PACITAN, Suara Muhammadiyah - Kemeriahan Milad Muhammadiyah ke-113 di Pacitan pada Ahad, (30/11) menyisakan kisah yang menggugah hati. Ribuan warga tumpah ruah mengikuti jalan sehat di pusat kota, namun di balik keramaian itu tersimpan kepingan kisah yang menyentuh tentang harapan dan warisan perjuangan.
Peserta dari berbagai usia memenuhi seluruh sudut jalan dengan atribut cerah yang menggambarkan semangat kebersamaan. Di antara langkah-langkah riang itu, beberapa sosok istimewa muncul, menjadi pengingat tentang perjalanan panjang Muhammadiyah.
Salah satunya adalah Tsabita Fawwaza, siswi SMAN 1 Pacitan, yang mencuri perhatian sejak awal acara. Ia mengenakan kostum burung bersayap lebar dengan permainan warna lembut yang memikat siapa pun yang melihatnya.
Tsabita bukan sekadar peserta. Ia didapuk sebagai maskot jalan sehat sebagai bentuk penghormatan pada almarhum kakeknya, Imam Mateni, pendiri Pimda 148 TS Pacitan yang semasa hidupnya dikenal teguh memperjuangkan nilai dakwah dan pendidikan.
Di barisan depan, ia berjalan mengiringi pasukan drumband MIM Gawang Kebonagung Pacitan dengan langkah penuh percaya diri. Setiap kibasan sayap yang ia mainkan membuat suasana semakin hangat dan hidup.
Warga yang berdiri di kanan dan kiri jalan tak henti mengulurkan tangan, menyapa, bahkan meminta foto bersama. Bagi banyak orang, sosok Tsabita seolah membawa energi baru yang menghubungkan masa lalu dan masa depan Muhammadiyah.
“Saya senang bisa ikut memeriahkan dan membawa sedikit warna di acara ini,” ujar Tsabita sambil tersenyum. Namun di balik senyumnya, tersimpan rasa rindu pada sosok kakek yang selama ini menjadi teladan perjuangan.
Perannya sebagai maskot bukan hanya tentang kostum indah, melainkan tentang keberlanjutan nilai perjuangan keluarga yang ingin ia jaga. Sebuah amanah yang ia bawa dengan penuh ketulusan.
Di sisi lain arena, perhatian peserta juga tertuju pada sosok lain yang tak kalah menarik. Bambang Setyo Utomo, pria yang tampil mengenakan kostum ala KH Ahmad Dahlan, berjalan dengan langkah tenang di antara kerumunan.
Mengenakan sorban batik, sarung kotak-kotak, dan jas putih panjang, penampilan Bambang langsung memancing gelombang decak kagum. Banyak peserta terharu melihat representasi pendiri Muhammadiyah itu hadir seolah “kembali” di tengah mereka.
Dalam balutan kostum, Bambang tak sekadar berjalan. Ia turut menyapa, berdialog singkat, dan mengajak peserta merenungkan kembali nilai keikhlasan dan perjuangan yang selama ini diperjuangkan Ahmad Dahlan.
Bambang mengaku sengaja memakai kostum tersebut sebagai cara mengenalkan kembali nilai perjuangan Kiai Ahmad Dahlan kepada generasi muda. “Semangat beliau jangan hanya dibaca, tapi harus terasa hidup,” katanya.
Menurut Bendahara PDM Pacitan, Tofa, kehadiran figur seperti Bambang sangat membantu mengenalkan sejarah panjang Muhammadiyah dengan cara yang lebih dekat dan mudah diterima masyarakat.
Kolaborasi antara Tsabita sang “burung harapan” dan Bambang sang “pengingat perjuangan” membuat suasana Milad kali ini terasa berbeda. Dua generasi, dua simbol, namun satu pesan besar: meneruskan kebaikan.
Para guru dari MIM Gawang Kebonagung Pacitan pun menyampaikan apresiasi atas kekompakan siswanya yang tampil mengiringi maskot dan memperkuat kesan meriah sekaligus edukatif dalam acara ini. (Yar/Vika)


