Blue Economy dari Sudut Pandang Islam
Oleh: Amrullah, Dosen Perbankan Syariah, Universitas Ahmad Dahlan
Islam, sebagai agama yang komprehensif dan mencakup seluruh aspek kehidupan, memiliki pandangan yang mendalam tentang perlindungan lingkungan dan pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan.
Dalam konteks ini, konsep blue economy atau ekonomi biru dapat diinterpretasikan melalui ajaran-ajaran Islam yang menekankan keseimbangan, tanggung jawab, dan kepedulian terhadap ciptaan Allah SWT.
Keseimbangan dan Keadilan (Al-Mizan dan Al-Adl)
Dalam Islam, konsep keseimbangan (al-mizan) dan keadilan (al-adl) merupakan prinsip dasar yang harus dijaga dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam pengelolaan sumber daya laut. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an, Surah Ar-Rahman (55:7-9):
"Dan langit telah ditinggikan-Nya dan Dia ciptakan keseimbangan (al-mizan), agar kamu jangan melampaui batas tentang keseimbangan itu. Dan tegakkanlah keseimbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi keseimbangan itu."
Ayat ini mengajarkan bahwa umat Islam harus menjaga keseimbangan alam dan memperlakukan sumber daya dengan adil, tidak merusak atau mengeksploitasi secara berlebihan.
Dalam konteks ekonomi biru, hal ini berarti mengelola laut dan sumber dayanya dengan cara yang berkelanjutan, memastikan bahwa ekosistem laut tetap sehat dan produktif untuk generasi mendatang.
Khalifah di Bumi (Khilafah Fil Ard)
Islam mengajarkan bahwa manusia adalah khalifah atau wakil Allah di bumi (khilafah fil ard), yang bertanggung jawab untuk menjaga dan memelihara ciptaan-Nya. Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Baqarah (2:30):
"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: 'Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.'"
Sebagai khalifah, umat Islam memiliki tanggung jawab moral dan spiritual untuk menjaga lingkungan, termasuk laut dan sumber daya laut. Ekonomi biru, yang menekankan penggunaan sumber daya laut secara bertanggung jawab dan berkelanjutan, sejalan dengan tugas khalifah ini. Ini berarti mempraktikkan perikanan yang berkelanjutan, melindungi keanekaragaman hayati laut, dan mengembangkan energi terbarukan dari laut.
Tidak Membuat Kerusakan di Bumi (La Tufsidu Fil Ard)
Islam sangat menentang perbuatan merusak atau membuat kerusakan di bumi. Allah SWT berfirman dalam Surah Al-A'raf (7:31):
"Wahai anak cucu Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan."
Dalam konteks ini, kerusakan lingkungan laut seperti pencemaran, overfishing, dan perusakan habitat laut sangat bertentangan dengan ajaran Islam.
Umat Islam didorong untuk menghindari praktik-praktik yang merusak dan untuk mengembangkan cara-cara yang mendukung kelestarian laut.
Kepedulian terhadap Sesama Makhluk (Rahmatan Lil 'Alamin)
Islam mengajarkan bahwa rahmat Allah meliputi seluruh alam semesta (rahmatan lil 'alamin). Umat Islam diharapkan menunjukkan kasih sayang dan kepedulian tidak hanya kepada sesama manusia tetapi juga kepada seluruh makhluk hidup.
Dalam konteks ekonomi biru, ini berarti menjaga ekosistem laut yang sehat, yang merupakan habitat bagi berbagai makhluk hidup laut, serta menyediakan manfaat bagi manusia.
Pandangan Islam tentang ekonomi biru mencerminkan prinsip-prinsip keberlanjutan, tanggung jawab, dan keseimbangan yang tertanam dalam ajaran-ajaran Islam. Dengan mengikuti ajaran ini, umat Islam dapat memainkan peran penting dalam menjaga kelestarian laut dan sumber dayanya, memastikan bahwa manfaat ekonomi biru dapat dinikmati oleh generasi sekarang dan yang akan datang tanpa merusak keseimbangan ekosistem yang telah diciptakan oleh Allah SWT.
Ekonomi biru, dari sudut pandang Islam, bukan hanya tentang keuntungan ekonomi tetapi juga tentang menjalankan amanah sebagai khalifah di bumi, menjaga ciptaan Allah dengan penuh tanggung jawab dan kasih sayang.