MAKASSAR, Suara Muhammadiyah - Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar Maria Ulviani berhasil meraih gelar Doktor pada Program Pascasarjana Universitas Negeri Makassar.
Sidang Promosi Doktor dihelat pada Senin, 24 Juni 2024, di Ruang AD Lantai 5 PPs Kampus UNM Gunung Sari. Maria Ulviani mempertahankan disertasinya yang berjudul "Gerakan Pembebasan Intelektual Feminis dalam Novel Sastra Indonesia Modern (Kajian Pedagogi Feminisme)".
Dibimbing oleh Prof Dr Anshari, MHum (Promotor) dan Dr Mayong Maman, MPd (Kopromotor), penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bentuk gerakan pembebasan intelektual pedagogi feminis dalam novel sastra Indonesia modern dan mengetahui kontribusi gerakan pembebasan feminisme dalam novel "Kartini", "Menjadi Perempuan Terdidik", dan "Namaku Teweraut" terhadap materi pembelajaran sastra di perguruan tinggi.
Para penguji dalam sidang tersebut adalah Prof. Dr. Romansyah Sahabuddin, SE, M.Si (Penguji Internal), Prof. Dr. Mantasiah R, M.Hum (Penguji Internal), Dr. Muhammad Saleh, M.Pd (Penguji Internal), dan Prof. Dr. Muhammad Hasyim, M.Si (Penguji Eksternal).
Sumber data penelitian ini terdiri dari novel "Kartini" (2017) karya Abidah El Khalieqy, "Menjadi Perempuan Terdidik" (2013) karya Wiyatmi, dan "Namaku Teweraut" (2000) karya Sekaningsih. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumentasi, membaca, dan mencatat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk gerakan pembebasan intelektual meliputi: keterbukaan pendidikan, kebebasan berpikir dan berekspresi, kesempatan dalam bekerja, dan kesetaraan gender dalam kepemimpinan. Maria menjelaskan bahwa unsur-unsur tersebut mencakup pentingnya pendidikan yang adil dan kebebasan dalam menempuh pendidikan bagi perempuan, serta kebebasan menyampaikan pendapat dan melawan sistem patriarki. Kesempatan dalam bekerja mencakup keterampilan dan keadilan sosial, sementara kesetaraan gender dalam kepemimpinan melibatkan keberanian, integritas, dan keteladanan.
"Penelitian ini juga menemukan bahwa novel-novel tersebut mengandung unsur-unsur sastra yang dapat menjadi bahan ajar di perguruan tinggi. Etika yang terkandung dalam novel pedagogi feminisme sebagai bentuk pembebasan intelektual mengandung nilai-nilai seperti keberanian, kegigihan, kepedulian, kemandirian, kesetaraan, nasionalisme, pendidikan, dan religiusitas," ungkapnya.
Maria menambahkan bahwa estetika dalam novel Indonesia mengandung nilai penokohan yang kuat, tokoh pendukung, penggunaan majas yang bervariasi, alur cerita yang menarik, serta nilai-nilai moral yang disampaikan. "Budaya dan bahasa merupakan sistem yang melekat pada manusia. Novel Indonesia menggambarkan budaya dan tradisi yang perlu dilestarikan seperti nilai kehormatan dan kepatuhan, tata krama, gotong royong, dan kebersamaan, serta nilai keteguhan dan keberanian tanpa membatasi gerak dan akses perempuan dalam menempuh pendidikan," jelasnya.
Sebagai kesimpulan, penelitian Maria Ulviani memberikan kontribusi penting dalam memahami gerakan pembebasan intelektual feminis dalam novel sastra Indonesia modern dan relevansinya dengan materi pembelajaran sastra di perguruan tinggi. "Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan untuk mengembangkan kurikulum dan materi pembelajaran yang lebih inklusif dan berperspektif gender," tutupnya. (Hadi/Cris)