Bahagia dengan Takwa

Publish

7 July 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
37
Foto Istimewa/Pixabay

Foto Istimewa/Pixabay

Oleh: Suko Wahyudi. PRM Timuran Yogyakarta 

Setiap insan mendambakan kebahagiaan. Ia menjadi dambaan jiwa yang bergejolak dalam samudra kehidupan. Tidak ada seorang pun yang tidak menginginkannya, sebab bahagia adalah fitrah, bagian dari naluri terdalam manusia.

Namun, benarkah kebahagiaan itu terletak pada gemerlap duniawi semata? Banyak orang menumpuk harta, menggapai jabatan, mengejar popularitas, tetapi tetap merasa kosong. Mereka tertawa dalam pesta, tetapi menangis dalam kesendirian. Mereka sukses dalam pandangan manusia, tetapi gagal dalam menentramkan hati.

Bahagia sejati bukan terletak pada apa yang dimiliki secara lahiriah, melainkan pada hubungan batiniah antara hamba dan Tuhannya. Di sinilah letak pentingnya takwa: sebagai jembatan menuju kebahagiaan sejati, baik di dunia maupun di akhirat. Takwa adalah energi ruhani yang menyalakan pelita jiwa. Ia menjadi cahaya dalam kegelapan, penuntun di tengah kesesatan, dan ketenangan dalam kegelisahan.

Sebagaimana difirmankan Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 2:

“Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan di dalamnya; menjadi petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa.”

Ayat ini menunjukkan bahwa takwa bukan hanya kualitas batin, tetapi juga kunci utama dalam meraih hidayah. Tanpa takwa, Al-Qur'an tidak akan memberi cahaya. Dengan takwa, petunjuk ilahi menjadi nyata dan membimbing setiap langkah insan dalam kehidupan.

Takwa sebagai Jalan Menuju Ketenangan

Takwa bukan sekadar takut kepada Allah dalam pengertian yang sempit. Takwa adalah kesadaran yang utuh, yang meliputi rasa cinta, pengharapan, dan penghormatan kepada Sang Pencipta. Takwa adalah kompas moral yang membimbing jiwa untuk berjalan di atas shirath al-mustaqim, jalan yang lurus.

Dalam surah At-Thalaq ayat 2–3, Allah SWT berfirman:

“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menjadikan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.”

Ayat ini mengandung dimensi spiritual dan sosial. Takwa melahirkan kekuatan batin yang menenteramkan, sekaligus menarik keberkahan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka. Ketika dunia tampak sempit, takwa membuka jalan; ketika rezeki terasa sulit, takwa menurunkan kemudahan.

Takwa menjadikan hati damai karena ia bersandar kepada Dzat Yang Maha Kuasa. Seorang muttaqin tidak gamang dalam menghadapi ujian, sebab ia meyakini bahwa segala sesuatu berada dalam genggaman-Nya. Ia tidak gelisah karena dunia, dan tidak takluk pada bujuk rayu hawa nafsu.

Dalam pandangan Ibnu Ashur dalam al-Tahrir wa al-Tanwir, takwa adalah penjaga dari segala keburukan yang menimpa jiwa. Ia adalah pelindung spiritual, penyaring perilaku, dan penata langkah hidup. Dengan takwa, manusia menemukan arah dan tujuan hidupnya.

Maka, tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa takwa adalah sumber segala kebahagiaan. Ia menjadikan seseorang tidak tergantung kepada pujian manusia, tidak risau oleh cercaan mereka, dan tidak terombang-ambing oleh gemerlap dunia.

Bahagia karena takwa adalah bahagia yang lahir dari kesederhanaan, kesyukuran, dan ketulusan. Ia tak membutuhkan pengakuan manusia, sebab telah merasa cukup dengan pandangan Allah. Ia tak perlu membuktikan apa pun kepada dunia, sebab ia hidup untuk akhirat.

Imam Hasan al-Bashri pernah berkata: “Sesungguhnya orang yang bertakwa itu ringan bebannya, sedikit kesedihannya, dan banyak syukurnya.” Ini adalah potret kejiwaan yang tenang, hati yang lapang, dan pikiran yang jernih. Takwa membersihkan jiwa dari penyakit hati, menuntun lisan kepada kejujuran, dan mengarahkan amal menuju keikhlasan.

Takwa juga bermakna aktif dalam kehidupan sosial. Seorang muttaqin tidak hanya sibuk dengan ibadah individual, tetapi juga menjadi pelopor kebaikan di tengah masyarakat. Ia menjauhi kezaliman, menolak kebatilan, dan menghidupkan nilai-nilai keadilan. Ia adalah pribadi yang tidak hanya shaleh secara pribadi, tetapi juga muslih secara sosial.

Dalam konteks ini, masyarakat yang dipenuhi orang-orang bertakwa akan menjadi masyarakat yang damai, adil, dan makmur. Tidak ada kecemburuan sosial yang berlebihan, tidak ada kerakusan yang merusak, tidak ada fitnah yang memecah belah. Takwa menjadi ruh kolektif yang menumbuhkan empati, solidaritas, dan cinta kasih antarsesama.

Karena itu, Rasulullah SAW bersabda:

“Orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kemuliaan bukan pada status sosial, bukan pada kekayaan atau keturunan, melainkan pada kualitas ketakwaan yang menghiasi kehidupan seseorang.

Takwa pula yang mengubah pandangan kita terhadap kematian. Ia bukan momok yang menakutkan, tetapi pintu menuju kehidupan yang hakiki. Orang yang bertakwa tidak takut mati karena ia telah menyiapkan bekal. Ia menyambut kematian dengan lapang dada, sebab yakin bahwa Allah telah menyediakan surga sebagai balasan atas ketakwaannya.

Dalam surah An-Nahl ayat 97, Allah berfirman: “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya Kami akan memberikan kepadanya kehidupan yang baik, dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”

Kehidupan yang baik—hayatan thayyibah—itulah buah dari takwa. Bukan hidup yang mewah, tetapi hidup yang penuh berkah. Bukan hidup yang gemerlap, tetapi hidup yang lapang dan tenteram.

Takwa tidak lahir dengan tiba-tiba. Ia tumbuh dari kebiasaan yang terjaga, dari ilmu yang benar, dan dari keikhlasan yang mendalam. Takwa perlu disiram dengan muhasabah, disinari dengan tadabbur, dan dipelihara dengan amal yang konsisten. Takwa memerlukan lingkungan yang saleh, teman yang mengingatkan, dan waktu yang digunakan untuk berzikir.

Karena itu, Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita doa yang agung:

“Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertakwa, dan tunjukkanlah aku kepada amal-amal orang-orang yang mendapat petunjuk.”

Takwa adalah solusi atas krisis spiritual yang melanda zaman ini. Dalam dunia yang gaduh oleh pencitraan, takwa mengajarkan kejujuran. Dalam zaman yang dikuasai oleh hawa nafsu, takwa mengajarkan kesederhanaan. Dalam masyarakat yang tercerai oleh kepentingan, takwa mengajarkan ukhuwah dan persaudaraan.

Takwa bukan milik eksklusif para ulama atau orang tua semata. Takwa terbuka bagi siapa saja yang ingin mendekat kepada Allah. Bahkan seorang pendosa pun bisa menjadi muttaqin, asalkan ia bertaubat dengan sungguh-sungguh, memperbaiki niat, dan menempuh jalan kebaikan.

Sebagaimana firman Allah dalam surah Az-Zumar ayat 53:

“Katakanlah: Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni semua dosa. Sungguh, Dia-lah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.”

Oleh karena itu, marilah kita jadikan takwa sebagai orientasi hidup. Jangan sampai kita tersesat oleh kilauan dunia yang menipu. Jangan sampai kita tertidur oleh kenikmatan semu yang melenakan. Bangkitlah menuju cahaya, dan raihlah kebahagiaan dengan takwa.

Sebab takwa adalah keteduhan dalam gelisah. Takwa adalah pelita dalam malam. Dan takwa adalah pelabuhan terakhir bagi jiwa yang rindu kebahagiaan sejati.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Untuk Sang Presiden Oleh: Ahsan Jamet Hamidi, Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah Legoso, Wakil Sek....

Suara Muhammadiyah

22 October 2024

Wawasan

Pancasila dalam Pengamalan Oleh: Immawan Wahyudi, Dosen FH UAD Meskipun kontroversial, peringatan ....

Suara Muhammadiyah

9 June 2024

Wawasan

Oleh : Dr Maria Ulviani, MPd, Dosen PBSI Unismuh Makassar/Anggota LBSO PW Aisyiyah Sulawesi Selatan ....

Suara Muhammadiyah

19 May 2025

Wawasan

Bulan Syawal tengah kita jalani. Apa maknanya? Bulan bukan sekadar bergembira karena bisa bersua kel....

Suara Muhammadiyah

11 April 2025

Wawasan

Tidak Mendukung Kemaksiatan adalah Kenikmatan Beragama Oleh : Haidir Fitra Siagian, alumnus Jurusan....

Suara Muhammadiyah

1 June 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah