YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Sebagai seorang aktivis yang sering melakukan pendampingan kepada masyarakat marjinal, sosok Adib Nurhadi Harjoyasno tentu tidak asing lagi. Sebagai salah seorang punggawa di Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, usahanya dalam mendorong transformasi sosial di masyarakat tak diragukan. Mulai dari melakukan pendampingan kepada masyarakat petani, buruh, nelayan, masyarakat miskin kota, dan difabel, hingga terlibat langsung dalam program pemberdayaan yang membutuhkan keseriusan dan strategi, terus ia galakkan.
Selain itu, ia juga sangat dekat dengan aktivitas menanam. Baginya menanam itu mengasyikkan. Hampir di semua sudut rumahnya dipenuhi dengan tanaman. Tak hanya sudut rumah, akun media sosial instagramnya juga penuh dengan berbagai macam postingan tentang alam, aktivitas lingkungan, program pemberdayaan, dan tanaman. Inilah yang menjadi salah satu alasan pria asal Temanggung itu dekat dengan petani. Menyapa dan sekaligus menemani mereka agar tetap memiliki harapan di tengah kondisi pertanian nasional yang tak menentu.
Hobinya blusukan ke desa-desa, area persawahan, dan perkebunan. Bahkan ia pernah dikirim ke Palu selama beberapa bulan untuk sebuah misi pemberdayaan bagi masyarakat yang terdampak bencana. Menanam 5000 pohon aren di Kulon Progo. Mendampingi petani yang tergabung dalam komunitas JATAM di Lamongan. Berpetualang ke perkampungan adat Suku Sasak. Meminum kopi di Mentaya Hilir Selatan, Kotawaringin Timur. Dan masih banyak perjumpaannya dengan masyarakat akar rumput.
Berjalan di tengah hamparan sawah dan ladang, berlari-lari kecil, jongkok, berdiri memamerkan produk hasil pertanian, memegang benih tanaman, memotret bentang alam, memanen buah dan sayuran, menenteng cangkul, bersila menikmati jamuan. Gelagatnya sudah seperti duta pertanian dari dinas terkait saja. Tapi ini bukan rekayasa. Tak dibuat-buat. Sebuah aksi nyata yang datang dari ketulusan dan cinta terhadap alam dan kehidupan.
Jika merunut mundur kisahnya, Adib lahir di tengah suasana masyarakat adat yang sangat kental dengan tradisi yang menjunjung tinggi nilai keharmonisan terhadap alam. Ia pun tumbuh dalam keluarga yang taat beragama. Ia mengaku sangat menikmati masa kecilnya. Sebagaimana masa kecil anak-anak desa pada umumnya, pagi bersekolah, sepulang dari sekolah bermain menikmati alam, dan saat petang datang, anak-anak sudah terkondisikan di surau untuk mengaji dan belajar agama. Beranjak remaja, darah aktivis ia warisi dari bapaknya yang merupakan aktivis kawakan dari Jogja.
Pertanian menjadi satu komoditas penopang ekonomi masyarakat desa di sana. Kopi, cengkeh, dan aren menjadi tanaman yang paling banyak ditanam. Bahkan, dalam perjalannya beberapa tanaman seperti kopi dan tembakau, bukan saja berhasil diadopsi secara sempurna oleh kalangan masyarakat di pedalaman Temanggung untuk menopang matapencaharian lokal, akan tetapi juga menjadi sarana transformasi sosial sekaligus peranti kebudayaan yang begitu lekat dengan nilai-nilai masyarakat.
Karena itu, selain pertanian, masyarakat Gemawang tempatnya berasal juga menyukai kesenian. Mulai dari seni tari, gamelan, dan tembang yang secara langsung maupun tidak telah mempengaruhi kehidupannya di masa-masa selanjutnya. Lulusan S2 Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta pada 2016 itu mengaku bahwa persinggungnya dengan MPM dilaluinya melalui jalur deklamatis. Sepeninggal Said Tuhuleley pada 2015 membuatnya terpanggil untuk mengabdikan diri di MPM PP Muhammadiyah hingga saat ini.
Pertanian Berkelanjutan
Belakangan, selama mengembara di dalam rumah besar MPM PP Muhammadiyah, Adib mulai mengeksplorasi aneka gagasan cemerlang. Gagasan itu muncul dari proses kontemplasi panjang seraya berdiskusi dengan kawan sejawat. Gagasan pemberdayaan masyarakat, wabilkhusus di bidang pertanian. Baginya, gagasan itu dikukuhkan menjadi sebuah program dan tema besar di MPM PP Muhammadiyah. Hal tersebut berdasarkan pada sisi permasalahan pelik yang mengungkung di negeri zamrud khatulistiwa.
Adib berada pada ikhtisar kritis, yakni sektor pertanian menjadi salah satu problematika yang mengkhawatirkan. Tak pelak ini semua diakibatkan polah serampangan manusia sebagai penghuni “sementara” di muka bumi akibat ledakan ambisi pragmatisme melampaui. Segala hal diterabas tanpa memikirkan dampak jangka panjang nasib kehidupan umat manusia di masa depan. “Kondisi pertanian sekarang ini sebetulnya kita sangat memprihatinkan. Karena kondisi alam yang semakin rusak akibat ulah kita semua sebagai manusia, degradasi lahan, bahan-bahan yang merusak alam dan ekosistem, sehingga secara ekologis kita sedang menghadapi krisis yang luar biasa,” ujar Adib kepada Suara Muhammadiyah baru-baru ini.
Kemudian, problematika berikutnya dunia pertanian adalah masih dominannya kawula senja. Tampak sangat minim jumlah kawula muda yang mau terjun langsung berkecimpung di dunia pertanian. Memang tidak dapat dinafikan kenyataannya demikian. Kawula muda lari ke tempat yang lebih nyaman, estetik, dan jauh dari tumpukan kotoran di daki. Segala keluaran dari pemikiran kawula muda, merepresentasikan kediriannya yang mungkin boleh jadi tidak kelindan dengan jalan pemikiran kawula senja. Itu sebabnya, hal tersebut menjadi sebuah permakluman yang perlu diterima.
Akan tetapi, Ia tak patah arang. Pancaran optimismenya menyala benderang dari dalam jiwanya. Ia optimis jika kawula muda hari ini perlahan tapi pasti akan melirik ke dunia pertanian. “Ini yang saya kira satu optimisme yang bisa kita lakukan ke depan. Saya kira itu satu celah dan peluang yang memungkinkan generasi muda untuk bisa melirik ke situ,” tegasnya. Tak tinggal diamlah Ia, sekelebat langsung menyusun program berkemajuan. Program ini diberi nama Jamaah Tani Muhammadiyah (JATAM). JATAM sebagai salah satu desain program dari MPM PP Muhammadiyah, di mana program ini di divisi pertanian terpadu bahkan menjadi program prioritas utama. JATAM memiliki orientasi melakukan pemberdayaan berkelanjutan lewat mengorganisir kaum petani di seluruh persada Indonesia.
Mengembangkan kebun dan pembibitan aren. Foto Dok Pribadi
Adib menjalankan program JATAM itu secara berorganisasi atau berjamaah. Yang kemudian direaktualisasikan dengan gerakan nyata, kata sejalan tindakan. Tidak jauh panggang dari api. Sosialisasi dimasifkan begitu rupa sampai ke pelosok-pelosok daerah. Pada segala sudut daerah yang dikunjunginya, Adib menikmati sang surya memancarkan sinar, mentilau bernyanyi, ayam berkokok, air sungai mengalir menuju samudera lautan, saling bercengkrama dengan kaum petani. Melihat bagaimana kehidupan terjauh di sudut negeri dengan bentang lahan pertanian nan kaya raya.
Dengan menggosokkan mata sampai bening, ia menyaksikan dan merasakan getaran kuat, ada sebuah pantulan kekuatan besar dari jiwa kaum petani. Alangkah sia-sianya manakala kekuatan ini tidak disimpan untuk selanjutnya diperkuat dengan aksi-aksi nyata dalam bingkai pertanian. Tanpa berpikir panjang, geliatnya mengajak kepada para kaum petani untuk berdiskusi seraya merekonstruksi masa depan pertanian Indonesia. Dengan pemikiran kosmopolitan, program JATAM digerakkan. Ada perintang di depan mata, tetapi ia tak patah arang. Ia terus maju selangkah demi selangkah dengan membawa semangat dan ikhtiar yang luar biasa untuk mengajak kaum petani hadir dan berkiprah memakmurkan Indonesia lewat sektor pertanian. Melihat sawah menguning ketika padi mulai masak, menjadi sebuah pelecut Adib untuk memanfaatkan momentum emas ini demi kesejahteraan kaum petani.
Sampai sekarang, JATAM terus mengudara. JATAM menjadi gerakan untuk menggembleng kaum petani di kawah candradimuka agar memiliki pemikiran visioner, kosmopolitan, dan cerdas memanfaatkan hasil pertaniannya. Kaum petani bukan kaum terbelakang, tetapi kaum yang dihadirkan spesial oleh Tuhan untuk memenuhi kebutuhan biologis umat manusia di penjuru buana. Tanpa petani, manusia mati dan peradaban hancur berkeping-keping. “Petani bukan hanya mengelola tanah, akan tetapi juga mengelola upaya, ikhtiar, dan pola pikir. Bagaimana caranya mengelola yang sedikit ini bisa menghasilkan keuntungan yang banyak. Sehingga petani bisa efektif dan efisien,” ucapnya.
Melalui JATAM, para petani diajak untuk peduli dengan lingkungan. Jeritan melengking di seluruh lapisan lingkungan. Lingkungan menderu kesakitan akibat manusia membabat habis akibat kemarukannya tak terkontrol. Adib mengajak para petani harus mengedepankan prinsip-prinsip pertanian yang ramah ekologi. Ini dimaksudkan agar kefasadan lingkungan tidak berlanjut makin parah, sehingga kehidupan bisa terhindar dari prahara bencana alam yang datang secara berendeng.
Adib mengungkapkan kelahiran JATAM ini bukan tanpa sebab. Ini sudah terancang sedemikian rupa matang. JATAM lahir pada tahun 2018 sesaat tengah Rapat Kerja Nasional (Rakernas) MPM PP Muhammadiyah di Surakarta, Jawa Tengah. Lalu pada Muktamar ke-48 Muhammadiyah tahun 2022 dimasifkan menjadi program nasional. Sampai sekarang, JATAM menjadi program wajib, bukan semata-mata untuk daerah kecil, melainkan berlaku secara nasional. Walhasil secara struktural bergerak secara simultan.
Pasca muktamar ke-48 MPM fokus untuk menggelorakan dan memasifkan JATAM di seluruh Indonesia sampai level minimal di tingkat daerah sehingga di tahap ini masih dalam proses pengorganisasian. “Kita dorong dengan program-program yang kita sosialisasikan lewat keputusan muktamar melalui MPM dan sampai ke masing-masing daerah melalui wilayah itu program-program yang memang bisa menyentuh ke level praxis di dunia pertanian terutama yang bermanfaat bagi anggota Jatam,” ungkap Adib.
Di tingkat program wacana jihad kedaulatan pangan ini diwujudkan dalam bentuk-bentuk menggairahkan kembali bertani dengan program-program pertanian sehat sehingga diarahkan petani sebisa mungkin memanfaatkan potensi yang ada di sekitarnya termasuk pemanfaatan pupuk organik. Salah satu program yang di inisiasi dari Pimpinan Pusat sampai Pimpinan Daerah atau sampai ke tingkat petani di kecamatan Muhammadiyah adalah pertanian terpadu (integratif farming) di mana memadukan antara peternakan perikanan dan pertanian dalam satu gerak yang simultan. Ini memungkinkan hasil dari limbah peternakan bisa digunakan sebagai pupuk di sektor pertanian. Demikian pula lahan bisa dimanfaatkan juga untuk bisa memberi pakan bagi ternak yang ada. Dengan demikian ada sirkulasi potensi pertanian dan peternakan yang bisa saling sinergis menjadi satu ekosistem yang bermanfaat untuk meningkatkan komoditas yang ada.
Tema jihad kedaulatan pangan ini juga memberikan penekanan pada kemandirian terhadap ketergantungan pupuk-pupuk yang ada terutama pupuk pupuk kimia yang petani harus membeli. Program-program ditekankan kepada pemanfaatan sumber-sumber daya dan potensi yang ada untuk meningkatkan komoditas pertanian Ini artinya petani juga dilatih dan ditingkatkan kapasitasnya untuk pembuatan pupuk organik. Di saat yang sama Muhammadiyah juga bergerak pada sektor peningkatan kapasitas petani termasuk kita mengadakan diskusi-diskusi yang secara online bisa diikuti oleh JATAM seluruh Indonesia. Misalnya bagaimana petani menyikapi perubahan iklim ini terutama ketika sebelum menghadapi kemarau panjang El Nino.
Sungguhpun demikian, tampak di daerah-daerah sudah mulai berkumpul para petani untuk mengorganisir peta jalan ke depan. Cahaya baru telah mulai memancar dari peraduan petani dan telah mulai menjalar ke daerah dan wilayah lain. Adib menggunakan pengejawantahannya melalui pendekatan struktur (di masing-masing wilayah dan daerah harus ada MPM). MPM harus membentuk JATAM tetapi juga ada secara kultur, petani-petani juga memungkinkan dirinya untuk berserikat dalam JATAM. “Alhamdulillah ini sudah masif terutama kalau di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan. Ini tinggal kita masifikasikan lebih lanjut. Dan menjadi program pemberdayaan di daerah-daerah,” katanya.
Sebaran MPM dan JATAM di Seluruh Indonesia
Telah berkiprah untuk umum, JATAM sifatnya terbuka. Orang-orang boleh bergabung asal telah menyetujui maskud, tujuan, dan visi JATAM. Datang dari manapun, tidak terpaut kader atau anggota Muhammadiyah, semuanya diperbolehkan bergabung. Memang JATAM membuka ruang seluas-luasnya bagi yang bergabung untuk berkhidmat di dunia pertanian. “Saya kira ini sifatnya inklusif, siapapun boleh berada di JATAM, asalkan memang menyetujui visi, misi, dan gerakan JATAM,” timpalnya.
Group JATAM se-Indonesia sudah full 1024 anggota, ditambah 2137 yang mau masuk belum bisa karena sudah full. Dari 38 Provinsi di Indonesia, sudah ada 30 Provinsi yang terdapat MPM Wilayah. Sementara itu, terdapat 10 provinsi yang sudah beridiri JATAM dan 44 daerah tingkat kabupaten yang memilik JATAM. Diantaranya JATAM di pulau Jawa seperti Klaten, Karanganyar, Sragen, Batang, Magelang, Banyumas, Banjarnegara, Kendal, Sleman, Lamongan, Tuban, Jombang, Sidoarjo, Bojonegoro, Mojokerto, Blitar, Probolinggo, Jember, Tulungagung.
Sementara itu untuk luar Jawa seperti Musi Rawas, Musi Banyuasin, Pekanbaru, Kampar, Siak, Indragiri Hulu, Indragiri Hilir, Rokan Hulu, Rokan Hilir, Dumai, Tanjung Jabung Barat, Tanjung Jabung Timur, Pulang Pisau, Mamuju, Palu, Luwuk, Parigi Mountong, Donggala, Katingan, Sampit, Kota Waringin Timur, Kota Waringin Barat, Sidrap, Wajo, dan Gowa. “Kami targetkan di periode awal-awal ini nanti minimal kita punya 10.000 jamaah anggota jamaah tani Muhammadiyah,” ungkap Adib.
JATAM akan diproyeksikan menjadi kekuatan besar dalam usaha memajukan pertanian Indonesia. Untuk itu, JATAM hadir menawarkan dan merubah pertanian Indonesia menjadi pertanian mandiri dan berdaya guna. “Itulah yang akan kita jaga konsistensi di JATAM. Kalau selama ini konsistensi di Muhammadiyah dengan keberpihakan terhadap dunia pendidikan, kesehatan, nah kita lalu melirik pada dunia pertanian yang sektornya terbesar di negeri ini,” tandasnya.
Melalui JATAM, Adib menginginkan ada keberpihakan kepada kaum petani. Tentu hal tersebut telah diaktualisasikan dengan pemberian pupuk yang lebuh sehat dan juga berpihak pada lingkungan alam. Semuanya, sambung Adib, merupakan kerja keras dan ikhtiar MPM PP Muhammadiyah dalam upaya menyelamatkan petani Indonesia. Dengan menghadirkan aneka kegiatan-kegiatan pemberdayaan menjadi ujung tombak MPM PP Muhammadiyah melakukan aksinya di bidang itu.
Memberdayakan dengan Hati
Kegiatan pemberdayaan dilakukan secara intensif lewat komunitas warga sekolah. Dengan menyadari bagaimana melakukan perencanaan, sistematisasi, dan evaluasi pendidikan berkelanjutan. Bagi Adib, ini menjadi bagian puzzle-puzzle pengalaman bermakna untuknya yang tak akan pernah pupus di dalam peta jalan kehidupan.
Selain itu, pengalaman terbaik selama mengabdi di MPM PP Muhammadiyah, khususnya melakukan pemberdayaan adalah munculnya nilai-nilai kekeluargaan dan nilai-nilai kepedulian. Hal ini menegaskan, dalam berkiprah itu tidak hanya memikirkan personal, tetapi kolektivitas satu sama lain harus saling terintegrasi. Dari situlah, nilai-nilai vital dalam kehidupan akan senantiasa dibumikan dan diejawantahkan kini maupun di masa mendatang.
Adib melakukan pemberdayaan di Wilayah Palu, Sulawesi Tengah. Di mana pasca-perut bumi bergoncang superdahsyat, meluluhlantakkan tanah, infrastruktur hancur lebur, berjatuhan korban dari aneka jenis agama, Adib lepas landas dari Pulau Jawa menuju wilayah itu melakukan aksi pemberdayaan. Menurut penuturannya, selama tempo 1 tahun di sana, Adib melakukan pemberdayaan mewujud pada pembentukan komunitas masyarakat kelompok tani. Kendati telah ada—dengan jenis yang berbeda dan pusparagam—tetapi semangatnya melakukan pemberdayaan tak padam. Ia berupaya begitu rupa untuk mendongkrak geliat pertanian di wilayah itu pasca-tragedi kemanusiaan yang meniscayakan amat berat untuk memulihkan denyut nadi semangat bertani bagi warga masyarakat sekitar.
“Sarana pertanian hancur berkeping-keping akibat bencana gempa bumi. MPM PP Muhammadiyah bersama Lazismu waktu itu hadir membuat sumur bor ada lima titik yang bisa digunakan untuk mengairi dan menjadi sumber mata air bagi pertanian di sana. Nilai-nilai kekeluargaan masih terjaga dengan bagus,” ungkapnya.
Kabupaten Sigi, bersama dengan Kota Palu dan Kabupaten Donggala, menjadi salah satu wilayah yang terdampak utama oleh gempa bumi dan likuifaksi pada 28 September 2018. Sebagai organisasi sosial, Muhammadiyah bersumpah untuk turut serta dalam rehabilitasi dan rekonstruksi pasca-bencana di Kota Palu, Kabupaten Sigi, dan Donggala.
Dalam rangka membantu para korban untuk bangkit, Muhammadiyah melibatkan berbagai elemen internal seperti Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC), Aisyiyah, Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM), dan Lazismu. Pelaksanaan visi pengembangan MPM khususnya memperkuat peran pemberdayaan masyarakat dalam sektor buruh, pertanian, perikanan, dan kelompok dhuafa-mustadhafin, yang merupakan pilar strategis dalam gerakan Muhammadiyah termasuk membantu korban bencana.
Program pemberdayaan petani di Langaleso, Kabupaten Sigi, adalah bagian dari gerakan Al-Maun yang digagas oleh Muhammadiyah. Pemberdayaan petani bawang merah lokal di Palu, di bawah Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Kecamatan Biromaru, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, dilakukan melalui kelompok JATAM oleh MPM dan Lazismu. Upaya ini bertujuan untuk membangun kerja sama antar petani dan semangat gotong royong dalam kegiatan pertanian. Keberhasilan Muhammadiyah dalam membangkitkan semangat kerjasama dan gotong royong menjadi salah satu bukti efektivitas gerakan dakwah berbasis jama’ah untuk meningkatkan kesejahteraan petani yang sebelumnya terpinggirkan.
Di sela-sela agenda pemberdayaan di Palu, Sulteng. Foto Dok Pribadi
Data Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Palu menunjukkan hasil dari pemberdayaan melalui kelompok JATAM menunjukkan peningkatan signifikan dalam pendapatan, yaitu sebesar 68,51%. Upaya pemberdayaan petani di Desa Langgaleso, Kabupaten Sigi, difokuskan pada aspek sosial dan kelembagaan. Ini mencakup pemahaman kelompok terhadap konsep manajemen usaha tani, melibatkan aspek-aspek seperti pengetahuan petani, penyediaan bibit unggul dengan daya tumbuh tinggi, teknik pengolahan tanah, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, serta ketersediaan air atau sistem pengairan. Selain itu, program ini juga mencakup upaya penanganan pasca panen.
Selain itu, Adib meluncur ke Berau, khususnya di komunitas adat Dayak Kenyah dan Dayak Punan. Menjalin silaturahmi dan memperkuat komunikasi antarwarga setempat. Lebih dari itu, pada saat bersamaan di salah satu Kampung di Berau itupun, Adib dibuat terperanjat bukan kepalang. Bagaimana tidak, kampung itu mampu menunjukkan eksistensinya bergeliat di dunia pertanian buah penggemblengan pemberdayaan, yakni mampu memproduksi hasil hutan seperti jahe dan kunyit menjadi sari jahe, sari kunyit. Tentu dengan pengembangan via inovasi dan kreativitasnya, dapat mendongkrak sektor perekonomian bagi kampung itu. Bahkan sampai sekarang, produksi tersebut masih terus berjalan.
Bukti nyata pemberdayaan JATAM salah satu contohnya di Sragen yang sudah memiliki rice mill sendiri. Dengan adanya alat penggiling padi, JATAM Sragen melakukan pemberdayaan petani pada sisi hilir, yaitu peningkatan nilai tambah pasca panen bagi petani. Pemberdayaan di sektor ini merupakan salah satu bagian strategis persyarikatan dalam ikhtiar mewujudkan kedaulatan pangan bangsa Indonesia. Keberadaan rice mill JATAM Sragen telah mampu memproduksi hasil pertanian berupa beras sehat yang diserap dari anggota JATAM dengan luasan lahan 90 hektar. Sementara itu di Gempol, Klaten para petani binaan sudah menggunakan 100% pupuk organik bahkan sudah mendapat sertifikat beras organik. Tentu saja hal ini mendorong pemenuhan bahan makanan yang sehat, berkualitas dan memenuhi nilai gizi tinggi. Serta keunggulan kompetitif yang mampu bersaing di pasar.
Adib berada pada titik kesimpulan rasional: setiap kita pengubah dan bisa melakukan perubahan terhadap lingkungan sekitar. Ini benar, sesudah diselidiki dari sisi teropongan mata telanjang, dapat dipersaksikan secara saksama kondisi lingkungan rusak parah. Manusia memiliki kepentingan memenuhi hasratnya, akan tetapi, pada kenyataannya malah justru menampilkan keburaman kehidupan: jauh panggang dari api. Lingkungan remuk redam dan menjadi ancaman bagi kehidupan umat manusia di muka bumi.
Merespons hal tersebut, Adib bergabung sebagai salah satu tokoh perubahan Spiritual Inspired Changemaking Initiative (SICI) yang di inisiasi oleh Ashoka dan Eco Bhinneka Muhammadiyah. Saat bergabung di Ashoka, Adib telah dipecut mengikuti kegiatan selama rentang 1-2 tahun. Kegiatannya bernapaskan nilai-nilai ekologis. Banyak orang dan komunitas memiliki kecenderungan jalan pemikiran yang saling berjalin berkelindan dengan nilai ekologis itu. Tak pelak, dipakemkanlah dan dikhidmatkanlah untuk mengikuti kegiatan inspiratif tersebut.
Di Ashoka, Adib bersama dengan para tokoh lainnya, saling berefleksi lewat bejana spiritual. Nilai-nilai keimanan dan religiusitas saling disatupadukan menembus langit makrifat sampai pada akhirnya mewujud dalam aksi penyelamatan bumi. Mereka mengikuti kaidah sebagaimana telah ditekankan oleh Tuhan di dalam kitab sucinya. Kiprahnya itu juga menjadi amal nyata keberpihakan terhadap lingkungan. Persoalan pelik hal ihwal sampah sekalipun, mereka tak tinggal diam. Adib langsung terjun ke lapangan untuk mengurai kompleksitas isu-isu sampah yang telah lama mengepung kehidupan umat manusia.
Sebagai hasil penggemblengan yang begitu rupa di Ashoka, Adib mencoba mengaplikasikannya di MPM PP Muhammadiyah. Demikian juga sebaliknya, nilai-nilai di MPM turut dibawa dalam kiprahnya di Ashoka. Visi pertanian yang sehat ini telah dan akan terus diupayakan tetap berjalan dan tidak pernah padam. Upayanya ini sekali lagi sebagai wujud kepedulian dan keberpihakan terhadap krisis lingkungan yang makin mengkhawatirkan. Adib telah bertekad untuk mendedikasikan dirinya bagi kiprah menyelamatkan lingkungan dengan bernapaskan spirit keimanan. *