JAKARTA, Suara Muhammadiyah - Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Abdul Mu’ti, MEd prihatin dengan budaya literasi masyarakat yang masih minim. Sembari mempersoalkan kebiasaan masyarakat yang sering ‘ngrasani’ atau bergunjing baik lewat aplikasi percakapan (chat) maupun media sosial.
“Daripada menulis WA dan chat yang isinya itu ‘ngrasani’ orang saja gitu, atau misalnya repost berita-berita 'sampah', mengapa tidak kemudian menuangkan gagasan itu dan kemudian pada waktunya kalau ada penerbit syukur bisa diterbitkan. Kalau misalnya tidak pada saatnya itu akan menjadi sebuah dokumen penting,” ungkap Abdul Mu’ti saat menyampaikan sambutan dalam Malam Penganugerahan Fachrodin Award 2023 di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Selasa (28/11).
Dirinya mencontohkan buuku Kiai Suja yang merupakan memoar sebagai seorang murid Kia Haji Ahmad Dahlan dan banyak buku sejarah Muhammadiyah masa awal ditulis oleh para murid KH Ahmad Dahlan. Sementara itu, KH Ahmad Dahlan mewariskan dalam bentuk gagasan besar, semangat dan amal usaha yang juga belum banyak terbangun pada waktu itu.
Maka Fachrodin Award berusaha untuk mengangkat berbagai kekayaan yang dimiliki Muhammadiyah yang selama ini belum bisa dan tidak terjangkau oleh publikasi-publikasi besar dari para peneliti. Baik di tingkat nasional maupun internasional bisa diangkat dengan Citizen Journalism (jurnalisme warga) yang memiliki pesan yang luar biasa.
Banyak perubahan terjadi karena jurnalisme warga yang memotret suatu peristiwa dan menjadi sebuah gerakan besar yang membuat perubahan terjadi dalam lingkup yang luas. Perubahan yang bisa terjadi bukan dalam hitungan hari sebenarnya hitungannya bisa hitungannya bisa menit hitungannya bisa jam.
Termasuk meningkatkan kebiasaan menulis, kekuatan seorang ilmuwan ada pada kemampuannya menggagas berbagai hal yang mungkin gagasan itu pada saat tertentu tidak diterima, tapi pada saat yang lama, pada konteks sejarah suatu bangsa dia akan menjadi salah satu inspirasi yang membuat perubahan bisa dan sangat mungkin terjadi.
Abdul Mu’ti berharap Fachrodin Award bisa terus dilaksanakan sebagai bagian dalam menginspirasi dan menjadi bagian mencerahkan umat dan membangun bangsa. Dirinya mengapresiasi gelaran Fachrodin Award sebagai sarana meningkatkan tradisi literasi warga Muhammadiyah. Fachrodin Award 2023 juga menjadi sumbangsih Muhammadiyah dalam tradisi literasi termasuk literasi digital.
Seperti namanya Fachrodin Award yang diangkat dari tokoh Muhammadiyah H Fachrodin, dirinya adalah tokoh pers yang merintis Majalah Suara Muhammadiyah dan juga Pahlawan Nasional. H Fachrodin memelopori dan menghidupkan tradisi literasi dan jurnalistik. Termasuk sosok yang haus ilmu dan membaca.
H Fachrodin merupakan sosok yang sangat menarik, Abdul Mu’ti menyarankan Fachrodin Award dilaksanakan pada bulan Juni karena pada bulan itu merupakan kelahiran Majelis Pustaka. Abdul Mu’ti mengutip buku Kiai Sudja yang memiliki judul asli Muhammadiyah dan Para Pendirinya.
Kemudian buku itu ditulis ulang dan diberi judul buku itu dengan Islam Berkemajuan: Kisah-Kisah KH Ahmad Dalan dan Muhammadiyah Masa Awal. Pada tanggal 17 Juni malam dilakukan semacam pelantikan kepala bahagian di PP Muhammadiyah, dulu Hoftbestuur Muhammadiyah, ada empat kepala bagian yang dilantik.
Pertama Bagian Pengajaran ketuanya Kiai Hisyam, kedua Bagian Tabligh ketuanya Haji Fachrodin, ketiga Ketua Bagian Pustaka KH Mochtar dan Bagian Penolong Kesengsaraan Umum KH Sudja.
“Saat itulah kemudian Kiai Mochtar sebagai sebagai ketua bagian pustaka itu mencanangkan bahwa Muhammadiyah harus punya penerbitan yang bernama majalah, kemudian penerbitan buku-buku agama dan dakwah yang di diproduksi atau diterbitkan dengan cara berlangganan baik yang bayar maupun yang prodeo bahasanya prodeo. Nah prodeo itu artinya gratis,” ungkap Abdul Mu’ti.
Hal itu ternyata menjadi bagian awal dari Muhammadiyah kemudian menjadi organisasi Islam yang menggunakan media sebagai sarana dakwahnya.
Para Peraih Fachrodin Award 2023
Selanjutnya, Abdul Mu’ti mengulas juga sisi menarik H Fachrodin yang merupakan sosok otodidak. Dalam buku Djarnawi Hadikusumo Matahari - Matahari Muhammadiyah, H Fachrodin tidak memiliki pendidikan formal, dirinya menggunakan media sebagai sarana perjuangan. Jadi pada konteks itulah sebenarnya arti penulisan itu menjadi penting dalam konteks dakwah dan dalam konteks perjuangan umat Islam
KH Fachrodin ini juga termasuk kiai yang revolusioner karena memang menempuh cara-cara yang berani termasuk menggerakkan para petani untuk berontak melawan Belanda . H Fachrodin melakukan perjuangan yang luar biasa, sehingga sudah mendapat gelar pahlawan dan termasuk asabiqunal awalun Muhammadiyah.
“Tradition of writing inilah yang membuat Muhammadiyah juga memang menjadi gerakan Islam yang meneruskan apa yang kemudian menurut saya diwariskan oleh nabi ketika beliau menerima wahyu dari Allah memerintahkan para sahabat untuk menulisnya dan tradition of writing tradition, of literacy itulah yang mulai dibangun dalam dakwah Nabi Muhammad pada masa-masa awal Islam itu,” ungkap Abdul Mu’ti.
Oleh karena itu Fachrodin Award dalam konteks yang lebih luas lagi sesungguhnya orang menulis itu tidak sekedar untuk bagaimana dia menuangkan gagasan dalam bentuk tulisan atau menuangkan memotret gambar sebagai bagian menyampaikan message (pesan) tapi juga bagian dari melakukan berbagai upaya perjuangan dan juga menyampaikan berbagai gagasan untuk memberikan pencerahan.
Termasuk era saat ini sudah sudah menjadi dunia digital di mana Muhammadiyah perlu membangun dan mengembangkan pempat hal, yang menurut Abdul Mu’ti sudah sangat mendesak. Pertama digital literacy yang menjadikan insan-insan yang masuk dalam dunia digital baik native (asli) maupun migrant (bermigrasi) harus dijadikan sebagai bagian dari sebuah movement (gerakan) di Muhammadiyah. Kedua, digital culture (budaya digital), ini lebih tinggi dari digital literacy di mana kebiasaan menulis dan berbagai hal yang menjadi bagian penting dalam menyampaikan pesan harus menjadi bagian dari budaya kita kemudian.
Ketiga yaitu digital industry, sekarang dunia digital sudah menjadi industri yang menarik sehingga ketika koran-koran sudah mulai sudah mulai tutup tapi media digital, media online sekarang memang menjadi pilihan dan bisa lebih lebih real time dan menjangkau secara lebih luas. “Itulah yang menurut saya harus menjadi bagian dari industri yang Muhammadiyah perlu punya,” tutur Abdul Mu’ti.
Keempat, dakwah dan perjuangan lewat digital (digital misionary), pada awalnya Muhammad menjadi organisasi yang sangat leading bahkan menjadi pionir dalam dakwah melalui berbagai media, khususnya media tulisan. “Kalau empat ini kita bisa kembangkan bersama-sama, saya kira banyak hal yang bisa kita lakukan,” tandasnya.
Hadir dalam agenda ini Ketua PP Muhammadiyah Prof Dadang Kahmad, Dr Saad Ibrahim, Ketua Majelis Pustaka Informasi (MPI) PP Muhammadiyah, Sekretaris Lazismu Pusat Gunawan Hidayat, serta perwakilan MPI dari seluruh Indonesia. Para peraih Fachrodin Award 2023 juga turut hadir untuk menerima penghargaan. (riz)