YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Penanganan diabetes tidak dapat disamaratakan, termasuk pada kasus diabetes Maturity Onset Diabetes of the Young (MODY) yang membutuhkan pendekatan terapi berbeda dibandingkan jenis diabetes lainnya. Ketidaktepatan penanganan MODY tidak hanya berpotensi menurunkan kualitas hidup pasien, tetapi juga meningkatkan risiko terjadinya komplikasi jangka panjang.
Dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) sekaligus Dokter Spesialis Penyakit Dalam RS PKU Gamping, dr. Wahyu Tri Kurniawan, Sp.PD, menegaskan bahwa karakteristik diabetes MODY membuat sebagian pasien sebenarnya tidak memerlukan terapi agresif, seperti insulin, sejak awal diagnosis.
“Pada beberapa pasien MODY, kontrol gula darah dapat dicapai dengan obat oral tertentu atau bahkan cukup melalui pemantauan yang ketat. Namun, jika sejak awal disamakan dengan diabetes tipe lain, pasien justru berisiko menerima terapi yang berlebihan,” jelas dr. Wahyu kepada Humas UMY, Selasa (23/12).
Ia menjelaskan, penggunaan terapi yang tidak sesuai dapat menimbulkan berbagai risiko medis, mulai dari hipoglikemia hingga beban psikologis akibat ketergantungan pada pengobatan jangka panjang. Kondisi ini menjadi perhatian serius, terutama bagi pasien usia produktif yang masih aktif bekerja dan menjalani aktivitas sehari-hari.
Selain risiko medis jangka pendek, dr. Wahyu juga menyoroti dampak jangka panjang apabila diabetes MODY tidak dikelola secara tepat. Ketidakterkendalian kadar gula darah dalam waktu lama berpotensi memicu komplikasi kronis, seperti gangguan pembuluh darah, ginjal, dan saraf, meskipun gejala awal MODY kerap tidak menonjol.
“Karena gejalanya bisa sangat minimal, pasien sering merasa dalam kondisi baik-baik saja. Padahal, tanpa penanganan yang tepat, komplikasi dapat berkembang secara perlahan dan tidak disadari,” ujarnya.
Oleh karena itu, dr. Wahyu mengingatkan pentingnya kewaspadaan, baik bagi tenaga medis maupun masyarakat. Riwayat diabetes dalam keluarga, usia onset yang relatif muda, serta respons pengobatan yang tidak lazim perlu menjadi sinyal untuk melakukan evaluasi dan pemeriksaan lebih lanjut.
“Pesan utamanya adalah kewaspadaan. Jika ditemukan pola diabetes yang tidak khas, jangan ragu untuk mengevaluasi ulang diagnosis. Ketepatan diagnosis dan terapi akan sangat menentukan kualitas hidup pasien di masa depan,” pungkasnya. (NF)

