Lebaran Mengajarkan Kita Arti Rindu, Maaf, dan Kasih Sayang
Oleh: Furqan Mawardi Ketua Lembaga Pengembangan Cabang, Ranting, Masjid dan Pesantern PWM Sulbar
Lebaran adalah lebih dari sekadar perayaan. Ia adalah momen yang mengajarkan kita tentang arti rindu yang tertahan, maaf yang ditunggu, dan kasih sayang yang menyatukan. Dalam perjalanan hidup yang sibuk dan penuh tantangan, Lebaran datang sebagai peringatan bahwa hubungan antar manusia jauh lebih berarti dari sekadar pencapaian duniawi. Lebaran bukan hanya tentang pakaian baru atau hidangan lezat, tetapi tentang hati yang kembali bersih, keluarga yang kembali erat, dan kasih sayang yang kembali mengalir tanpa sekat.
Setahun penuh, banyak di antara kita yang terpisah oleh jarak dan waktu. Ada anak yang merantau jauh dari orang tuanya, ada saudara yang lama tak bersua, dan ada sahabat yang tak sempat berjumpa. Namun, Lebaran menyatukan kembali jiwa-jiwa yang lama merindu. Pelukan yang erat, tatapan yang penuh haru, dan tangis yang tak terbendung menjadi bukti bahwa rindu itu nyata dan tak pernah mati.
Rindu adalah anugerah yang diberikan Allah agar manusia tak lupa dari mana ia berasal. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an:
"Dan Kami ciptakan kamu berpasang-pasangan." (QS. An-Naba': 8)
Ayat ini mengingatkan bahwa manusia tidak diciptakan untuk sendiri. Ia butuh keluarga, sahabat, dan orang-orang tercinta untuk berbagi kebahagiaan dan menguatkan di saat sulit. Lebaran menjadi bukti nyata bahwa rindu yang terpendam bisa menjadi pemersatu yang indah.
Maaf yang Ditunggu
Tidak ada manusia yang luput dari kesalahan. Setahun berlalu, mungkin ada kata-kata yang menyakiti, perbuatan yang melukai, atau sikap yang menyinggung. Namun, Lebaran hadir sebagai ajang untuk saling memaafkan. Tidak ada dendam yang layak dipelihara, karena memaafkan adalah tanda hati yang besar dan jiwa yang damai.
Rasulullah ﷺ bersabda:
"Barang siapa yang memberi kelapangan (maaf) kepada orang lain, maka Allah akan memberi kelapangan baginya di dunia dan di akhirat." (HR. Muslim)
Memaafkan bukan sekadar ucapan, tetapi ketulusan hati untuk menghapus luka lama dan memberi kesempatan baru. Saat kita saling berpelukan, mengucapkan “minal aidin wal faizin,” itu bukan hanya kata-kata, tetapi janji bahwa hubungan ini layak untuk diperbaiki dan dijaga.
Kasih Sayang yang Menyatukan
Lebaran juga mengajarkan kita bahwa dunia ini tidak akan indah tanpa kasih sayang. Ketika seorang ibu dengan penuh cinta memasak hidangan untuk keluarganya, ketika seorang ayah dengan ikhlas memberikan nafkahnya, atau ketika saudara saling berbagi kebahagiaan, di situlah kasih sayang hadir dalam bentuk yang paling nyata.
Allah berfirman:
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, kelak Allah Yang Maha Pengasih akan menanamkan dalam (hati) mereka kasih sayang." (QS. Maryam: 96)
Lebaran bukan hanya tentang kebersamaan fisik, tetapi juga kebersamaan hati. Dalam setiap suapan makanan yang diberikan dengan cinta, dalam setiap salam yang diucapkan dengan tulus, dan dalam setiap doa yang dipanjatkan untuk orang-orang terkasih, kasih sayang itu terasa nyata dan menyatukan.
Lebaran mengajarkan kita bahwa hidup ini tidak hanya tentang diri sendiri. Ada rindu yang harus dipenuhi, ada maaf yang harus diberikan, dan ada kasih sayang yang harus terus dijaga. Jangan biarkan Lebaran hanya menjadi momen sesaat yang hampa tanpa makna. Biarkan ia menjadi titik awal untuk hubungan yang lebih baik, untuk hati yang lebih tulus, dan untuk hidup yang lebih penuh berkah.
Semoga kita semua termasuk dalam golongan orang-orang yang mampu mengambil pelajaran dari Lebaran, dan menjadikannya sebagai momen untuk memperbaiki diri dan memperkuat tali silaturahim. Taqabbalallahu minna wa minkum. Selamat Hari Raya Idul Fitri!