Oleh: Donny Syofyan
Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
Peristiwa Isra` dan Mi'raj merujuk pada dua bagian perjalanan malam yang luar biasa dialami oleh Nabi Muhammad SAW. Peristiwa ini disebut secara singkat dalam Al-Qur`an, “Mahasuci Dia yang telah mengadakan perjalanan malam hamba-Nya dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya, agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS 17:1).
Isra` (Perjalanan Malam) dan Mi'raj (Kenaikan) dianggap sebagai dua peristiwa yang terpisah namun terhubung. Isra` menandai malam ketika Nabi Muhammad secara ajaib diangkut dari Masjidil Haram di Makkah ke Masjidil Aqsa di Yerusalem. Dalam riwayat disebutkan Nabi Muhammad dibawa oleh Buraq, binatang dari surga, dan setibanya di Yerusalem, beliau mengimami shalat nabi-nabi lain di Masjid Al-Aqsa.
Sementara, mi'raj (Kenaikan) menjelaskan bagaimana Nabi Muhammad menaiki berbagai tingkatan langit, bertemu dengan berbagai nabi, termasuk Musa dan Isa sebelum akhirnya mencapai Sidratul Muntaha. Di sini, akhirnya beliau mendekati dan bercakap-cakap dengan Allah dan menerima perintah untuk melaksanakan salat lima kali sehari bagi umat Islam.
Isra dan Mi'raj dirayakan oleh umat Islam pada tanggal 27 bulan Rajab, yang dikenal sebagai Laylat al-Mi'raj. Peristiwa Isra dan Mi'raj dianggap sebagai manifestasi penting dari status istimewa Nabi Muhammad dan karunia ilahi yang diberikan kepadanya oleh Allah.
Isra` Mi’raj dianggap sebagai komunikasi unik dan langsung antara Allah dan Nabi Muhammad. Selama perjalanan ini, Allah memberikan instruksi dan panduan penting kepada Nabi, termasuk perintah bagi umat Islam untuk melaksanakan salat. Rincian khusus mengenai salat, termasuk jumlah salat harian, ditetapkan selama peristiwa ini.
Ibadah shalat adalah wujud penyerahan dan ketaatan kepada Allah. Peristiwa Isra` Mi'raj memperkuat keyakinan bahwa umat Islam harus menyerahkan diri kepada kehendak Allah dan menjalani rutinitas salat secara teratur dan disiplin sebagai aspek fundamental dari keimanan.
Perintah shalat juga menyibakkan bahwa tidak ada sekutu bagi Allah. Peristiwa Isra` dan Mi'raj memperkuat konsep bahwa Allah adalah satu-satunya pencipta, penopang, dan penguasa alam semesta. Tidak ada ruang untuk mitra, rekan, atau perantara dalam ibadah. Pendakian melewat langit hingga sampai ke Sidratul Muntaha menandakan transendensi keesaaan Allah di luar pemahaman manusia yang terbatas.
Hubungan dengan nabi-nabi sebelumnya juga pelajaran yang tak kalah krusial dalam perisiwa ini. Pertemuan Nabi Muhammad dengan berbagai nabi selama Mi'raj menekankan kelanjutan pesan monoteisme dan pentingnya salat sepanjang sejarah kenabian. Ini melambangkan kesatuan agama-agama Ibrahimik dan penekanan bersama pada penyembahan satu Tuhan yang sejati, yang kita kenal sebagai tauhid.
Nabi Muhammad bertemu dan memimpin shalat para nabi di Masjid Al-Aqsa di Yerusalem. Jemaat ini termasuk berbagai nabi, seperti Nabi Musa dan Isa. Kehadiran banyak nabi selama Isra dan Mi'raj menggarisbawahi persatuan pesan yang disampaikan oleh semua nabi sepanjang sejarah. Terlepas dari perbedaan dalam hukum dan peraturan spesifik mereka, pesan inti monoteisme, perilaku moral, dan pengabdian kepada Allah tetap konsisten di seluruh tradisi kenabian.
Nabi Muhammad berinteraksi dengan Nabi Musa dan Nabi Isa selama mi’raj. Ini melambangkan kontinuitas garis keturunan kenabian dan keterkaitan pesan yang disampaikan oleh para Rasul ini. Nabi Muhammad bertemu dengan Nabi Musa di langit keenam. Nabi Musa menyarankan agar Nabi Muhammad meminta Allah untuk mengurangi jumlah shalat harian, dari yang awalnya 50 kali menjadi 5 kali sehari.
Isra dan Mi'raj menegaskan legitimasi kenabian Nabi Muhammad dengan menempatkannya di jajaran nabi lain yang dihormati. Ini menandakan pengakuan Muhammad sebagai Nabi terakhir dalam barisan panjang para Rasul yang membawa wahyu terakhir dan lengkap, Al-Qur`an.