Bani Israil dan Tanah yang Dijanjikan

Publish

1 January 2024

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
8500
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Bani Israil dan Tanah yang Dijanjikan

Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas

Banyak orang Yahudi percaya bahwa tanah yang sekarang disebut Israel adalah milik mereka sebagai hasil dari perjanjian yang dibuat Allah dengan Ibraham untuk memberikan tanah yang dijanjikan kepada mereka. Apakah Al-Qur`an berisi pernyataan seperti itu? Tanah yang dijanjikan ini adalah konsep dalam Alkitab. Ia ditemukan di Tanakh, tetapi bagaimana dengan Al-Qur`an? Apakah Al-Qur`an mengatakan sesuatu tentang tanah yang dijanjikan?

Dalam Kitab Kejadian: 15 dikatakan bahwa Allah memberi tahu Ibrahim bahwa Dia memberikan tanah kepada Ibrahim sebagai warisan untuk keturunannya selamanya. Tanah itu digambarkan terbentang dari Sungai Nil ke Sungai Efrat. Sungai Nil mengalir lewat Afrika melalui Mesir sampai ke selatan di sungai Efrat melalui Irak. Jadi ini mencakup banyak negara Arab atau negara-negara Teluk.

Orang-orang Yahudi yang memahami Alkitab secara harfiah akan bersikeras bahwa itulah janji Tuhan untuk keturunan Ibraham. Perlu dicatat bahwa keturunan Ibraham termasuk orang-orang Arab, yang bermula dari putra Ibraham, yakni Ismail. Tetapi pihak Yahudi melihat ayat-ayat lain dari Alkitab yang mengatakan bahwa janji kepada Ibraham sebenarnya harus direalisasikan melalui putranya Ishak. Dengan demikian orang-orang Arab harus dikecualikan.

Jadi tergantung pada bagaimana seseorang menafsirkan ayat-ayat ini. Dan tentu saja itu bukan satu-satunya ayat. Beberapa ayat lain menyebutkan area yang lebih terbatas, tetapi orang dapat mengatakan bahwa area terbatas tidak dengan menyebutkan mereka mengecualikan area yang lebih luas yang pernah disebutkan.

Situasi yang lebih luas bahwa Al-Qur`an dalam banyak hal mencerminkan apa yang ada di dalam Alkitab. Jika Al-Qur`an menghilangkan sesuatu yang ada di dalam Alkitab, kita bertanya mengapa? Mengapa Al-Qur`an bergerak ke arah yang berbeda, tidak mengulangi apa yang ada di dalam Alkitab, terutama ketika Al-Qur`an menyentuh masalah-masalah yang disebutkan dalam Alkitab tetapi tidak secara penuh atau utuh?

Menarik bahwa Al-Qur`an sering menyebutkan bahwa Allah menjadikan Bani Israil mewarisi tanah untuk ditinggali. Allah berfirman, “Dan Kami wariskan kepada kaum yang tertindas itu, bumi bagian timur dan bagian baratnya yang telah Kami berkahi. Dan telah sempurnalah firman Tuhanmu yang baik itu (sebagai janji) untuk Bani Israil disebabkan kesabaran mereka” (QS 7: 137). Pada ayat lain Allah menyebutkan, “Dan (ingatlah), ketika dikatakan kepada mereka (Bani Israil), “Diamlah di negeri ini (Baitulmaqdis) dan makanlah dari (hasil bumi)nya di mana saja kamu kehendaki.” Dan katakanlah, “Bebaskanlah kami dari dosa kami dan masukilah pintu gerbangnya sambil membungkuk, niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahanmu.” Kelak akan Kami tambah (pahala) kepada orang-orang yang berbuat baik” (QS 7: 161).

Kita bisa membaca dalam Al-Qur`an ada pengakuan bahwa Bani Israil merupakan adalah pewaris tanah yang dijanjikan. Dari perspektif Al-Qur`an, warisan diberikan dari satu generasi ke berikutnya. Sebagai misal, dikatakan bahwa Allah menyatakan Bani Israil mewarisi Taurat. Tapi mewarisi Taurat tidak berarti bahwa mereka memilikinya sebagai properti eksklusif mereka sendiri selamanya, tetapi ia akan diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya. Ia akan dapat diakses oleh semua orang karena Taurat dapat dibaca dan dipelajari oleh siapa saja guna menemukan bimbingan di dalamnya.

Al-Qur`an menyifatinya dirinya sebagai kitab suci yang menyuguhkan bimbingan dan cahaya. Al-Qur`an berbicara tentang tanah yang dijanjikan, tapi kemudian memberikan peringatan tentang siapa saja boleh mewarisi dan kepada siapa janji Tuhan itu diperuntukkan. Allah berfirman, “Dan sungguh, telah Kami tulis di dalam Zabur setelah (tertulis) di dalam Az-Zikr (Lauh Mahfuzh), bahwa bumi ini akan diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang saleh” (QS 21: 105).

Seolah-olah ada kontras di sini. Dalam Taurat disebutkan bahwa ‘Tanah ini diberikan kepada Anda. Ini adalah tanah yang dijanjikan untuk Anda.’ Kitab Ulangan bahkan mengatakan bahwa Bani Israil jangan berpikir bahwa mereka mewarisi tanah yang dijanjikan karena itu hak mereka. Tidak sama sekali. Ini semata-mata karena kebaikan Tuhan, bahwa Tuhan telah memilih mereka.

Ada aspek religius dalam hal ini. Sebuah kebaikan untuk meyakini bahwa bukan karena hak-hak kita yang membuat kita menerima nikmat dari Tuhan. Ini adalah kebaikan Tuhan pada kita. Tetapi ketika kaum Bani Israil tegak di atas prinsip bahwa 'Kami adalah orang-orang pilihan dan Tuhan telah memberi kami tanah ini karena kami adalah orang-orang yang dipilih,’ maka ini bertentangan dengan apa yang digambarkan Al-Qur`an. Al-Qur`an mengatakan bahwa hanya orang-orang yang salih (salihun) yang akan mewarisi tanah yang Allah berikan. 

Dengan menyatukan dua penjelasan dalam Al-Qur`an tersebut, kita bisa menarik kesimpulan bahwa orang-orang yang salih pada saat itu—dibandingkan dengan umat lain yang menyembah berhala dan tersesat—maka Tuhan telah memberikan bimbingan kepada Bani Israil sehingga merekalah sebagai umat yang dipilih. Mereka adalah umat favorit Tuhan di bumi pada saat itu karena kepatuhan mereka pada tauhid dan kitab suci yang turun dari Allah melalui Nabi Musa dan nabi-nabi lain setelahnya. Al-Qur`an sangat jelas menyebutkan bahwa orang-orang salih adalah yang akan mewarisi.

Sebaliknya juga disebutkan dalam Al-Qur`an bahwa jika orang-orang tidak lagi berlaku salih, maka warisan bakal ‘dialihkan’ kepada generasi lain. Saat Ibraham berdoa kepada Allah agar keturunannya mendapatkan pertolongan dari Allah dan untuk mewarisi tanah atau bumi ini, itu pada dasarnya untuk mendapatkan manfaat dari semua buah-buahannya dan lain-lain, Allah berfirman, “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat, lalu dia melaksanakannya dengan sempurna. Dia (Allah) berfirman, “Sesungguhnya Aku menjadikan engkau sebagai pemimpin bagi seluruh manusia.” Dia (Ibrahim) berkata, “Dan (juga) dari anak cucuku?” Allah berfirman, “(Benar, tetapi) janji-Ku tidak berlaku bagi orang-orang zalim.” (QS 2: 124). Dengan kata lain, Allah pada dasarnya menyetujui apa yang diminta Ibraham, tetapi bagi keturunan Ibrahim yang menindas, jangan berharap bantuan Tuhan akan diberikan kepada mereka.

Lalu, apa yang dikatakan oleh orang-orang Kristiani tentang tanah yang dijanjikan? Agama Kristen telah mewarisi Perjanjian Lama, yang bagi orang-orang Yahudi dinamakan Tanakh, atau Alkitab Ibrani (Hebrew Bible). Orang-orang Kristen telah menambahkan tulisan-tulisan yang dikenal dengan Perjanjian Baru. Dalam tulisan-tulisan Perjanjian Baru, ada pengakuan yang jelas tentang Perjanjian Lama. Orang-orang Kristen menganggapnya sebagai satu buku, Alkitab—Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.

Keduanya saling mencerminkan. Perjanjian Baru meratifikasi yang lama, kecuali tentu saja ada sesuatu yang membatalkan Perjanjian Lama, seperti ketika Yesus mengatakan misalnya, “Kamu telah mendengar apa yang dikatakan” (You have heard it said). Dia menggunakan frasa ini berulang kali untuk menggambarkan apa yang merupakan pengetahuan umum tentang perintah dalam Perjanjian Lama.

Yang menarik bahwa Perjanjian Baru tetap mengakui bahwa tanah yang dijanjikan memang untuk Bani Israil atau orang-orang Israel. Perjanjian Baru membayangkan orang-orang Kristen sebagai kaum Israel yang Baru. Itu dapat diartikan memiliki semacam makna spiritual karena mereka secara harfiah adalah ‘orang-orang Israel Baru.’ Kita dapat mengatakan orang-orang Kristen sekarang sebagai pewaris spiritual, seperti apa seharusnya orang-orang Israel atau Bani Israil.

Ini adalah salah satu cara menafsirkan Perjanjian Baru. Tetapi orang-orang Kristen tidak atau belum mengklaim tanah itu. Mereka belum mengatakan bahwa karena mereka adalah kaum Israel sejati maka mereka berhak memiliki tanah yang telah dijanjikan. Sebenarnya di sisi lain, mereka cenderung mengakui bahwa orang-orang Yahudilah yang memiliki tanah yang digambarkan dalam Perjanjian Lama. Tanah itu diberikan kepada orang-orang Israel.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Fanatik Ciri Kebodohan Ika Sofia Rizqiani, S.Pd.I, M.S.I. “Kita itu boleh punya prinsip, a....

Suara Muhammadiyah

5 August 2024

Wawasan

Pentingnya Dakwah Komunitas di Era Modern Oleh: Rumini Zulfikar, Penasehat PRM Troketon "Mengajak ....

Suara Muhammadiyah

1 September 2024

Wawasan

Pancasila dalam Pengamalan Oleh: Immawan Wahyudi, Dosen FH UAD Meskipun kontroversial, peringatan ....

Suara Muhammadiyah

9 June 2024

Wawasan

Silaturahmi untuk Islam Berkemajuan  Oleh Muhammad Qorib, PWM Sumatera Utara dan Dekan FAI UMS....

Suara Muhammadiyah

18 April 2024

Wawasan

Oleh Faozan Amar, Dosen FEB UHAMKA dan Direktur Eksekutif Al Wasath Institute Indonesia adalah nega....

Suara Muhammadiyah

29 January 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah