Belajar dari Kiai Dahlan dan Jackie Chan

Publish

27 December 2023

Suara Muhammadiyah

Penulis

1
818
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Belajar dari Kiai Dahlan dan Jackie Chan

Oleh: Agusliadi Massere, Wakil Ketua Majelis Pustaka dan Informasi PD. Muhammadiyah Bantaeng

Banyak hal yang bisa dipelajari dari kedua sosok yang luar biasa ini: Kiai Dahlan dan Jackie Chan. Namun, dalam tulisan ini, saya tidak sedang ingin menulis biografi keduanya secara detail. Cukup kita memahami bahwa Kiai Dahlan dikenal sebagai pendiri Muhammadiyah, sedangkan Jackie Chan sebagai bintang film—yang salah satunya akan terungkap dalam tulisan ini—“Karate kid”. Saya pun perlu menegaskan lebih awal, bahwa saya sedang tidak bermaksud untuk membandingkan keduanhya, karena memang keduanya hidup pada zaman, kiprah, dan ruang eksistensi yang berbeda. 

Melalui tulisan ini pun, saya sedang tidak ingin membahas seperti apa karakter keduanya, tetapi ada yang menarik dari keduanya yang kita sebut saja adalah “ajarannya”. Meskipun tentunya untuk Karate Kid, apa yang akan kita pelajari darinya tidak murni sebagai ajaran Jackie Chan karena sutrada film tersebut adalah Harald Zwart. Penggunaan nama Jackie Chan dalam tulisan ini, selain karena dialah bintang utamanya, termasuk pula ingin menjadi pemantik psikologis pembaca agar memori, pikiran, dan perhatiannya bisa langsung terarah. 

Dari keduanya, melalui Muhammadiyah dan film Karate Kid ada satu hukum dan/atau mekanisme yang diciptakan Allah di alam semesta ini, dan itu pun berlaku dalam diri setiap manusia, yang bisa dipandang terbukti kebenarannya. Selama ini, mungkin sahabat pembaca hanya memahami secara teoritik dan ilmiah, dan bisa pula kita hanya memperhatikan dan mengetahuinya tetapi tidak tahu, hukum apa yang membuatnya bisa terwujud seperti itu.

Selain tentang hukum dan/atau mekanisme yang diciptakan oleh Allah tersebut, ada juga satu software yang telah built-in dalam diri setiap manusia. Dan ternyata keduanya ini bisa saling terintegrasi sehingga hasilnya bisa semakin dahsyat. Hukum dan/atau mekanisme yang dimaksud adalah “habits” (kebiasaan). Sedangkan software yang dimaksud adalah “alam bawah sadar”. 

Dari film Karate kid—tentu saja kita sedang tidak ingin bercerita panjang lebar tentang alur ceritanya—ada satu ajaran Jackie Chan yang pada dasarnya akan membuktikan kedahsyatan hukum dan/atau mekanisme “kebiasaan”. Dari film tersebut, dari sekian banyak adegan yang ada, ada satu adegan di mana Jaden Smith oleh Jackie Chan disuruh latihan dengan hanya “menggantungkan baju”, “pasang baju”, “lepaskan baju”, dan “letakkan baju [ke lantai]”.

Padahal tujuan Jaden Smith (yang berperan sebagai murid Jackie Chan dalam film tersebut) berguru adalah untuk menguasai jurus atau ilmu bela diri agar bisa menghindari atau membela diri terhadap anak-anak sebayanya dari perguruan silat lain yang selalu mengganggu dan/atau mengeroyoknya. Latihan empat hal di atas “menggantungkan baju” (sambil memegang baju model kemeja) sampai “meletakkan baju [di lantai]” diperintahkan untuk dilakukan setiap hari selama berbulan-bulan. Tidak pernah diajarkan gerakan atau sesuatu yang secara rasional-pragmatis sebagai jurus yang lazim dipahami oleh orang-orang pada umumnya. 

Mengalami kondisi latihan setiap hari selama berbulan-bulan dengan gerakan yang “itu-itu saja”, maka Jaden Smith pun protes kepada gurunya: Jackie Chan. Mendengarkan protes tersebut, Jackie Chan hanya memberikan instruksi singkat “lakukan saja dengan benar”. Hal sejenis pun—meskipun dalam bidang dan orientasi yang berbeda—dialami pula oleh murid-murid atau para santri Kiai Dahlan, ketika kepada mereka diajarkan surah Al-Ma’un selama kurang lebih tiga bulan. Bahkan mereka pun protes mirip dengan yang dilakukan oleh Jaden Smith, “mengapa hanya itu saja yang dipelajari dan/atau diajarkan”.

Dalam sejarah perjalanan Muhammadiyah ada dua surah dari al-Qur’an yang oleh Kiai Dahlan diajarkan selama berbulan-bulan. Surah Al-Ma’un diajarkan kurang lebih tiga bulan, sedangkan surah Al-Ashr diajarkan, ada yang menyebut tujuh bulan dan ada pula yang menyebutnya selama sembilan bulan. 

Yang dialami oleh murid Jackie Chan dan para santri Kiai Dahlan, sesungguhnya ada proses yang sangat sesuai dengan hukum dan mekanisme dahsyat yang diciptakan Allah di alam semesta ini, termasuk berlaku dalam diri setiap manusia. Hal itu bisa dipahami, ketika kita senantiasa mengedepan cara pandang filosofis. Termasuk pula film-film yang di mana Jackie Chan menjadi aktor utamanya seringkali—berdasarkan pandangan saya—jika menggunakan pemahaman dari filsafat ilmu memang lebih cenderung mengedepankan aspek “aksiologi”-nya. Berbeda dengan film-film Barat mengedepankan aspek “epistemologi”-nya. Berbeda lagi dengan film sinetron Indonesia. 

“Ajaran” yang diulang-ulang selama berbulan-bulan oleh Kiai Dahlan maupun Jackie Chan pada dasarnya itu bekerja dalam hukum dan mekanisme “habits” (kebiasaan). Berdasarkan hukum kebiasan ini, maka jejak, dampak dan/atau efeknya pasti sangat dahsyat baik di alam semesta di muka bumi, maupun yang terjadi dalam diri manusia. Bahkan apa pun yang diulang-ulang akan menjadi kebiasaan, dan ketika sudah menjadi kebiasaan cepat atau lambat akan menjadi karakter dan berikutnya pun cepat atau lambat akan memengaruhi nasib. 

Hukum dan mekanisme kerja habits (kebiasaan) ini berlaku baik bagi sikap maupun tindakan, positif maupun negatif. Mungkin kita pernah membaca dan/atau mendengar pesan “hati-hati dengan pikiran dan perasaanmu karena itu akan menjadi tindakan [atau kata-kata]; [hati-hati dengan kata-katamu karena itu akan menjadi tindakanmu]; hati-hati dengan tindakanmu karena itu akan menjadi kebiasaan; hati-hati dengan kebiasaanmu karena itu akan menjadi karakter; dan hati-hati dengan karaktermu karena itu akan menentukan nasibmu.

Dari latihan yang diajarkan oleh Jackie Chan yang oleh muridnya dipandang sederhana dan tidak sesuai harapan itu, ternyata mengantarkan Jaden Smith—dalam film tersebut—mampu memenangkan kompetisi dengan lawan yang pada dasarnya sering menghinanya. Latihan sederhana “menggantungkan baju”, sebagai contoh, mampu melahirkan kekuatan fisik pertahanan lengan tangannya yang luar biasa. 

Sama halnya surah Al-Ma’un yang diajarkan oleh Kiai Dahlan kepada murid-muridnya atau para santrinya, melahirkan sikap dan perilaku pembiasaan dan bahkan terbentuk karakter kepedulian terhadap kehidupan sekitarnya. Jika kita pernah menonton film “Sang Pencerah” kita akan memahami bahwa ajaran itu mampu membuat murid-muridnya memiliki kepedulian yang tinggi terhadap kehidupan sekitarnya pada saat itu. Sampai akhirnya, ada di antara mereka memberi makan, memandikan anak-anak, dan lain-lain.

Dari pembiasaan pembacaan atau ajaran surah Al-Ma’un selama berbulan-bulan itu, kini telah bertransformasi menjadi kepedulian sosial yang terlembagakan. Ada sekian banyak perguruan tinggi Muhammadiya, ada rumah sakit yang jumlahnya tidak sedikit, ada puluhan ribu sekolah dasar sampai menengah, ada banyak panti asuhan dan panti jompo. Dalam sejarah abad keduanya pun, ada Lazismu, MDMC, dan MPM, yang kiprah dan eksistensinya sangat luar biasa dan dirasakan manfaatnya oleh jutaan orang tanpa melihat latar belakang. 

Tentang kedahsyatan efek dari kebiasaan, dalam kehidupan sehari-hari pun kita bisa menemukannya, seperti jalanan kebun yang terbentuk, padahal pada dasarnya kita tidak pernah secara sengaja membentuknya. Kenapa terbentuk, karena sering dilewati. Anak-anak sekolah dasar pun atau kita ketika di masa tersebut, mungkin pernah mendengar petuah seorang guru “ala bisa karena biasa”. Dan itu sering diulang-ulang disampaikan ke siswa/muridnya. 

Bahkan, saya pun menemukan dalam kehidupan era digital hari ini, khususnya kita yang sering menggunakan media sosial atau sering berselancar di dunia virtual, harus berhati-hati memilih konten dan fitur yang diklik, dibuka, diikuti, dan/atau ditonton karena selain hukum habits (kebiasaan) yang akan berlaku, ada juga “hukum” algoritma yang akan bekerja dan akan memengaruhi kecendrungan dan karakter. 

Dalam diri manusia pun ada satu software bernama “alam bawah sadar” dan ternyata memiliki relevansi dan bisa terintegrasi dengan habits (kebiasaan). Dari Andri Hakim, seorang hipnoterapis, pakar pikiran bawah sadar, dalam buku karyanya “Dahsyatnya Pikiran Bawah Sadar” bisa dipahami di antaranya, bahwa agar sesuatu bisa tersimpan di alam bawah sadar maka syaratnya adalah harus “diulang-ulang”, dan segala sesuatu yang tersimpan di alam bawah sadar maka responnya sangat refleks atau spontan atau cepat. 

Sahabat pembaca mungkin pernah mendengar atau membaca tentang kehebatan seorang pendekar—kalau saya pernah mendengar—bahwa pendekar (tersebut) dalam keadaan tertidur pun jika ada yang menyerang maka seketika dirinya terbangun memainkan jurus dan mampu melumpuhkan lawannya. Kenapa ini terjadi karena jurus-jurusnya tersebut selain telah menjadi habits atau karakter juga sudah tersimpan di alam bawah sadarnya. 

Pernahkah kita menyadari dan berpikir betapa cepatnya gerakan kelopak mata atau kedipan mata kita, ketika ada benda asing yang akan mengarah terhadapnya. Hal itu terjadi karena sesungguhnya gerakan kelopak mata kita, dan beberapa organ tubuh kita seperti jantung proses kerjanya berada dalam kendali alam bawah sadar. 

Selain pemahaman di atas, kita pun patut memahami bahwa segala sesuatu yang telah menjadi kebiasaan apatah lagi telah menjadi karakter, maka seringkali memercikkan apa yang disebut intuisi dalam diri manusia. Intuisi—dalam pandangan saya bisa mirip dengan gerakan refleks—dalam konteks surah Al-Ma’un yang diajakan oleh Kiai Dahlan adalah terpancarnya ide-ide para penerus Kiai Dahlan untuk menjawab tantangan kehidupan hari ini dengan terbentuknya Lazismu, MDMC, dan MPM. Begitupun dalam konteks film Karate Kid, di ujung pertarungan dan kompetisi Jaden Smith, dirinya yang berada dalam kondisi kritis karena kakinya dipatahkan oleh lawannya, dirinya mampu mendapatkan intuisi untuk memainkan satu jurus yang seketika melumpuhkan lawannya dan dirinya berhasil memenangkan pertandingan tersebut. 


Komentar

anis ma'ruf

mencerahkan tulisannya

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Kemaksuman Para Nabi Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Saya akan....

Suara Muhammadiyah

31 July 2024

Wawasan

Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Pernahkah Anda berpikir apakah....

Suara Muhammadiyah

22 January 2024

Wawasan

CERDAS MEMILIH PEMIMPIN Oleh: Mohammad FakhrudinWarga Muhammadiyah tinggal di Magelang Kota  ....

Suara Muhammadiyah

31 January 2024

Wawasan

Nasionalisme Muhammadiyah dan Kemerdekaan Oleh: Fokky Fuad Wasitaatmadja, Universitas Al Azhar Indo....

Suara Muhammadiyah

19 August 2024

Wawasan

Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Para pemimpin Makkah khawatir b....

Suara Muhammadiyah

20 September 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah