YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Kemajuan teknologi yang terintegrasi di berbagai industri telah memberikan perubahan signifikan, dengan banyaknya sifat pekerjaan yang bertransformasi sehingga membutuhkan keterampilan baru. Para pelajar perlu terus berkembang dan beradaptasi dapat berdampak ke banyak hal termasuk dari sisi psikologis mereka. Munculnya perilaku yang bersifat anomali atas kondisi psikis pun menjadi bermacam-macam dan tidak menentu, seperti kecemasan, stres bahkan rasa angkuh akibat pengeksplorasian teknologi dan cara kerja yang baru.
Fenomena perubahan kondisi psikologis pelajar dalam menghadapi era Revolusi Industri 4.0 diteliti oleh dua guru besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yaitu Prof. Dr. Abdul Madjid, M.Ag. dan Prof. Dr. Azam Syukur Rahmatullah, M.S.I., M.A., M.Psi.. Hasil penelitian mereka dipaparkan dalam agenda Rapat Senat Terbuka dan Orasi Ilmiah Guru Besar UMY pada Sabtu (25/5), sebagai tahap akhir dalam pengukuhan guru besar yang merupakan jabatan akademik tertinggi.
Keduanya menjelaskan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa perkembangan inovasi dalam teknologi menghasilkan banyak peluang sekaligus tantangan bagi dunia pendidikan baik dari sudut pandang pendidik maupun pelajar.
“Era digital telah banyak mengubah dinamika dalam berkomunikasi dan berkolaborasi diantara para pelajar serta pendidik. Walaupun dapat memperkaya pengalaman dan memperluas wawasan pendidikan mereka, volume informasi yang terlampau besar dapat mengganggu dan menyebabkan kelebihan informasi. Tantangan ini penting untuk dinavigasi dengan mengembangkan keterampilan pengendalian dan pengaturan diri serta membiasakan untuk berpikir kritis,” ujar Abdul Madjid.
Menurutnya, kemampuan untuk menyaring dan memilah informasi adalah hal yang fundamental dalam proses pembelajaran yang efektif. Lebih jauh, hal ini juga dapat menjaga keseimbangan psikologis yang sehat mengingat kondisi para pelajar yang rawan mengalami perubahan karena perkembangan teknologi yang sangat cepat. Abdul Madjid juga menegaskan jika institusi pendidikan di era sekarang harus mewaspadai timbulnya tren belajar di kalangan pelajar.
“Setidaknya terdapat beberapa tren yang sudah mulai diterapkan, yaitu pembelajaran yang tidak terbatas ruang kelas, pembelajaran yang bersifat personal dan individual, serta pelajar lebih banyak yang menyukai pembelajaran berbasis proyek dan belajar melalui pengalaman. Perkembangan tren ini juga dikenal dengan istilah Pendidikan 4.0 dan dapat mendorong perilaku inovatif dan cerdas dalam proses belajar mengajar,” imbuhnya.
Sebagai guru besar UMY di bidang Ilmu Pendidikan Agama Islam, Abdul Madjid merasa bahwa konsep holistik-komprehensif perlu diterapkan oleh pendidik sebagai aktor utama dalam sistem pendidikan. Ini merupakan sebuah konsep pendidikan yang memiliki ciri khas kurikulum yang terintegrasi, bersifat reflektif, dan mengutamakan pengembangan sumber daya manusia. Ini dianggap dapat menjadi sarana bagi pendidik untuk menerapkan Pendidikan 4.0, sekaligus sarana bagi pelajar untuk memberdayakan psikologis sehingga mereka dapat mengontrol secara efektif atas lingkungan tempat mereka bersosialisasi.
Kondisi psikologis pelajar yang bersifat anomali pun dibahas oleh Prof. Dr. Azam Syukur Rahmatulloh, M.S.I., M.A., M.Psi. dan menggunakan pendekatan Wellness, Welfare, Belonging dalam menguatkan sikap rendah hati serta perilaku positif. Ia menjelaskan bahwa pendekatan ini berbasis untuk penyehatan diri yaitu mental, kejiwaan dan perilaku. Sehingga semua proses pemberdayaan psikologis yang dilakukan berdasarkan pada penyadaran serta kontrol diri.
Azam yang merupakan guru besar UMY di bidang Psikologi Pendidikan menjelaskan bahwa pendekatan ini merupakan penekanan atas konsep “murni-tulus-konsisten”, dimana setidaknya terdapat tiga aspek yang dibenahi yaitu aspek kesehatan menyeluruh dari fisik dan mental, aspek kesejahteraan psikologis dan aspek kasih sayang serta rasa saling memiliki. “Dalam proses pendidikan dan pengasuhan pelajar untuk menciptakan pribadi yang rendah hati secara psikologis, pendekatan Wellness, Welfare, Belonging dapat menciptakan daya mental yang sehat dan kuat, serta dapat melatih daya pikir yang luas, kritis dan konstruktif. Para pelajar akan dilatih untuk bersikap dewasa dalam menyikapi segala keadaan dan masalah. Semua ini adalah hasil dari proses yang harmonis antara pendidik dan pelajar,” pungkas Azam. (ID)