Antisipasi Multitafsir UU ITE, UMM-MA RI Kaji Penyusunan Pedoman

Publish

28 November 2024

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
190
UMM

UMM

MALANG, Suara Muhammadiyah - Adanya berbagai perbedaan penafsiran terhadap Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) mendorong Mahkamah Agung (MA) dan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) untuk melakukan kajian. Utamanya terkait pembuatan pedoman-pedoman UU ITE dalam sebuah buku. Menariknya dalam kajian ini juga mengundang para aparat kepolisisan, kejaksaa, hingga para akademisi dari berbagai perguruan tinggi untuk berkolaborasi. Adapun agenda tersebut dilaksanakan pada 26 November lalu, bertempat di UMM.

Turut hadir Bambang Hery Mulyono selaku Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung Republik Indonesia. Menurutnya, masih ada sederet pasal-pasal tertentu dalam UU ITE yang dapat diskusikan lebih lanjut. Hal dilakukan agar kedepannya tidak akan ada tumpang tindih dalam peradilannya.

"Sejauh ini penerapan pasal UU ITE tahun 2008, 2016, hingga yang terbaru 2024 ini pada penerapannya masih multi tafsir. Sehingga penyusunan pedoman untjk implementasinya sangat dibutuhkan," tegasnya.

Sementara itu, Lilik Mulyadi selaku Ketua Pengadilan Tinggi Bengkulu mengungkapkan bahwa tujuan adanya pedoman pemidanaan beberapa pasal dalam UU ITE tersebut adalah untuk mendorong kesatuan dan kosistensi dalam penerapan hukum. Selain itu juga memberi acuan dasar untuk mempermudah hakim dalam menentukan berat ringannya sebuah pidana, hingga mewujudkan penjatuhan pidana yang proporsional serta sebanding dengan keseriusan tindak pidana yang ada. Hal itu tentunya dilatarbelakangi oleh adanya problematika dari berbagai perspektif hukum seperti, dalam perspektif penerapan hukum, perspektif kaidah hukum pembuktian, hingga perspektif pemidanaan.

Menurutnya, kejahatan akan selalu dapat ditemui seiring berkembangnya dunia digital sebagai pusat sarana informasi dan komunikasi. Maka dari itu Indonesia membutuhkan undang-undang yang dapat mengatur kejahatan tersebut seperti halnya UU ITE. Tindak pidana Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) memiliki karakteristik yang khusus. Yakni, selalu menggunakan sarana informasi atau sistem elektronik sehingga hal ini yang membedakannya dengan kejahatan konvensional sebagaimana diatur dalam KUHP.

“Mahkamah Agung kini sedang giat-giatnya membuat pedoman UU ITE, agar kedepannya tidak akan ada tumpang tindih dalam tingkat peradilan. Jadi harapannya, dengan kajian-kajian ini dapat menjadi wadah masukan dari saudara-saudara penegak hukum lainnya terkait adanya UU ITE ini," harapnya.

Sementara itu, Wakil Rektor I UMM Prof. Akhsanul In’am selaku berpesan bahwa menjadi seorang hakim itu berbahaya. Hakim maupun profesi hukum harus menjadi insan yang bertakwa sehingga dapat diberi petunjuk dalam menangani perkara.

"Hakim yang memiliki jiwa yang semata condong pada jabatan merupakan sebuah penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Selain itu, jadi hakim itu ibaratnya wakil tuhan, maka harus bisa memustuskan yang seharusnya dengan penuh keadilan,” ungkapnya. (diko)


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Berita

CIREBON, Suara Muhammadiyah - Universitas Muhammadiyah Cirebon (UMC) melalui Divisi Pengabdian ....

Suara Muhammadiyah

21 December 2023

Berita

MALANG, Suara Muhammadiyah - Kita perlu memupuk hati dan pikiran agar bisa berjuang mencapai kebajik....

Suara Muhammadiyah

10 April 2024

Berita

MEDAN, Suara Muhammadiyah -  Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia, Abdul Mu....

Suara Muhammadiyah

25 November 2024

Berita

LAMTIM, Suara Muhammadiyah - Pimpinan Cabang Ikatan Pelajar Muhammadiyah Braja Selebah mengadakan Pe....

Suara Muhammadiyah

11 December 2023

Berita

MEDAN, Suara Muhammadiyah – Majelis Dikdasmen dan Pendidikan Non Formal PP Muhammadiyah dan Fo....

Suara Muhammadiyah

13 August 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah