Muhammadiyah dan Orang-orang yang Bersahaja” sebagai judul dari mozaik buku ini. Impresi yang kuat tentang kebersahajaan Muhammadiyah di mata seorang HYT terbangun dari pengalamannya yang panjang di internal organisasi. “Sebenarnya, bukan hanya orang-orangnya, Muhammadiyah sendiri adalah organisasi yang sangat bersahaja. Malah juga paham keagamaannya juga bersahaja,” tulisnya (hlm xi).

KBBI V mendefinisikan frasa bersahaja dalam dua arti: sederhana dan tidak berlebih-lebihan. Bersahaja tidak harus dimaknai sederhana, apalagi serba kekurangan dan kehilangan muruah. Dalam pengantar buku ini, Haedar Nashir menekankan pada makna kedua, yaitu sikap proporsional, tengahan, dan tidak berlebih-lebihan. “Kami di PP Muhammadiyah memiliki prinsip hidup, apa yang menjadi milik organisasi sepenuhnya bagi kepentingan dan kemajuan Persyarikatan yang harus dirawat dengan amanah” (hlm xx). Zuhud adalah masalah pengendalian diri, bukan tentang banyak atau sedikitnya harta. Ada banyak orang di Cabang atau Ranting yang hartanya dipergunakan untuk membesarkan Persyarikatan.

HYT mengutip pandangan Guru Besar Sosiologi Universitas Indonesia, Harsja W. Bachtiar bahwa, “orang Muhammadiyah itu sederhana, bersahaja, kerja keras, hemat, suka menabung, filantropis, dermawan, dan zuhud.” Pandangan ini mengingatkan pada Max Weber yang menulis The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism. Weber menemukan keterkaitan antara keyakinan keagamaan dan perilaku ekonomi di kalangan Protestan asketis, terutama sekte Calvinis. Clifford Geertz dalam Peddlers and Princes (1963) menguji pandangan tentang hubungan perilaku keagamaan dengan spirit kapitalisme rasional di Kediri dan Bali. Ditemukan bahwa reformisme Islam dan pembangunan ekonomi berjalan beriringan, terlihat dari para saudagar Muslim reformis-puritan yang menguasai pertokoan besar di Kediri.

Menurut Sukidi, Muhammadiyah generasi awal yang direpresentasikan oleh KH Ahmad Dahlan dapat dikategorikan sebagai prototipe Muslim Calvinis yang rasional, berperilaku asketis, dan punya spirit entrepreneurship. Mereka merupakan pengusaha, tetapi bersahaja dan gemar berbagi. Etos ini antara lain menekankan pengembangan uang sebagai modal untuk terus dilipatgandakan, bekerja dimaknai sebagai suatu bakti atau panggilan menuju keselamatan, hasil yang didapat akan ditabung untuk masa depan dan keuntungannya tidak dinikmati dengan berfoya-foya. Spirit inilah yang dilihat oleh Weber sebagai landasan kemajuan Eropa Barat.

Dengan kacamata antropologi, HYT cukup jeli dalam mengamati perilaku sosial individu dan perilaku organisasi. Ada banyak hal yang disorot dalam buku yang terbagi menjadi lima bagian ini: (1) kiprah orang Muhammadiyah, yang antara lain tentang keterlibatan dalam sejarah pergumulan kemerdekaan, seperti diperankan Ki Bagus Hadikusumo, Kasman Singodimedjo, Moh Hasan, Soekarno, Mas Mansur, Abdul Kahar Muzakkir; (2) yang bersahaja yang sederhana, yang menekankan tentang perilaku orang Muhammadiyah seperti sikap bersahaja, tidak sok semuci-muci, tidak kearab-araban dan kebarat-baratan. Disertakan juga obituari tentang Baroroh Baried, Moeslim Abdurrahman, Agus Edy Santoso, Ahmad Watik Pratiknya, Said Tuhuleley, Bahtiar Effendy, dan Yunahar Ilyas; (3) pikiran bersahaja tentang Muhammadiyah; (4) bersahaja dalam politik; (5) Muhammadiyah di antara dua golongan besar yang hebat, yaitu golongan nasionalis dan golongan Islam. (Muhammad Ridha Basri)

Sumber: Majalah SM Edisi 9 Tahun 2021

Beli Bukunya di Suara Muhammadiyah Store

Tags: bersahajaetosmuhammadiyahresensi
Suara Muhammadiyah

Suara Muhammadiyah

Related Posts

Sinergi Media Humas PTMA se-Indonesia dan Suara Muhammadiyah
Berita

Sinergi Media Humas PTMA se-Indonesia dan Suara Muhammadiyah

2 Juli, 2022
Aikko, Aplikasi Deteksi Stunting Karya Mahasiswa UM Surabaya
Berita

Aikko, Aplikasi Deteksi Stunting Karya Mahasiswa UM Surabaya

2 Juli, 2022
Perkuat Kerja Sama Pengembangan Wisata Halal
Berita

Perkuat Kerja Sama Pengembangan Wisata Halal

2 Juli, 2022
Next Post
Kurban Kemanusiaan Pengungsi Gaza bersama PCIM Yordania

Berkurban Wajib atau Sunnah?

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  • Kotak Pos
  • Privacy Policy
  • Disclaimer
  • Pedoman Media

© SM 2021

No Result
View All Result
  • Home
  • Berita
  • Editorial
  • Khazanah
  • Hadlarah
  • Khutbah
  • Tanya Jawab Agama
  • Wawasan
  • Humaniora
  • Edutorial

© SM 2021

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In