YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Dalam acara kolaborasi antara Majelis Ekonomi Bisnis dan Pariwisata dengan Lembaga Kajian dan Kemitraan Strategis Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Muhadjir Effendy mengatakan bahwa ketimpangan ekonomi tengah menjadi masalah serius yang mesti segera dicari solusinya.
Mantan Menko PMK itu mengatakan, meski pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di atas 5 persen, tapi ironisnya angka pengangguran meningkat dan daya beli masyarakat menurun. Tanpa teori yang rumit, Muhadjir menganalisis bahwa sedang terjadi ketimpangan yang tinggi di masyarakat. Yang mana akumulasi kekayaan hanya mengalir ke kelompok tertentu.
“Ketika angka pengangguran kita tinggi dan daya beli masyarakat rendah, tidak usah pakai teori yang panjang-panjang, itu berarti tingkat ketimpangan kita tinggi. Artinya, pertumbuhan ekonomi kita ngumpul di kalangan tertentu,” ujarnya dalam Simposium Al-Maun yang mengundang 50 ekonom di SM Tower Malioboro (11/8).
Oleh karena itu, ia mendorong majelis terkait untuk segera melakukan kolaborasi dengan pemerintah. Mensinkronkan program majelis dengan program pemerintah di sektor ekonomi sesuai Asta Cita Presiden Prabowo Subianto.
“Pokoknya Muhammadiyah itu dalam kaitannya dengan pemerintah selalu bermitra. Muhammadiyah sebagai mitra strategis pemerintah,” ucap Muhadjir.
Menurutnya, hubungan kemitraan antara Muhammadiyah dan pemerintah ini dari jauh hari telah tertuang di dalam kepribadian Muhammadiyah. Yang mana Muhammadiyah selalu hadir membantu pemerintah untuk mencapai tujuan negara yang adil dan makmur.
Dalam hubungan trategis ini, Mantan Rektor UMM tersebut menjelaskan bahwa Muhammadiyah selalu mengambil posisi mendukung program-program pemerintah, melengkapi kekurangan dari program-program yang ada, membantu, atau bahkan menyempurnakannya. Dengan catatan, tetap kritis, korektif, dan bijaksana.
“Mitra sejati itu bukan mitra yang sekedar mendukung, tapi juga mitra yang siap memberikan koreksi, tapi dengan cara-cara yang bijak,” tegasnya.
Sebagaimana hal ini telah dilakukan oleh seluruh pimpinan Muhammadiyah sejak generasi awal hingga sekarang, yakni memposisikan pemerintah sebagai mitra strategis dalam pembangunan bangsa.
Di akhir sambutannya, Muhadjir berharap Muhammadiyah dapat menunjukkan wajahnya sebagai social enterprise. Menurutnya hal ini dapat menjadi kunci dari ekonomi Al-Maun yang digagas Muhammadiyah. Selain memiliki wajah sosial, Muhammadiyah juga memiliki wajah bisnis. Tanpa kedua hal itu, baginya mustahil bagi Muhammadiyah dapat membawa diri sebagai organisasi yang luwes dan dapat bersaing, berkompetisi, dan berperang di dunia yang sangat cepat.
“Kita tidak mungkin lagi seperti Muhammadiyah awal yang didukung oleh para saudagar kaya. Kita sudah tidak bisa lagi untuk mengandalkan orang-orang berpunya ini untuk mendukung kegiatan Muhammadiyah. Jadi Muhammadiyah harus menjadi kaya sendiri, tidak mengandalkan orang kaya mendukung Muhammadiyah. Bagaimana membuat Muhammadiyah menjadi kaya inilah yang disebut social enterprise,” paparnya.
Meski begitu, menurutnya Muhammadiyah sekarang tak perlu menolak jika ada yang ingin memberikan bantuan. Namun tetap berdiri sebagai organisasi yang elegan. Sebagaimana tafsir AR Fachrudin tentang Islam berkemajuan, yakni Islam yang tidak hobi mengemis dan selalu nyah-nyoh (memberi). (diko)