Dari Sosiolog Menjadi Begawan Moderasi

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
412
Jalan Baru Moderasi Beragama

Jalan Baru Moderasi Beragama

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Lelaki itu menyalami beberapa orang di atas podium, dan kemudian berdiri memberikan sambutan. Tapi sebelum itu, ia diminta mengenakan sebuah jaket yang diberikan oleh salah seorang pejabat perguruan tinggi terkemuka di Yogyakarta. Tujuan dari pemakaian jaket tersebut adalah sebagai prosedur simbolis bahwa yang bersangkutan diangkat sebagai Anggota Kehormatan Ikatan Sosiologi Indonesia dari almamaternya; UGM (Universitas Gadjah Mada). Lelaki itu adalah Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir (23/4).

“Serasa kembali bernostalgia,” ujar Haedar yang mengaku bahwa pada waktu itu gedung-gedung yang ada tak semegah sekarang. Jika didapati sebuah bangunan yang sangat biasa dan sederhana, itu tak lain adalah gedung milik Fisipol dan Filsafat. “Sekali lagi terimakasih dan ini adalah kehormatan bagi saya,” tegasnya. 

Memberi pengatar pada buku tentangnya yang ditulis oleh beberapa tokoh nasional dengan judul "Jalan Baru Moderasi Beragama" Guru Besar Sosiologi UMY tersebut mengatakan bahwa buku tersebut murni datang dari pikiran para sahabat dan aktivis senior maupun junior. “Saya melihat ada celah persolan dalam pemikiran tentang moderasi di Indonesia, yang mana hal itu terus saya pikirkan dan saya tulis ketika menempuh S3 di UGM, dan mengental setelah saya mendapat amanat di Pimpinan Pusat Muhammadiyah,” ungkapnya. 

Menurutnya, ada beberapa problem moderasi yang terjadi di Indonesia. Pertama, terjadinya semacam reduksi, yang mana moderasi dimaknai sebagai sesuatu yang serba boleh dalam konteks beragama. Artinya, memperbolehkan hal-hal yang sejatinya menjadi sesuatu yang prinsip dalam beragama, yang kemudian tak jarang dari fenomena ini lahir pikiran-pikiran untuk menyatukan berbagai agama, sinkretisme, dan sejumlah hal yang bagi sebagian umat beragama yang lain dirasa kurang cocok. Kelompok yang tidak setuju dengan tafsir moderasi semacam itu berpandangan bahwa setiap agama memiliki tempatnya masing-masing, lebih-lebih yang menyangkut masalah akidah. 

“Meski begitu, mereka juga sadar bahwa sepuritan apapun mereka dalam berakidah dan menjalankan ibadah, tidak menutup kemungkinan mereka tetap bisa toleran dengan penganut agama yang berbeda,” ujar Haedar. 

Selain itu ada juga kelompok yang sulit untuk menerima konsep moderat. Kelompok ini umumnya hanya mengenal istilah washatiyah (istilah dalam bahasa Arab yang berarti tengahan). Mereka menganggap bahwa konsep washatiyah berbeda dengan moderat yang cenderung disalahpahami. Hal ini tak lain merupakan bentuk respon terhadap konsep moderat yang didefinisikan serba boleh. 

“Sebenarnya mau konsep moderat, tengahan, middle path, atau washatiyah, semuanya tergantung pada esensi, pemaknaan dan konstruksi. Semua konstruksi sah asal terbuka untuk didialogkan. Yang menjadi masalah jika konsep tersebut menjadi monolitik dan menjustifikasi pemikiran yang berbeda salah, sesat dan sebagainya,” jelasnya. 

Jika diselami lebih dalam, sejatinya ada hal-hal esensial dari konsep moderasi beragama. Beragama sebagai berbangsa dan bernegara, memiliki ranahnya masing-masing. Dalam konteks beragama, aspek-aspek yang sebelumnya disebut radikal sejatinya memiliki dimensi lain yang tidak seperti itu. Ia pun memberikan sebuah permisalan, sikap puritan tidak secara otomatis menjadikan segala sesuatu berbau monolitik, eksklusif, dan anti terhadap dialog. Di sisi lain ada sikap puritan yang justru menjadi energi ruhani yang positif. 

“Saya baru menemukan, di Muhammadiyah, sikap puritan menghasilkan energi positif untuk dua hal. Pertama, membangun kesalehan ke dalam diri setiap orang. Kedua, membentuk kesalehan untuk berbuat baik kepada orang lain. Dua energi positif ini lahir dari sikap puritanism yang hidup di Muhammadiyah,” katanya. 

Kedua, dalam konteks berbangsa dan bernegara. Selama ini konsep radikalisme dan deradikalisme ternyata tidak menyelesaikan persoalan yang ada. Malah melahirkan persolan baru yang pelik. Sebagaimana di banyak kasus kita temukan, melakukan pendekatan yang radikal terhadap radikalisme justru melahirkan radikalisme baru. Bercermin dari hal tersebut, mestinya bangsa ini mencoba meletakkan persoalan negara pada posisi yang moderat. 

“Indonesia harus dirancang bangun dengan moderasi yang moderat. Rancang bangun yang lebih visioner, multiperspektif, sehingga kebijakan yang dilakukan tidak bersifat bias, parsial, reduktif yang disertai kepentingan politik jangka pendek. Di situlah sejatinya potensi kita sebagai bangsa,” tutupnya. 

Sesi Dialog 

Siti Ruhaini Dzuhayatin, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga mengatakan, Muhammadiyah di bawah kepemimpinan Haedar Nashir seperti melakukan sesuatu yang tidak mungkin untuk diwujudkan, yaitu menarik dua kutub ekstrem ke tengah, serta dalam banyak hal beliau tak segan membela keduanya. Sikap semacam ini menurut Ruhaini sangat jarang ada dalam diri seorang pemimpin. Pemimpin yang melakukan transformasi dan dinamisasi kebangsaan melalui jalan moderasi yang menyatukan. 

“Menurut hemat saya beliau memiliki kemampuan untuk menarik dua kubu yang berbeda ke tengah. Hal ini dilakukan demi keseimbangan,” ujarnya. 

Sejalan dengan apa yang dikatakan Guru Besar UIN Sunan Kalijaga, Dekan Fakultas Teologi UKSW Izak Lattu mengatakan, menjadi Muhammadiyah itu hendaknya memiliki watak yang luas dan luwes. Artinya orang Muhammadiyah bisa bersahabat dan berteman dengan siapa saja. “Oleh karena itu keluasan dan keluwesan menjadi sangat penting dalam semangat moderasi keagamaan dan kebangsaan,” katanya. (diko


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Berita

KUPANG, Suara Muhammadiyah - Universitas Muhammadiyah Kupang (UMK) dan Pimpinan Cabang Istimewa Muha....

Suara Muhammadiyah

30 December 2023

Berita

CILACAP, Suara Muhammadiyah - Himpunan Mahasiswa S 1 Akuntansi (Himaksi) STIE Muhammadiyah Cila....

Suara Muhammadiyah

21 October 2024

Berita

ASAHAN, Suara Muhammadiyah - Pimpinan Daerah Muhammadiyah Asahan gelar kegiatan dialog Ideopolitor. ....

Suara Muhammadiyah

14 November 2023

Berita

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Dalam rangka mempertahankan dan menjalin silaturahmi dengan pa....

Suara Muhammadiyah

24 April 2024

Berita

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Universitas 'Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta menggelar Masa Taaruf (MAT....

Suara Muhammadiyah

19 September 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah