Prof Erna Andriyanti: Pemberian Hak Asasi Linguistik Individu Sangat Diperlukan
YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Multilingualisme merupakan keniscayaan, sebagaimana difirmankan Allah SWT dalam Q.S. Ar Rum: 22, “Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah penciptaan langit dan bumi, perbedaan bahasamu dan warna kulitmu. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berilmu.” Multilingualisme perlu dimaknai sebagai kesempatan dan anugerah untuk saling mengenal, berkomunikasi, dan berinteraksi antarsuku dan antarbangsa (Q.S. Al Hujurat: 13).
Demikian antara lain pokok pikiran yang disampaikan, Prof. Erna Andriyanti, S.S., M.Hum., Ph.D., dalam pidato ilmiahnya berjudul “Multilingualisme di Indonesia: Refleksi dan Implikasinya bagi Pendidikan” di hadapan sidang senat Universitas Negeri Yogyakarta (Rabu, 29 Desember 2021). Beliau dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam Bidang Sociolinguistics Fakultas Seni dan Bahasa.
Dalam bagian lain pidatonya, Lulusan Department of Linguistics, Macquarie University, Sydney ini mengatakan bahwa UNESCO juga menekankan arti penting menjaga dan mengembangkan multilingualisme, terutama melalui pemberian hak asasi linguistik individu dalam pendidikan. Pendidikan multilingual – dan bukan hanya pendidikan bahasa- menjadi salah satu kunci pentingnya. Refleksi dan evaluasi perlu dilakukan terhadap implementasi ataupun kebijakan pendidikan bahasa dan pendidikan multilingual di Indonesia yang mengalami berbagai perubahan sejak masa kolonial Belanda hingga saat ini.
Demikian juga dengan belajar dari negara-negara lain seperti Selandia Baru, Hawaii, Kanada, dan Negara Basque, yang berhasil dalam mengadopsi, mengadaptasi, atau menciptakan model pendidikan multilingual yang sesuai dengan variabel linguistik, sosiolinguistik, kependidikan, dan variabel penting lainnya.
Ditambahkan pula oleh anggota Mixed-Methods International Research Association (MMIRA), bahwa multilingualisme sebagai kapasitas keberagaman bahasa yang dimiliki oleh individu dan masyarakat perlu dijaga dn dikembangkan karena terkait dengan: 1) hak asasi linguistik manusia; 2) nilai ekonomi yang terkandung di dalamnya; 3) tujuan-tujuan sosial-ekonomi-politik dan pendidikan yang strategis di era global yang sarat dengan interaksi lintas kultural; dan 4) hubungan korelasional dan kausal dengan keragaman hayati.
Dari ke empat alasan yang disebutkan, hak asasi linguistik yang paling fundamental, dan mencakup status legal-formal suatu bahasa dan penggunaannya di institusi kependidikan dan non-kependidikan, serta di media massa. Berdasarkan hak-hak linguistik di bidang pendidikan, bahasa daerah, bahasa nasional, dan bahasa internasional masing-masing perlu mendapatkan ruang untuk menjadi bahasa yang digunakan dan dipelajari.
Selama menjalani masa pendidikan Australia, istri dari ustaz Muh Fatkul Mubin, S.Ag. yang merupakan Ketua Badan Pembina Pesantren Muhammadiyah Boarding School Pleret, Bantul, DIY, aktif dalam kepengurusan Pimpinan Ranting Istiwewa Muhammadiyah New South Wales. Mereka tinggal di Sydney selama beberapa tahun bersama buah hatinya yang bernama Ariq Idris Annaufal dan Aufa Fadhil Ibrahim.
Selain menjadi dosen tetap pada Universitas Negeri Yogyakarta, perempuan kelahiran Surakarta ini juga aktif sebagai editor dan reviewer di berbagai jurnal terkemukan. Beliau juga pernah mengajar mata kuliah Bahasa Inggris di Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Bahkan Kepala Kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Sofriyanto Solih Mu’tasim, secara khusus menyambut gembira atas pencapaian guru besar dosen idolanya ini saat masih kuliah beberapa tahun lalu.
Haidir Fitra Siagian, Ketua PRIM NSW Australia