YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Bertempat di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Sabtu (27/9), Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang membidangi ketarjihan, Syamsul Anwar, menyampaikan apresiasinya kepada Majelis Tarjih dan Tajdid atas terselenggaranya Seminar Sehari Risalah Akidah Islam.
Dalam sambutannya, Syamsul Anwar menegaskan bahwa selama ini Muhammadiyah telah banyak membahas persoalan ibadah dan muamalah. Namun, kajian mengenai akidah dan akhlak belum terlalu mendapat perhatian yang memadai. Oleh karena itu, penyusunan risalah akidah ini menjadi penting sebagai pedoman umat dalam urusan akidah dan keyakinan.
Ia berpesan agar dalam penyusunan risalah tersebut perlu ditekankan wawasan tajdid. Tajdid yang dimaksud adalah pembaruan yang solutif terhadap berbagai kasus di lapangan, namun tetap menghormati kebudayaan lokal. Selain itu, Risalah Akidah Islam tidak boleh terikat kepada mazhab tertentu, meski bukan berarti anti terhadap mazhab.
Syamsul juga menekankan pentingnya perspektif keterbukaan, yakni kemampuan beradaptasi, berkomunikasi, serta memiliki keyakinan diri. Risalah ini harus berlandaskan pada semangat wasathiyah, tidak terlalu lemah dan tidak pula kaku dalam berislam, dengan tetap merujuk pada sumber utama yaitu Al-Qur’an dan Sunnah.
Lebih lanjut, pendekatan bayani perlu digunakan agar risalah ini mampu menjadi panduan yang aplikatif. Ia menegaskan bahwa risalah ini harus dirancang untuk menangkal gejala ateisme baru yang semakin meluas. “Ini bukan hasil penelitian, ini tuntunan, maka sentuhan irfani dalam risalah ini menjadi sangat penting,” ujarnya.
Menurutnya, perlu dirumuskan secara jelas inti dari akidah Muhammadiyah, sehingga dapat menjawab persoalan-persoalan praktis yang dihadapi umat di akar rumput. (diko)