PEKANBARU, Suara Muhammadiyah - Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Riau (UMRI) bekerja sama dengan Dewan Pendidikan Provinsi Riau sukses menggelar seminar bertajuk “Stop Bullying dan Kekerasan Seksual: Menarik Orang ke Bawah Tidak Akan Membuatmu Mencapai Puncak”. Kegiatan ini dilaksanakan pada Selasa (19/11/2024) pagi, di Auditorium Kampus Utama Umri, Jalan Tuanku Tambusai, Pekanbaru.
Seminar ini dibuka secara resmi oleh Rektor Umri serta dihadiri Kepala Bidang SMK Dinas Pendidikan Provinsi Riau, Kepala Bidang Kelembagaan Tumbuh Kembang dan Pemenuhan Hak Anak Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Riau, Wakil Ketua dan Wakil Sekretaris Dewan Pendidikan Provinsi Riau, Koordinator Bidang Kerjasama dan Publikasi, Koordinator Bidang Muatan Lokal, serta Koordinator Bidang Advokasi dan Sumber Daya Manusia Dewan Pendidikan Riau, Dekan beserta sivitas akademika Fakultas Hukum Umri, Mahasiswa Umri, siswa SMA dan SMK se-Kota Pekanbaru beserta para guru pendamping.
Dekan Fakultas Hukum UMRI Dr Raja Desril SH MH menyampaikan apresiasinya atas kehadiran peserta dan berharap acara ini memberikan makna mendalam bagi semua yang hadir.
“Tema hari ini sangat luar biasa, karena bullying dan kekerasan seksual benar-benar terjadi di berbagai lini kehidupan, terutama dalam dunia pendidikan. Semoga materi yang disampaikan nanti mampu membuka cakrawala dan pengetahuan kita terkait dampak luar biasa dari bullying dan kekerasan seksual,” ujar Raja Desril.
Dalam sambutannya, beliau juga menegaskan bahwa Indonesia sebagai negara hukum, sebagaimana diamanatkan dalam pasal 1 Ayat 3 UUD 1945, harus memastikan bahwa setiap tindakan di negeri ini berlandaskan hukum.
Fakultas Hukum memiliki tanggung jawab besar dalam mencetak lulusan yang mampu memberikan kontribusi di berbagai lini kehidupan, termasuk dalam pencegahan dan penanganan bullying serta kekerasan seksual.
Dr Raja Desril mengutip teori Lawrence Meir Friedman tentang tiga komponen sistem hukum, yaitu struktur hukum (legal structure), substansi hukum (legal substance), dan budaya hukum (legal culture). Beliau menjelaskan bahwa efektivitas hukum terkait bullying dan kekerasan seksual tergantung pada tiga komponen tersebut.
“Substansi hukum Regulasi yang sudah ada perlu ditegakkan secara konsisten, Struktur hukum Penegak hukum harus menjalankan regulasi tersebut dengan baik, dan Budaya hukum Masyarakat harus membangun budaya anti-bullying dan anti-kekerasan seksual, yang bisa dimulai melalui kegiatan edukatif seperti seminar ini,” katanya.
Rektor Umri Dr Saidul Amin MA juga memberikan apresiasi kepada Fakultas Hukum atas terselenggaranya acara ini. Beliau menekankan bahwa bullying, baik secara verbal maupun non-verbal, serta kekerasan seksual adalah pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia.
“Islam sebagai agama yang menyeluruh (syumul), sempurna (kamil), dan saling menyempurnakan (mutakamil) telah memberikan panduan untuk mencegah perilaku tercela ini. Salah satu langkah preventif adalah melalui sistem pendidikan yang mendidik generasi muda untuk memahami dampak buruk perilaku tersebut,” tutur Dr Saidul Amin.
Beliau mengajak para peserta untuk menanamkan karakter positif dan membangun budaya anti-bullying serta anti-kekerasan seksual dalam diri masing-masing. Dengan begitu, generasi muda tidak hanya menjadi pribadi yang bermoral, tetapi juga mampu berkontribusi dalam menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi semua.
“Seminar ini diharapkan menjadi momentum untuk menyadarkan masyarakat, khususnya generasi muda, tentang pentingnya menghentikan bullying dan kekerasan seksual demi mewujudkan lingkungan yang lebih baik,” pungkasnya.
Wakil Sekretaris Dewan Pendidikan Provinsi Riau Fauzan MSi turut menyampaikan apresiasinya terhadap Fakultas Hukum Umri atas terselenggaranya seminar ini. Beliau menekankan pentingnya kerja sama lintas instansi dalam menangani masalah bullying dan kekerasan seksual yang marak terjadi, terutama di tingkat SMP dan SMA/SMK.
“Terima kasih kepada Umri yang telah memberikan kesempatan untuk bekerja sama dalam seminar ini. Kami, sebagai bagian dari Dewan Pendidikan yang berada langsung di bawah Gubernur Riau, terus memantau sekolah-sekolah di tingkat SMA dan SMK. Fakta menunjukkan bahwa banyak kasus bullying terjadi di kalangan siswa setingkat SMP hingga SMA/SMK sederajat. Oleh karena itu, kegiatan ini sangat relevan untuk membuka wawasan siswa, guru, dan masyarakat,” ujar Fauzan.
Beliau juga mengungkapkan bahwa Dewan Pendidikan Provinsi Riau bekerja sama dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi Riau dalam upaya pencegahan dan penanganan kasus bullying serta kekerasan seksual. Kerja sama ini diharapkan dapat memperkuat langkah-langkah preventif dan memberikan perlindungan yang lebih baik bagi anak-anak dan remaja.
“Mudah-mudahan seminar ini menjadi pembelajaran yang berharga bagi kita semua, tidak hanya untuk memahami dampak buruk bullying dan kekerasan seksual, tetapi juga untuk mencari solusi yang konkret agar perilaku ini dapat diminimalisir di lingkungan pendidikan,” tambah Fauzan.
Seminar ini menjadi wadah diskusi yang bermanfaat bagi para peserta dalam memahami pentingnya membangun budaya anti-bullying dan anti-kekerasan seksual. Dengan sinergi yang kuat antara Universitas, Lembaga Pendidikan, dan Instansi Pemerintah, diharapkan langkah-langkah pencegahan dapat terus ditingkatkan guna menciptakan lingkungan belajar yang aman dan mendukung tumbuh kembang siswa secara optimal.
Kepala Bidang SMK Dinas Pendidikan Provinsi Riau, Dr Arsen Simeru, SPd MKom turut memberikan pandangannya terkait isu bullying dan kekerasan seksual. Beliau menekankan pentingnya perhatian serius terhadap kedua masalah ini dan perlunya standar yang jelas untuk mendefinisikan perilaku bullying, agar tidak menjadi sesuatu yang dianggap remeh atau tidak terukur.
“Saat ini, bullying dan kekerasan seksual adalah isu yang harus kita perhatikan secara mendalam. Kita perlu memiliki standarisasi tentang apa itu bullying, sehingga permasalahan ini tidak menjadi sesuatu yang samar atau terus diabaikan. Dengan standarisasi ini, kita dapat menangani kasus-kasus tersebut secara efektif,” ujar Dr. Arsen.
Beliau juga menggarisbawahi pentingnya pendidikan karakter sebagai bagian dari solusi jangka panjang untuk menangani perilaku bullying dan kekerasan seksual di kalangan pelajar. Pendidikan karakter yang menanamkan nilai-nilai akhlak dan etika harus menjadi prioritas dalam sistem pembelajaran di sekolah.
“Kita harus memikirkan pendidikan karakter, akhlak, dan etiquette (sikap dan perilaku). Oleh karena itu, diperlukan penyesuaian dalam pembelajaran untuk memastikan bahwa pembentukan karakter menjadi bagian integral dari proses pendidikan,” lanjutnya. (Walida)