MAKASSAR, Suara Muhammadiyah - Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Sulsel berkolaborasi dengan Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar kembali menggelar diskusi buku dengan judul "Dunia Barat dan Islam: Visi Ulang Kemanuisiaan Universal". Diskusi digelar di Aula Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Unismuh Makassar, Sabtu, 6 Juli 2024.
Buku tersebut ditulis oleh Dr (HC) dr Sudibyo Markus MBA, yang merupakan salah satu Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah pada periode 2005-2010. Ia juga tercatat sebagai salah seorang pendiri Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM).
Sudibyo berlatar belakang profesi dokter, dan pernah berkiprah di Kementerian Sosial hingga berbagai lembaga kemanusiaan internasional. Saat ini masih tercatat sebagai penasihat Majelis Pembinaan Kesehatan Umum PP Muhammadiyah.
Diskusi buku bertajuk "Muhammadiyah Studies Talk Volume VI" dengan tema "Refleksi Visi Kemanusiaan Universal, Kebangsaan dan Keumatan Muhammadiyah: Membincang Ulang Relasi Barat- Islam.
Narasumber yang hadir dalam diskusi buku, yakni penulis Sudibyo Markus, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulsel Prof Arifuddin Ahmad, dan Antropolog UIN Alauddin Wahyuddin Halim PhD. Diskusi dipandu Dr Muhammad Yahya Mustafa, Wakil Ketua MPI PWM Sulsel.
Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulsel Prof Ambo Asse, yang juga merupakan Rektor Unismuh Makassar, dalam sambutannya menyebut, diskusi buku ini tepat apalagi Muhammadiyah terus menggalakkan proses internasionalisasi.
"Selain kehadiran Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah, saat ini sudah ada perguruan tinggi di Malaysia, ada sekolah di Australia dan Mesir serta di beberapa negara akan segera hadir," terang Ambo Asse.
Buku yang dibahas, lanjutnya, akan memberi pemahaman dan pengetahuan tentang relasi dan interaksi Barat dan Islam.
Ambo Asse juga menyinggung sosok penulis. "Saya mengenal Pak Sudibyo sudah lama sejak ber-IMM. Beliau adalah pendiri IMM, sedangkan saya pernah menjadi Sekretaris Umum Dewan Pimpinan Daerah IMM Sulawesi Selatan dan Tenggara tahun 1976," ungkapnya.
*Tantangan Kemanusiaan*
Dalam pemaparannya, Sudibyo membahas berbagai permasalahan kemanusiaan yang dihadapi dunia saat ini, seperti perubahan iklim, kesenjangan antar negara, dan xenophobia. Ia mengutip laporan ICVA (2018) yang membahas penyempitan ruang gerak kemanusiaan, serta pentingnya kolaborasi antara aktor kemanusiaan, sektor swasta, dan militer dalam menghadapi tantangan ini. Menurutnya, dunia tanpa Islam bukanlah solusi, melainkan perlu adanya kerjasama lintas agama untuk menyelesaikan masalah global.
Sudibyo menekankan bahwa banyak konflik yang terjadi bukanlah konflik agama, melainkan bentuk pemanfaatan agama oleh kekuatan politik untuk melebarkan kekuasaan. Ia merujuk pada karya Arnold Toynbee dan Graham Fuller yang menyoroti bahwa sekularisme politik lebih sering menjadi penyebab permusuhan terhadap Islam. Dalam konteks ini, umat beragama perlu bersatu untuk menghadapi masalah kemanusiaan global seperti kemiskinan dan pemanasan global.
Sudibyo menguraikan tiga tonggak penting dalam upaya perdamaian global, yakni Konsili Vatikan II, Kalimat Sawa, dan Deklarasi Human Fraternity di Abu Dhabi. Menurutnya, inisiatif ini menunjukkan upaya nyata untuk mengakui kemanusiaan universal dan pentingnya dialog antar agama. Ia juga mengutip pemikiran Karl Rahner dan Graf Frans Magnis Suseno yang menyoroti peran gereja dalam mengakui kemanusiaan universal.
Sudibyo mengajak Muhammadiyah untuk memperkuat visinya terkait kemanusiaan universal. Ia menyoroti pentingnya strategi di bidang fikih kemanusiaan, pencegahan konflik, pelestarian lingkungan, dan perlindungan kemanusiaan.
*Prinsip Visi Kemanusiaan*
Penanggap pertama, Prof Arifuddin Ahmad menceritakan pengalamannya sebagai pengurus Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) berjumpa dengan Paus Benediktus XVI pada tahun 2014. Pertemuan ini menjadi salah satu langkah konkret dalam menjalin dialog dan memperkuat hubungan antara Islam dan Barat.
Arifuddin melanjutkan, sejarah telah mencatat banyak pertemuan antara Barat dan Islam yang dimulai dari masa Rasulullah SAW, penguasaan Spanyol oleh umat Islam pada tahun 711 M, dan penaklukan Konstantinopel oleh Sultan Mehmed II pada tahun 1453 M.
Arifuddin menyatakan bahwa visi kemanusiaan universal harus didasarkan pada prinsip-prinsip kebenaran, keadilan, dan kasih sayang. Ia mengutip Al-Qur'an, surat Ali Imran ayat 64, yang menyerukan dialog dan kerja sama antara umat beragama.
"Seruan yang digunakan dalam Al-Qur'an terkadang menggunakan 'ya ayyuhan nas' atau 'ya bani Adam', sedangkan kepada Barat yang diidentikkan sebagai ahli kitab digunakan narasi 'ya ahlal kitab'. Ini menunjukkan bahwa Islam selalu membuka pintu dialog dengan segala umat untuk menciptakan perdamaian dan keharmonisan," ungkap Guru Besar Ilmu Hadits UIN Alauddin itu.
Ia menekankan pentingnya memadukan semangat Konsili Vatikan II dan kalimatun sawa' untuk menciptakan perjumpaan antar budaya yang didasari nilai-nilai universal.
*Ensiklopedia Barat - Islam*
Penanggap kedua, Wahyuddin Halim menilai buku yang ditulis Sudibyo cukup tebal, dapat disebut sebagai ensiklopedia memuat perjumpaan Islam dan Barat.
Buku ini, kata Wahyuddin, merupakan buku pertama yang ditulis orang Indonesia, yang cukup lengkap menuliskan perjalanan perjumpaan Islam dan Barat, baik pada awal kehadirannya, pada era kejayaan Islam di Andalusia dan Istanbul, serta info terbaru dialog Barat dan Islam dalam menghadirkan kesetaraan.
"Meskipun menulis buku setebal 571 halaman, namun Pak Sudibyo mampu menulis dengan bahasa populer yang mudah dicerna generasi milenial. Ini tantangan kita saat ini, makalah yang puluhan lembar saja, kadang tidak dibaca tuntas oleh mahasiswa, salah satunya mungkin karena bahasanya yang berat, di sini kelebihan buku ini," ungkap Wahyuddin.
Ia akan merekomendasikan buku tersebut kepada mahasiswa jurusan perbandingan agama, maupun mahasiswa pascasarjana yang menggeluti isu relasi Barat dan Islam. Apalagi buku tersebut juga telah diterbitkan dalam versi Bahasa Inggis dan Arab.
Hal lain yang juga diapresiasi Wahyuddin, yakni stamina intelektual Sudibyo Markus, yang masih tetap bergairah dalam menulis, meskipun telah berusia sepuh, sekitar 83 tahun.
Ketua MPI PWM Sulsel, Hadisaputra, dalam laporannya mengatakan, diskusi buku yang dilakukan merupakan seri keenam dalam upaya memperkuat literasi serta sebagai wahana refleksi bagi pergerakan Muhammadiyah.
Buku yang sudah pernah didiskusikan antara lain, Risalah Islam Berkemajuan, Jalan Baru Moderasi Beragama, Strategi Pembinaan Kader dan Jamaah Muhammadiyah, Dilema Purifikasi Muhammadiyah antara Progresivisme dan Konservatisme, serta buku Covering Muhammadiyah.
Pada akhir acara Wakil Ketua PWM Sulsel, Dr Dahlan Lamabawa menyerahkan gambar karikatur Sudibyo Markus. Karikatur tersebut dibuat oleh Kartunis Unismuh, Makmun.
Diskusi buku diikuti ratusan peserta dari kalangan Pimpinan Muhammadiyah, organisasi otonom, dosen, maupun mahasiswa.