• Tentang SM
  • Disclaimer
  • Redaksi
  • Media Siber
  • Term & Condition
  • Privacy Policy
  • Hubungi Kami
Selasa, Agustus 9, 2022
Suara Muhammadiyah
No Result
View All Result
  • Login
  • Home
  • Berita
  • Khazanah
  • Hadlarah
  • Khutbah
  • Tanya Jawab Agama
  • Wawasan
  • Humaniora
  • Edutorial
  • Muktamar
  • Home
  • Berita
  • Khazanah
  • Hadlarah
  • Khutbah
  • Tanya Jawab Agama
  • Wawasan
  • Humaniora
  • Edutorial
  • Muktamar
No Result
View All Result
suaramuhammadiyah
No Result
View All Result

Kisah Keteladanan Para Pendahulu

Suara Muhammadiyah by Suara Muhammadiyah
9 Juli, 2022
in Analog
Reading Time: 2 mins read
A A
0
Kisah Keteladanan Para Pendahulu
Share

Judul               : Kisah Inspiratif Para Pemimpin Muhammadiyah

Penulis             : Syukriyanto AR

Baca Juga

Semarak Milad 107 Tahun SM, Adakan Lomba Menulis Essay dan Tiktok

Goresan Tinta Ketua Umum PP Muhammadiyah untuk MBS Ash-Shiddiq 

Penerbit           : Suara Muhammadiyah

Cetak               : II, Maret 2022

Tebal, ukuran  : xiii + 132 hlm, 11 x 15 cm

ISBN               : 978-602-6268-30-3

 

Setiap bertemu sesepuh Muhammadiyah seperti Muchlas Abror dan Syukrianto AR, ada banyak cerita keteladanan yang saling berkait kelindan. Mereka menyimpan banyak kisah yang jarang diketahui publik, sebab jalinan pengalaman personal mereka berkecimpung di Muhammadiyah secara penuh waktu, aktivitas mereka di pusat kota episentrum Muhammadiyah, dan pertemuan mereka dengan para tokoh generasi pendahulu.

Penulis buku ini pernah tinggal di Kampung Kauman mengikuti jejak ayahnya pada kisaran 1950-1970. Pada dekade 1950-an di Kampung Kauman, puluhan tokoh Muhammadiyah tinggal, di antaranya: KH Yunus Anis, KH Ahmad Badawi, KH Dalhar BKN, KH Wahid (dan putranya: Basith Wahid), KHR Hadjid, KH Aslam, KH Djuwaini, KH Hanan Noor, KH Hisyam, KH Wardan Diponingrat, KH Bakir Saleh, KH Maksum, KH Djazari Hisyam, KH Abdul Djabar, KH Zamhari, KH Amin Bahrun, KH Asdi Narju, KH Anis, KH Washool Djakfar, KH Tamim Ad Dary, KH Djuraimi, KH Basyir Mahfudz, KH Ahmad Azhar Basyir, KH Sudja, KH Muchtar, KH Farid Ma’ruf, hingga Ki Bagus Hadikusumo. Dari kalangan perempuan, ada Umniyah, Hidanah, Zarjunah, Zaenab Humam, Zaenab Damiri, Badilah Zubaer, hingga Qomariah AR. Sekian banyak tokoh itu menyimpan aneka keteladanan, yang kisahnya sering disampaikan dari mulut ke mulut.

Tradisi hidup dan periwayatan lisan akan terlupa seiring waktu. Ketika generasi berganti, periwayatan lisan mengalami reduksi, dan bahkan mata rantai penceritaan akan terputus. Sebab itu, proses penulisan dan pendokumentasian suatu riwayat lisan menjadi penting. Di masa awal Islam, hadis Nabi bertransmisi dan bertansformasi dari satu thabaqah ke thabaqah lainnya melalui jalur periwayatan lisan dan akhirnya dikanonisasikan dalam berbagai kitab-kitab hadis. Tanpa itu, mustahil umat Islam di abad ke-21 ini masih dapat mengakses riwayat tentang Nabi dan para sahabat yang hidup di abad ke-7 masehi.

Buku ini menghimpun dan mendokumentasikan banyak kisah. Misalnya tentang Kiai Sudja, yang dikenal sebagai inisiator PKU dan penggagas dibentuknya lembaga perjalanan haji. Ia mengusulkan agar umat Islam dapat mengumpulkan donasi dan membeli kapal haji. Usulan itu disampaikan dalam sebuah pertemuan Muhammadiyah. Seperti halnya ketika menyampaikan usulan pendirian rumah sakit, gagasan untuk membeli kapal haji ini juga menuai pro dan kontra.

Ada yang bertanya, “Kiai, ini kan masa perang. Nanti kalau kapal haji Muhammadiyah ini dibom bagaimana?” Kiai Sudja balik bertanya, “Bomnya mengenai kapal tidak?” Kata  penanya, “Kalau kena bagaimana?” Jawab kiai Sudja, “Kalau kena, ya, hancur, tenggelam. Kalau tidak kena, ya, selamat.” Kiai lantas melanjutkan, “Bapak-bapak, kita sebagai umat Islam itu jangan menjadi umat yang selalu pesimis. Belum apa-apa kita sudah khawatir akan akibat buruknya. Kalau kita selalu pesimis, kita tidak akan pernah berbuat apa-apa. Sebagai muslim, kita harus selalu optimis. Bahwa segala sesuatu itu pasti ada resikonya. Sekali lagi, kita harus optimis. Kalau hidup kita selalu dalam kekhawatiran, kita tidak akan pernah maju. Misalnya, orang mau dagang tapi berpikir nanti kalau tidak laku bagaimana? Kalau rugi bagaimana? Orang mau bertani yang dipikirkan kalau padinya dimakan tikus atau dimakan hama bagaimana? Kalau gagal panen bagaimana? Orang mau memancing ikan di laut, berpikir nanti kalau ada gelombang besar bagaimana? Kalau tidak dapat ikan bagaimana?”

Kata Kiai Sudja selanjutnya, “Selama kita masih berpikiran seperti itu, kita umat Islam ini tidak akan pernah maju…” (hlm78-80).  (Muhammad Ridha Basri)

Tags: kisahmuhammadiyahteladan
Suara Muhammadiyah

Suara Muhammadiyah

Related Posts

Semarak Milad 107 Tahun SM, Adakan Lomba Menulis Essay dan Tiktok
Berita

Semarak Milad 107 Tahun SM, Adakan Lomba Menulis Essay dan Tiktok

9 Agustus, 2022
Goresan Tinta Ketua Umum PP Muhammadiyah untuk MBS Ash-Shiddiq 
Berita

Goresan Tinta Ketua Umum PP Muhammadiyah untuk MBS Ash-Shiddiq 

8 Agustus, 2022
Giatkan Gerakan Tani Bangkit, Lazismu Resmikan 2 Green House
Berita

Giatkan Gerakan Tani Bangkit, Lazismu Resmikan 2 Green House

8 Agustus, 2022
Next Post
Doa Nabi Ibrahim

Jiwa Berkorban Nabi Ibrahim As dari Perspektif Quantum Ikhlas

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  • Kotak Pos
  • Privacy Policy
  • Disclaimer
  • Pedoman Media

© SM 2021

No Result
View All Result
  • Home
  • Berita
  • Khazanah
  • Hadlarah
  • Khutbah
  • Tanya Jawab Agama
  • Wawasan
  • Humaniora
  • Edutorial
  • Muktamar

© SM 2021

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In