CILACAP, Suara Muhammadiyah - Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia Abdul Mu’ti berpesan kepada seluruh guru agar melakukan dekonstruksi (penataan ulang) hal ihwal niatnya. Bagi Mu’ti, jika guru hanya diorientasikan kepada duniawi (pencari gaji), maka ukhrawinya menjadi jauh panggang dari api.
“Kalau menjadi guru niatnya mendapatkan gaji yang tinggi ila yaumil qiyamah gak akan pernah terjadi. Percayalah! Kalau ingin jadi orang yang pendapatan yang tinggi, jadilah pengusaha,” katanya saat memberikan Pembinaan Guru dan Karyawan Sekolah Muhammadiyah se-Kabupaten Cilacap, Senin (16/12) di Pendopo Wijaya Kusuma, Sidanegara, Cilacap, Jawa Tengah.
Mu’ti mengatakan, misi guru diletakkan sebagai medium mendidik anak-anak. Dengan kata lain, mencerdaskan kehidupan bangsa. Manifestasinya lahir generasi unggul dan berkemajuan.
“Menjadi guru itu untuk melaksanakan misi profetik atau misi kenabian. Menjadi guru itu memiliki misi utama mencerdaskan bangsa. Membantu anak-anak untuk mereka bisa mewujudkan cita-citanya di masa depan,” ucapnya.
Maka, Mu’ti meminta guru harus cinta ilmu. Guru tidak boleh mengalami demotivasi dalam belajar. “Guru harus meningkatkan keilmuannya,” tuturnya. Hal ini punya relevansi dengan zaman yang semakin berubah dan berkembang.
Termasuk sistematisasi mengajar di kelas, harus dikemas secara menarik dan kreatif sedemikian rupa. Menurutnya ini merupakan kunci terciptanya suasana pembelajaran yang nyaman.
“Kemampuan dan kualitas akademik harus meningkat. Cara di dalam mengajar harus meningkat. Cara kita di dalam menangani berbagai macam persoalan dalam pembelajaran juga harus meningkat,” jelasnya.
Lebih lanjut, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini meminta guru harus cinta pada profesinya. Menurutnya, profesi guru sangat mulia, sehingga tidak boleh merasa minder.
“Guru adalah profesi yang luar biasa hebat. Guru harus bangga dengan profesinya. Tidak boleh guru itu minder karena tunjangannya. Semua orang bisa mengajar, tapi tidak semua orang bisa menjadi guru,” ungkapnya.
Guru hebat, lanjut Mu’ti, mereka yang memiliki kompetensi-kompetensi dalam mendidik peserta didik. Guru hebat punya ilmu dan keterampilan. Karena itu, Mu’ti meminta agar jangan malu menjadi guru, tapi mestinya patut berbangga dengan profesi tersebut.
“Berbagai macam cara menghormati guru disenandungkan murid-muridnya (lewat lagu) dengan ketulusan mereka atas jasa guru. Banggalah bapak dan ibu sekalian menjadi seorang guru,” tandasnya. (Cris)