Ancaman terhadap Demokrasi Kita

Publish

27 August 2024

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
128
Demokrasi

Demokrasi

Ancaman terhadap Demokrasi Kita

Oleh: Leonita Siwiyanti

Baru-baru ini masyarakat dan mahasiswa turun ke jalan untuk berunjuk rasa di beberapa kota, seperti Jakarta dan Bandung. Mereka menolak revisi RUU Pilkada yang dianggap mengancam demokrasi dan memprotes tentang kemungkinan sentralisasi kekuasaan yang dapat mengurangi partisipasi masyarakat dalam pemilihan kepala daerah. Para pengunjuk rasa menuntut pembatalan revisi ini, terutama poin-poin yang dapat melemahkan demokrasi. Mereka juga menuntut proses legislatif yang transparan dan partisipasi publik yang lebih besar untuk memastikan bahwa suara rakyat tetap menjadi bagian penting dari proses legislatif.

Sehari setelah keputusan Mahkamah Konstitusi yang akan menghentikan praktik politik dinasti serta ambang batas pencalonan kepala daerah, pemerintah dan DPR tiba-tiba mengubah UU Pilkada tanpa mempertimbangkan keputusan tersebut. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah demokrasi benar-benar mewakili kehendak rakyat atau hanya menjadi alat untuk melegitimasi kekuasaan yang semakin tersentralisasi. Agar dapat memahami masalah yang dihadapi sistem politik Indonesia, sangat penting untuk membahas hal ini. Selain itu, ketika kebijakan berubah, sangat penting untuk mempertahankan demokrasi yang sejati.

Pilkada

Pemerintah mengklaim bahwa revisi UU Pilkada dilakukan untuk menyederhanakan pelaksanaannya. Namun, pertanyaan yang muncul adalah untuk siapa penyederhanaan itu? Apakah tujuannya untuk kepentingan umum atau hanya untuk kepentingan sekelompok elit yang tidak ingin kehilangan kedudukan dan kekuasaan? Sudah pasti, berdasarkan sejarah kebijakan serupa, ada kecurigaan dari rakyat bahwa penyederhanaan ini lebih menguntungkan politisi yang berusaha mempertahankan kekuasaan mereka.

Tampaknya prioritas para pemimpin politik untuk mempertahankan posisi mereka di puncak kekuasaan daripada melakukan reformasi yang sebenarnya diperlukan masyarakat. Upaya untuk membuat aturan yang menguntungkan kelompok tertentu sering terjadi daripada berpikir tentang cara membuat Pilkada lebih inklusif dan demokratis. Keinginan untuk tetap berada di posisi teratas ini membuat banyak hal dilakukan, termasuk mengubah keputusan strategis yang seharusnya mengutamakan kepentingan rakyat.

Ironisnya, putusan Mahkamah Konstitusi akan diabaikan untuk mempertahankan posisi mereka. Ini menunjukkan bahwa hukum dapat menjadi alat yang fleksibel bagi mereka yang berkuasa ketika kekuasaan dipertahankan. Dalam konteks ini, menyederhanakan proses Pilkada mungkin hanya upaya untuk mempertahankan status quo, bukan untuk membangun demokrasi yang lebih baik dan lebih kuat.

Alat permainan

Anehnya, banyak orang masih percaya bahwa para politisi benar-benar mengutamakan demokrasi dan kepentingan rakyat. Namun, sejarah telah menunjukkan bahwa kepentingan individu atau kelompok tertentu sering kali mendorong perubahan kebijakan. Kekuasaan sering digunakan sebagai alat untuk mendukung agenda tersembunyi yang lebih menguntungkan segelintir orang daripada masyarakat luas.

Ketika para elit yang berkuasa menggunakannya sebagai alat permainan, rakyat hanya menjadi penonton pasif yang harus menerima apa pun yang terjadi di dunia politik. Mereka seolah-olah dipaksa untuk menentang setiap undang-undang yang bertujuan untuk mempertahankan dan memperkuat kekuasaan elit, alih-alih bertindak demi kepentingan mereka sendiri. Keterlibatan rakyat dalam proses demokrasi hanyalah ilusi yang digunakan untuk mendukung keputusan yang sudah ada.

Kekuasaan seharusnya memperjuangkan kepentingan rakyat, tetapi seringkali menjadi arena konflik. Tampaknya para aktor politik mendengarkan dan memperhatikan keinginan rakyat di atas panggung, tetapi tujuan mereka hanyalah mempertahankan kekuasaan. Selain itu, tampaknya pemerintah berusaha untuk mengontrol orang-orang yang mencoba keluar dari status penonton dan turun ke jalan untuk menyuarakan protes mereka.

Memperjuangkan demokrasi

Masyarakat dan pemangku kepentingan dapat mengambil tindakan konkret untuk memperbaiki demokrasi. Pertama, mendorong reformasi sistem politik dengan mengubah konstitusi dan undang-undang untuk membatasi kekuatan politik dan memperkuat sistem pengimbangan. Selain itu, reformasi sistem pemilihan umum sangat penting untuk membuatnya lebih adil dan transparan, seperti dengan menerapkan sistem proporsional terbuka. Untuk memastikan demokrasi yang bersih, peran dan independensi lembaga antikorupsi dan pengawas pemilu juga harus ditingkatkan.

Kedua, masyarakat sipil harus berpartisipasi secara aktif dalam memperjuangkan demokrasi. Masyarakat dapat bergabung dengan kelompok yang berfokus pada masalah tata kelola pemerintahan yang baik dan demokrasi. Untuk memperkuat suara masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, mereka dapat terlibat dalam diskusi publik, dengar pendapat, dan advokasi kebijakan. Selain itu, aktivis dapat memanfaatkan media digital untuk menyebarkan informasi dan mengumpulkan dukungan publik, meningkatkan partisipasi politik dan kesadaran publik.

Ketiga, untuk membangun demokrasi yang kuat, pendidikan kewarganegaraan sangat penting. Semua jenjang pendidikan harus memberikan pelajaran tentang kewarganegaraan, yang mencakup hak dan kewajiban warga negara serta prinsip demokrasi. Untuk masyarakat dapat berpartisipasi aktif dalam demokrasi, mereka harus memahami politik dan media. Koalisi lintas kelompok juga dapat membantu demokratisasi dengan memupuk solidaritas di luar perbedaan ideologis dan politik.

Taiwan adalah salah satu negara yang berhasil mengatasi masalah politik yang serupa. Setelah bertahun-tahun dikuasai oleh rezim otoriter Partai Kuomintang, Taiwan berhasil melakukan transisi ke demokratisasi pada akhir abad ke-20. Keberhasilannya bergantung pada reformasi konstitusi dan sistem politik yang konsisten. Misalnya, menghapus larangan mendirikan partai politik baru, memperpanjang masa jabatan presiden, dan meningkatkan otoritas dan fungsi parlemen.

Selain itu, dinasti dan keluarga telah berkurang dalam peran politik Taiwan. Mereka menerapkan undang-undang yang membatasi kemampuan anggota keluarga mantan pejabat untuk mencalonkan diri dalam pemilihan. Cara tersebut terbukti mengakhiri sistem kekuasaan politik yang telah berlangsung sejak lama.

Proses demokratisasi Taiwan saat ini pasti menghadapi tantangan. Namun, sejumlah elemen masyarakat, termasuk mahasiswa dan intelektual, menunjukkan komitmen yang kuat untuk mewujudkan demokrasi yang lebih substansial. Mereka membutuhkan komitmen yang konsisten dan transformasi mendalam dalam sistem politik untuk mewujudkan demokrasi yang signifikan. Reformis berusaha melemahkan kekuasaan dinasti politik, meningkatkan pengawasan, dan membuka jalan bagi partai baru untuk mencapai kesuksesan.

Tentu saja, konteks politik dan masalah yang dihadapi oleh setiap negara pasti berbeda. Namun, kasus Taiwan dapat memberikan pelajaran berharga bagi Indonesia dalam upaya memperkuat demokrasi dan mengurangi kekuasaan politik elit. Jadi, rakyat dapat menyelesaikan masalah ini suatu hari nanti. Hanya saja, untuk sementara waktu, sepertinya kita hanya bisa menonton drama politik yang semakin menyedihkan. Setidaknya, kita masih bisa tertawa melihat kebodohan para pemimpin dalam mempertahankan posisi mereka.

***

Leonita Siwiyanti, Sekretaris Umum Pimpinan Daerah Aisyiyah Kabupaten Sukabumi dan juga sebagai sekretaris program Studi Manajemen Retail Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Sukabumi. Telah menerbitkan 50 buku dari berbagai penerbit dan masih terus belajar menulis pada komunitas menulis Trenlis. Penulis dapat dihubungi melalui email [email protected],  Facebook Leonita Siwiyanti dan Instagram @leonitasiwiyanti.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Membangun Badan Usaha Koperasi  Oleh Dr.Ir. Armen Mara, M.Si, Ketua Majlis Ekonomi dan Bisnis ....

Suara Muhammadiyah

9 July 2024

Wawasan

Muhammadiyah dan Indonesia Emas 2045 Oleh: Amrullah, Dosen Perbankan Syariah Universitas Ahmad Dahl....

Suara Muhammadiyah

21 May 2024

Wawasan

Ber-'Aisyiyah Sepanjang Usia Dr Amalia Irfani, Dosen IAIN Pontianak, LPPA PWA Kalbar  Berkese....

Suara Muhammadiyah

20 May 2024

Wawasan

Majelis Pelayanan Sosial Majelis ini pada awal berdirinya menjadi satu kesatuan dengan Bagian Penol....

Suara Muhammadiyah

4 July 2024

Wawasan

Oleh :  Priyono, S.HI., M.H Secara etimologi, pemuda syab (Arab), youth (Inggris) selalu diart....

Suara Muhammadiyah

14 September 2023

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah