Bukan Hanya Bergembira, Tapi Implementasikan Ketakwaan

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
338
Silaturahmi Pimpinan Pusat Muhammadiyah dengan Media. Foto: Cris

Silaturahmi Pimpinan Pusat Muhammadiyah dengan Media. Foto: Cris

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah menetapkan Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1446 H jatuh pada Senin (31/3).

Merespons hal tesebut, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir, berharap tidak ada perbedaan pada tahun ini. Namun, jika terjadi perbedaan, hendaknya disikapi dengan toleransi dan saling menghormati.

"Dan mudah-mudahan juga sama pada umumnya (Idul Fitri) kecuali satu dua kelompok yang kadang berbeda. Tapi sudah biasa kita berbeda. Itu iklim yang bagus sebenarnya," tuturnya pada Selasa (25/3) di Kantor PP Muhammadiyah Cik Ditiro Yogyakarta saat Silaturahmi dengan Media yang dihadiri Ketua dan Sekretaris PP Muhammadiyah Agung Danarto, Agus Taufiqurrahman, Muhammad Sayuti, dan Rektor UAD Muchlas.

Haedar menjelaskan, substansi dari Idul Fitri sebagai Hari Raya Berbuka Puasa. Karena setelah melaksanakan ritus peribadatan puasa selama satu bulan penuh, yang semua dilarang dilakukan--makan, minum, berhubungan suami-istri--itu menjadi halal kembali.

"Maka di hari Fitri itu (1 Syawal) kita tidak boleh berpuasa, haram hukumnya berpuasa. Karena Hari Raya Berbuka, semua harus berbuka. Jadi hari yang Fitri itu hari bergembira," katanya.

Namun kendati demikian, Haedar menggarisbawahi jangan terjebak pada kegembiraan berbuka saja, melainkan harus diiringi dengan implementasi nilai-nilai puasa dalam kehidupan sehari-hari.

"Puasa itu menjadikan Muslim lebih bertakwa. Dan itu tidak sekali jadi. Maka la'allakum tattaqun itu proses terus-menerus menjadi takwa (sosok insan beriman dan beramal kebajikan serbautama)," terangnya.

Pada momen Idul Fitri ini, Haedar juga mengajak umat Islam untuk mempererat persaudaraan (ukhuwah), baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, maupun bangsa. Tradisi Syawalan atau halal bihalal, menurutnya, menjadi sarana yang baik untuk memperkuat kebersamaan.

"Itu tradisi yang baik. Artinya bahwa suasana gembira beragama menjadi penting untuk menimbulkan autentik kita sebagai manusia bisa melebur satu sama lain. Dan agama menjadi dimensi tabsyir (menggembirakan dan menyenangkan)," jelasnya. (Cris)


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Berita

JAKARTA, Suara Muhammadiyah - Dalam rangka memperkuat sosialisasi dan membangun kepercayaan publik t....

Suara Muhammadiyah

8 May 2025

Berita

PONTIANAK, Suara Muhammadiyah - Berseragam nasional 'Aisyiyah dan berjibab kuning ibu-ibu pimpinan W....

Suara Muhammadiyah

19 May 2024

Berita

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Setiap tahunnya lebih dari 10 alumni yang melanjutkan kuliah ke lua....

Suara Muhammadiyah

31 January 2025

Berita

BANDUNG, Suara Muhammadiyah - Mahasiswa Semester 6 Program Studi Psikologi Universitas Muhammadiyah ....

Suara Muhammadiyah

16 July 2024

Berita

EDINBURGH, Suara Muhammadiyah – Keluarga Islam Indonesia di Britania Raya (KIBAR) Edinburgh da....

Suara Muhammadiyah

1 April 2025

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah