Muhammadiyah Mulai Terapkan Literasi Fisik pada Sektor Pendidikan

Publish

15 July 2024

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
102
Foto Istimewa

Foto Istimewa

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Saat ini Muhammadiyah telah memiliki 168 Peguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiyah (PTMA) dan ribuan sekolah. Alasan dipilihnya sektor pendidikan karena anak yang datang ke sekolah dan aktif di sekolah berpotensi lebih besar untuk meraih prestasi. Maka dari itu, dibutuhkan literasi fisik melalui Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan (PJOK) yang berkualitas, sehingga literasi fisik dapat berkembang secara menyeluruh. 

Alasan ini disampaikan oleh Dr. Gatot Sugiharto, S.H., M.H. selaku ketua Lembaga Pengembangan Olahraga (LPO) Pimpinan Pusat Muhammadiyah dalam Workshop Peningkatan Aktivitas Jasmani dan Mengurangi Perilaku Sedenter pada Siswa Sekolah Dasar Muhammadiyah, yang digelar di Amphitheater A Fakultas Kedokteran Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta pada Rabu (10/7/2024).

Menurutnya setiap orang harus memahami apa itu literasi fisik. Gatot menjelaskan literasi fisik mencakup pengetahuan, keterampilan, dan motivasi untuk aktif bergerak seumur hidup. Untuk itu, Muhammadiyah mulai dalam menerapkan literasi fisik di seluruh jenjang pendidikan.

“Pada jenjang KB-TK literasi fisik dikemas dalam bentuk permainan dan ide pembelajaran sehari-hari. Pada jenjang SD literasi fisik diterapkan dengan memperlama waktu istirahat untuk aktif secara fisik, memasukkan aktivitas fisik untuk pelajaran non-PJOK, dan mendorong ekstrakurikuler yang banyak melakukan aktivitas fisik,” jelas Gatot.

Lebih lanjut, Gatot menjelaskan pada jenjang SMP hingga SMA literasi fisik dapat diterapkan dengan memfasilitasi perkembangan ekspertis olahraga dalam pembelajaran PJOK dan memperkenalkan pembelajaran aktivitas fisik di luar sekolah melalui ekstrakurikuler.

“Terakhir, pada jenjang perguruan tinggi literasi fisik dapat diterapkan dengan menambah mata kuliah olahraga, memperbaiki fasilitas guna menunjang aktivitas fisik dalam kampus, mengembangkan program studi dan fakultas ilmu keolahragaan, dan mengadakan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang berkaitan dengan aktivitas fisik,” tegasnya.

Kurangi Perilaku Sedenter

“Data menunjukkan sebesar 81% remaja (usia 11-17 tahun) dan 27,5% orang dewasa belum melakukan aktivitas jasmani dalam jumlah yang cukup di tahun 2016. Untuk itu, organisasi kesehatan dunia atau World Health Organization (WHO) menerbitkan panduan aktivitas jasmani tahun 2020 untuk mengurangi perilaku sedenter di seluruh dunia,” ungkap Fitria. 

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Fitria Dwi Andriyani, M.Or., Ph.D., dosen Fakultas Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan UNY dalam Workshop Peningkatan Aktivitas Jasmani dan Mengurangi Perilaku Sedenter pada Siswa Sekolah Dasar Muhammadiyah, pada Rabu (10/7/2024) di Amphitheater A Fakultas Kedokteran Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta.

Dalam panduannya WHO menganjurkan kepada anak usia 5-17 tahun untuk melakukan aktivitas jasmani setidaknya rata-rata 60 menit per hari. Aktivitas fisik tersebut meliputi aerobik dengan intensitas sedang-tinggi atau aktivitas singkat lainnya, latihan kekuatan otot dan tulang selama tiga kali seminggu, dan aktivitas ringan selama beberapa jam per hari.

WHO memberikan rekomendasi agar anak dan remaja selalu melakukan aktivitas jasmani karena memiliki manfaat bagi kesehatan. Dengan memulai aktivitas jasmani dalam jumlah kecil dan bertahap, serta memberikan kesempatan yang aman dan adil bagi mereka untuk ikut serta dalam aktivitas jasmani yang menyenangkan.

Tak hanya itu, WHO juga memberikan panduan perilaku sedenter pada anak usia 5-17 tahun. WHO menyarankan agar anak dan remaja membatasi perilaku sedenter dengan membatasi jumlah waktu yang dihabiskan untuk duduk di depan layar televisi, gawai, ataupun laptop, untuk keperluan rekreasi. 

“Duduk dalam waktu yang lama di depan alat berbasis layar dapat menghilangkan manfaat yang diperoleh dari aktivitas jasmani, sehingga harus diberi jeda sesering mungkin. Oleh karena itu, batasilah waktu duduk yang lama dan gantilah dengan setidaknya aktivitas jasmani yang ringan,” ungkap Fitria. 

Interaksi sosial yang positif pada anak dan remaja perlu didukung oleh sekitar, utamanya orang tua. Terlebih dalam penggunaan alat berbasis layar perlu diatur dengan mendiskusikan batas waktu dan konten yang sesuai dengan usia anak dan remaja. Pasalnya WHO telah menetapkan gaming disorder atau ketergantungan pada game sebagai suatu penyakit mental. 

Dampak Buruk Perilaku Sedenter 

Baru-baru ini sebuah studi menemukan hampir sepertiga atau 31% dari populasi orang dewasa di dunia, yakni sebanyak 1,8 miliar orang dewasa tidak aktif secara fisik. Artinya mereka tidak memenuhi rekomendasi global untuk melakukan aktivitas fisik dengan intensitas sedang selama 150 menit per minggu. Jika tren ini terus berlanjut, proporsi orang dewasa yang tidak memenuhi tingkat aktivitas fisik, akan meningkat menjadi 35% pada tahun 2030.

Fakta ini disampaikan oleh Dr. dr. Rachmah Laksmi Ambardini, M.Kes. dalam Workshop Peningkatan Aktivitas Jasmani dan Mengurangi Perilaku Sedenter pada Siswa Sekolah Dasar Muhammadiyah, pada Rabu (10/7/2024) di Amphitheater A Fakultas Kedokteran Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta.

Rachmah Laksmi Ambardini atau biasa disebut Dini merupakan dosen Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Yogyakarta. Dalam workshop tersebut Dini memaparkan materi dampak buruk perilaku sedenter terhadap kesehatan fisik, fungsi kognitif, dan kesehatan mental. 

“Kurangnya aktivitas fisik merupakan kontribtor utama terhadap kelebihan berat badan dan kurangnya kebugaran fisik,” ungkap Dini.

Terdapat korelasi antara perilaku sedenter dan obesitas, terutama pada kelompok usia 6-11 tahun dan 12-19 tahun yang mengalami kenaikan tajam. Perilaku sedenter juga berdampak buruk pada postur tubuh.

“Perubahan postur tubuh yang buruk seperti perubahan postur kepala depan dan ketidakaktifan yang berkepanjangan menjadi alasan utama meningkatnya prevalensi nyeri punggung,” jelas Dini.

Studi menunjukkan bahwa postur tubuh yang buruk membuat orang menjadi lebih takut, tidak ramah, gugup, dan lamban, ini berkaitan dengan kesehatan mental penderita. Berkaitan dengan fungsi kognitif, sebuah studi pada gamer muda telah menemukan bahwa beberapa jam bermain game yang intens dapat menguras kemampuan fungsi kognitif. 

“Korteks prefrontal otak adalah pusat komando fungsi kognitif. Di sinilah otak mengeksekusi rencana, memusatkan perhatian, dan menerapkan disiplin diri,” jelas Dini. (IAF)


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Berita

JAKARTA, Suara Muhammadiyah - SMK Muhammadiyah 1 Jakarta adakan Workshop Pelatihan Menulis dengan me....

Suara Muhammadiyah

13 December 2023

Berita

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Masih adanya pemahaman keagamaan yang mendiskriminasi perempuan dan....

Suara Muhammadiyah

15 May 2024

Berita

BANDAR LAMPUNG, Suara Muhammadiyah - Pengukuhan 3 Cabang Muhammadiyah, yaitu Pimpinan Cabang Muhamma....

Suara Muhammadiyah

4 November 2023

Berita

KLATEN, Suara Muhammadiyah - Program Studi S1 Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Klaten mengad....

Suara Muhammadiyah

6 April 2024

Berita

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Dalam menghadapi era Industri 5.0 Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Mu....

Suara Muhammadiyah

30 September 2023

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah