Bergembira Karena Syukur – Bersilaturahmi Bukti Diri
Oleh : Machnun Uzni, S. I.Kom, Wakil Sekertaris PW. Muhammadiyah Kaltim & Founder Sahabat Misykat Indonesia
اَلْحَمْدُ لِلّهِ وَحْدَة صَدَقَ وَعْدَة وَنَصَرَ عَبْدَة وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ اْلأَحْزاَبَ وَحْدَة. أَشْهَدُ أَن لَاإِلَهَ إِلّا اللهَ وَ حْدَهُ لَا شَريكَ لَه وَ أَشهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ وحَبِيْبُهُ وَصَفِيُّه وَ خَلِيْلُه .
اللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ وَ بَارِكْ عَلىَ سَيِّدِ الأَوَّلِيْنَ وَ الأَخِرِيْنَ مُحَمَّد بنِ عَبْدِ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ وَ عَلىَ آلِهِ وَ أَصْحَابِهِ وَ أَنْصَارِهِ وَ جُنُوْدِهِ وَمَنْ نَهَجَ بِنَهْجِهِ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ . أَمَّا بَعْدُ ....
فَيَا عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايِ بِتَقْوَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَ التَمَسُّكِ بِدِيْنِ الإِسْلاَمِ تَمَسُّكًا قَوِيًّا. فَإِنَّ التَقْوَى خَيْرَ زَادٍ وَ أَجْمَلَ لِبَاسٍ. فَقَدْ فَازَ مَنِ اتَقَى وَ قَدْ خَابَ مَنْ طَغَى. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الكَرِيْمِ : "يَا أَيُّهَا الذِيْنَ أَمَنُوْا اتَقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ و َلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَ أَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ" . وقاَلَ ايضا: " يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
"اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَ لله الحَمْدُ
Maha besar Engkau Ya Allah, yang melengkapkan rahmat karunia-Mu kepada kami dengan kesempatan dan kelapangan, sehingga kami dapat turut serta di dalam berhari raya Idul Fitri yang kami rayakan saat ini.
Kami sanjung dan kami agungkan asma-Mu diatas segala nama, kami junjung dan kami tinggikan ajaran-Mu di atas segala ajaran, kami pakai petunjuk dan hidayah-Mu sebagai petunjuk dan pembimbing kami, laksana ditengah kegelapan yang mengantarkan pada jalan terang, jalan kebahagiaan, yaitu jalan Islam.
Maha Besar Engkau Ya Allah, besar rahmat dan karunia-Mu, besar mau’unah pertolongan-Mu.
Saudaraku Kaum Muslimin dan Muslimat.
Ketika sinar mentari mulai menyingkap tabir kegelapan malam, ketika alam raya menyambutnya dengan gema takbir, tasbih dan tahmid, hati kami bergetar Ya Allah, terharu akan kebesaran hari-Mu ini, keberkahan pagi-Mu, serta kesucian hamba-Mu ini, karena Rasul-Mu telah membimbing kami, sehingga mampu memahami perintah-Mu dan menyambut seruan-Mu.
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَ لله الحَمْدُ
Tak terasa usai sudah satu bulan kita berpuasa, menahan diri dari rasa lapar, haus, dahaga dan dari godaan hawa nafsu, sebagai bentuk representasi keimanan dan ketaatan kita kepada Allah yang Maha Esa.
Sebulan kita mencintai Ramadhan seutuhnya. Dicintai kesuciannya, disanjung kemuliaannya, dan dijaring keberkahan bersamanya. Dicintai justru karena berlapar-lapar puasanya, karena menahan kantuk dan lelah tarawih pada malam harinya, karena kering bibir dan tenggorokan oleh tilawah panjang membaca Al Quran, dan karena sedekah harta yang sebenarnya kitapun membutuhkannya.
Dalam Ramadhan, sahur akan memberi pelajaran; bahwa yang diakhirkan bisa menjadi yang paling utama; sebab pamer ibadah kita hanyalah kepada Sang Pencipta.
Dalam Ramadhan, puasa akan memberi pelajaran; bahkan lapar dan dahaga pun bisa menjadi kemenangan; jika kita bisa melumpuhkan lisan, penglihatan, dan pendengaran dari semua godaan.
Dalam Ramadhan, Maghrib akan memberi pelajaran; bahkan gelap pun bisa menjadi kebahagiaan; jika kita telah menunaikan ketaatan, jika kita telah menempuh perjuangan.
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa berpuasa Ramadhan atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 38 dan Muslim no. 760)
Terlahirlah kita hari ini sebagai bayi sebagaimana sahabat Abdurrahman bin Auf menuturkan bahwa suatu ketika di bulan Ramadhan rasulullah s.a.w. bersabda: bahwa barang siapa yang menjalankan ibadah puasa ramadhan dan menghidupkan malamnya dengan ikhlas untuk mendapatkan ridlo Allah, sesungguhnya dia telah keluar dari dosa-dosanya seperti ketika baru dilahirkan dari rahim ibunya. (HR. Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Nashiruddinal-Albani).
اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَر اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ
Ramadhan telah kita tinggalkan seiring senja maghrib kemarin berkumandang kalimat takbir dan tahmid yang bergemuruh di seluruh penjuru nusantara bahkan belahan dunia. Mengagungkan dan mensucikan nama-Nya sebagai rasa syukur yang mendalam menyambut hari raya dengan gembira dan bahagia sebagaimana dijanjikan oleh Allah dalam hadis Qudsi:
إِذَا صَامُوْا شَهْرَ رَمَضَانَ وَخَرَجُوْا إِلىَ عِيْدِكُمْ يَقُوْلُ اللهُ تَعَالىَ : يَا مَلاَئِكَتِى، كُلُّ عَامِلٍ يَطْلُبُ أَجْرَهُ أَنِّي قَدْ غَفَرْتُ لَهُمْ ، فَيُنَادِي مُنَادٍ : يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ ، اِرْجِعُوْا إِلَى مَنَازِلِكُمْ قَدْ بَدَلْتُ سَيِّئَاتِكُمْ حَسَنَاتٍ ، فَيَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى: يَا عِبَادِي صُمْتُمْ لِي وَأَفْطَرْتُمْ لِي فَقُوْمُوْا مَغْفُوْرًا لَكُمْ .
Artinya :“Apabila mereka berpuasa di bulan Ramadhan kemudian keluar untuk merayakan hari raya kamu sekalian maka Allah pun berkata: ‘Wahai Malaikatku, setiap orang yang mengerjakan amal kebajikan dan meminta balasannya sesungguhnya Aku telah mengampuni mereka’. Seseorang kemudian berseru: ‘Wahai ummat Muhammad, pulanglah ke tempat tinggal kalian. Seluruh keburukan kalian telah diganti dengan kebaikan’. Kemudian Allah pun berkata: ‘Wahai hambaku, kalian telah berpuasa untuk-Ku dan berbuka untuk-Ku. Maka bangunlah sebagai orang yang telah mendapatkan ampunan.”
Ya Allah, Engkau perintahkan puasa, maka kami berpuasa, Engkau perintahkan sholat, maka kami sholat. Engkau perintahkan zakat, maka kami berzakat,
وَلِتُكَبّرُوا اللّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلّكُمْ تَشْكُرُونَ
Engkau perintahkan mengagungkan asma-Mu, maka kami bertakbir, sebagai rasa kesyukuran.
Kita boleh berbangga dan bergembira dengan pencapaian yang sudah kita upayakan secara maksimal selama ini; insya Allah kita sudah meninggalkan jejak di bulan ramadhan dengan memperbanyak amal kebaikan dan ketaatan beribadah. Bergembira boleh, berbangga juga tidak dilarang. Tetapi harus tetap dibingkai dengan sikap rendah hati dan tawadlu` sehingga tidak melahirkan perasaan lebih baik dari orang lain. Yakinlah bahwa keberhasilan hari ini bukan karena kita yang luar biasa tetapi karena karunia dan kasih sayang Allah semata. Allah yang sangat luar biasa melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada kita semua. Allah berfirman di Surat Yunus ayat 58:
قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ
“Katakanlah: “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah jauh lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”.
Kebahagiaan dan kegembiraan dalam beribadah yang kita syiarkan hari ini akan mengantarkan kita kepada kebahagiaan hakiki yang berkeabadian ketika kelak bertemu Allah di hari qiyamat dengan langkah yang ringan, perasaan damai tanpa kekhawatiran akibat tekanan beban dosa. Rasulullah s.a.w. memberi gambaran dua jenis kebahagiaan yang akan dinikmati oleh orang-orang yang berpuasa:
لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا؛ إذَا أَفْطَرَ فَرِحَ بِفِطْرِه، وإذَا لَقِيَ رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِه )متفق عليه(
“Bagi orang yang berpuasa dua kebahagiaan: bahagia ketika berbuka dan bahagia ketika bertemu dengan Tuhannya karena ibadah puasanya”.
Batasan-batasan agama dalam meluapkan kegembiraan hari ini tetap harus diperhatikan, sehingga apa yang akan kita perbuat pasca ramadhan tidak menghancurkan nilai kebaikan yang sudah kita upayakan dengan susah payah selama satu bulan.
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ
Ramadhan bukan hanya madrasah īmāniyyah, yang memperhatikan penguatan keimanan dan ketertiban peribadatan saja, tetapi juga merupakan madrasah ijtimā`iyah yang memperhatikan sisi kemanusiaan, kepedulian sosial dan akhlak seseorang. Menjalankan rangkaian proses ibadah selama bulan ramadhan tidak hanya mempengaruhi kualitas pribadi muslim yang sholeh secara individu, tetapi juga mempengaruhi tingkat keshalehan seorang ketika bersosialisasi dengan lingkungannya.
Lazimnya ketika kita ingin menjaga kualitas hubungan dengan Allah kita dituntut patuh secara totalitas dalam beribadah dan menumbuhkembangkan rasa syukur kepadaNya. Dan dalam rangka merawat hubungan baik dengan sesama manusia kita dituntut menebar rasa cinta kasih, mengedepankan sikap baik sangka (husnu al-dzann), membangun semangat berbagi dan kepedulian sosial.
Dalam sebuah hadits juga dinyatakan bahwa kesempurnaan ibadah puasa sangat dipengaruhi oleh tingkat kepedulian seseorang dalam berbagi kebaikan dan berempati melalui pelaksanaan zakat fithrah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Abdullah ibnu Abbas:
فرضَ رسولُ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ علَيهِ وسلَّمَ زَكاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً للصَّائمِ منَ اللَّغوِ والرَّفثِ وطُعْمَةً لِلْمَسَاكِيْنِ
“Rasulullah SAW mewajibkan zakat fithri untuk mensucikan orang yang berpuasa dari perbuatan sia-sia dan kata-kata keji, dan juga untuk memberi makan kepada yang miskin.”
Menggelorakan semangat dalam melakukan kebaikan yang dianjurkan selama bulan ramadhan dalam bentuk berbagi makanan untuk berbuka puasa (tafthīr al-shā`im) dan menyalurkan zakat fithrah pada hari ini menunjukkan kualitas keimanan seseorang.
Ayat berikut ini menuturkan kisah inspiratif tentang betapa besarnya pengaruh keimanan kaum Anshar dalam menumbuhkan empati dan sikap ītsār kepada kaum pendatang muhajirin bahkan ketika mereka sendiri sangat membutuhkan:
وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah (Kaum Anshor) dan telah beriman sebelum kedatangan mereka (Kaum Muhajirin), mereka (Kaum Anshor) mencintai orang yang berhijrah kepada mereka (Kaum Muhajirin). Dan mereka (Kaum Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Kaum Muhajirin); dan mereka mengutamakan (Kaum Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung”. [Q.S. Al-Hasyr [59]: 9]
Pada ruang lingkup yang lebih sempit, keimanan seseorang juga bisa diukur dari tingkat kepeduliannya terhadap keberlangsungan hidup para tetangganya. Dalam sebuah hadits yang disebutkan oleh Nashiruddin al-Albani di kitab Shohīh al-Jāmi` dari sahabat Anas ibn Malik dan Abdullah ibn Abbas dengan tegas nabi menyatakan bahwa seseorang tidak disebut mukmin sejati apabila mengetahui tetangganya kelaparan, tetapi hatinya tidak tergerak untuk menyantuninya padahal kebutuhan hidupnya sudah terpenuhi bahkan berlebih.
لَيْسَ الْمُؤْمِنُ بِالَّذِي يَشْبَعُ وَجَارُهُ جَائِعٌ إِلَى جَنْبَيْهِ
Mari kita jadikan hari bahagia ini sebagai momentum membangun kebersamaan, menghidupkan semangat koletif kolegial dalam upaya mengurai permasalahan bangsa, menumbuhkan sikap peduli untuk menyelesaikan isu kemanusiaan dan kesenjangan. Masalah beda pilihan pada pemilu 2024 ini harus segera kita sudahi karena ketika kita masih terpuruk di dalam konflik internal yang berkepanjangan maka kedamaian dan kejayaan tidak akan pernah kita raih.
وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُوا إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gagal dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”. (Q.S. al-Anfal [8]: 46)
Allahuakbar Allahuakbar Walillahil Hamd.
اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَر اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ
Kebaikan ibadah selama ramadan harus terus terjaga, diistiqomahkan dan dilestarikan sebagaimana diriwayatkan dari Sayyidah ‘Aisyah radliyallahu ‘anha bahwa Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كَانَ أَحَبُّ الدِّيْنِ إِلَيْهِ مَا دَاوَمَ عَلَيْهِ صَاحِبُهُ
“Perilaku keberagamaan seseorang yang paling dicintai oleh Nabi adalah yang diistiqamahkan dan senantiasa dilestarikan” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Jangan sampai pelajaran-pelajaran berharga yang kita petik dari madrasah Ramadhan tidak terlihat bekasnya selepas Ramadhan. Jangan sampai kita menjadi seperti perempuan yang memintal benang kemudian mengurainya kembali.
وَلَا تَكُونُوا كَالَّتِي نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ أَنْكَاثًا
“Dan janganlah kalian seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya setelah dipintal dengan kuat menjadi bercerai-berai kembali” (Q.S. an-Nahl: 92).
اَكْبَرْ اَكْبَرْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَللهِ اْلحَمْدُ
Fenomena idul fitri yang boleh jadi menjadi ciri khas masyarakat kita adalah budaya mudik. 193 juta penduduk Indonesia diperkiraan mudik lebaran. Ada tarikan untuk pulang di akhir Ramadan. sebagaimana kehidupan menuju kematian. Kampung kelahiran adalah tarikan kehidupan, untuk sekedar bernostalgia dengan kenangan atau menghapus peristiwa masa silam.
Pasti ada persaudaraan erat yang disambungkan. Ada persahabatan akrab yang dihubungkan ulang. Inilah tarikan kasih sayang, betapa sangat berharga saudara atau sahabat yang singgah dalam kehidupan.
Jarak dan uang tidak lagi menjadi sebuah penghalang. Kelelahan dan menguras isi tabungan berganti dengan kegembiraan manakala bersua dengan saudara dan kawan. Orangtua lega, tetangga kiri kanan menyapa dengan penuh kehangatan. Inilah hari raya kasih sayang hari kemenangan
Kaum Muslimin jamaah Idul Fitri rahimakumullah
Hari ini, kita kembali menjadi saksi betapa luasnya kasih-sayang Allah Azza wa Jalla kepada kita semua. Kita kembali merasakan betapa besarnya nikmat dan karunia yang senantiasa Allah limpahkan kepada kita semua, pagi yang indah dan penuh kebahagiaan kita dikumpulkan
Pesan kasih sayang seolah diingatkan kepada kitaRasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana yang diriwayatkan oleh Nu’man bin Basyir bersabda :
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى (رَوَاهُ مُسْلِمٌ(
“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam berkasih sayang bagaikan satu tubuh, apabila satu anggota badan merintih kesakitan maka sekujur badan akan merasakan panas dan demam”. (HR. Muslim).
Dan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Sahabat Anas radhiyallahu ‘anhu :
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ (رَوَاهُ الْبُخَارِىُّ(
“Tidak beriman seorang diantara kalian sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri”. (HR. Bukhari).
Bagaimana silaturahmi kita hari ini dalam hubungan keluarga, dalam kekerabatan persaudaraan. Jika ada yang terputus maka jadikan momentum idul ffitri ini untuk menyambungkan kembali. Sambung kembali kasih sayang dan kuatkan ulang hubungan anak dengan orangtua, yang muda menghormati yang tua, yang tua menyayangi yang muda.
Sekembali dari sholat ini, kunjungi orangtua kita. Jabat erat tangannya, lisankan permohonan maaf dengan memohon restunya agar kehidupan kita sebagai seorang anak terbimbing dalam kasih sayang Allah SWT. bukankah Nabi SAW bersabda Ridlo Allah tergantung ridlo orang tua kita
Demikian pula kepada Bapak Ibu sekalian, sambut dengan kasih sayang jabat tangan dan pelukan anak-anak kita, karena mereklah amal jariyah sesungguhnya saat kita telah lepas dari dunia. Dari lisan anak kitalah kita berharap doa dan mengalirkan pahala yang terus menerus meskipun kita telah ajal adanya.
Kunjungi tetangga kanan kiri, eratkan hubungan ketetanggaan kita, kita sambung persaudaraan dari orang tua yang sudah meninggal dunia dengan mengakrabkan kita sebagai generasi berikutnya.
اَكْبَرْ اَكْبَرْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَللهِ اْلحَمْدُ
Akhirnya mari kita berdoa kepada Allah SWT.
Semoga Amal Ibadah Puasa Ramadhan beserta rangkaiannya diterima oleh Allah SWT, Semoga bangsa Indonesia terhindar serta selamat dari musibah dan bencana. Marilah kita berdoa memohon kepada Allah agar diberi kekuata untuk meraih kemulyaan, kebahagiaan di dunia ini dan di akhirat kelak.
اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مَسَاعِيْنَا وَزكِّهَا، وَارْفَعْ دَرَجَاتِنَا وأَعْلِهَا، اللَّهُمَّ أَعطِنَا مِنَ الآمَالِ مُنتهَاهَا، ومِنَ الخَيْرَاتِ أقصَاها، اللَّهُمَّ تقبَّلْ صِيَامَنا وقِيامَنا ودُعَاءَنَا يَا أرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ، وأَدِمْ عَلَى هَذِهِ الْبِلَادِ أَمْنَهَا وَرَخَاءَها، وعِزَّهَا وَاسْتِقْرَارَهَا، وَسَائِرِ بِلَادِ الْمُسْلِمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ.
ربَّنا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
وَصَلِّ اللَّهُمَّ وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ . وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
Disampaikan dalam Khutbah Idul Fitri 1 Syawwal 1445 H, 10 April 2024 di Gumuk Pasir Parangtritis, Bantul Yogyakarta