Dhukhan: Refleksi Hari Udara Bersih Internasional
Oleh: Miqdam Awwali Hashri, M.Si, C.LQ, Lembaga Dakwah Komunitas PP Muhammadiyah, Pegiat Komunitas Sepeda
Bayangkan sejenak, langit biru yang biasanya memancarkan kedamaian tiba-tiba berubah menjadi suram dan muram, tertutup oleh lapisan asap tebal yang menggantung di udara. Fenomena ini bukanlah gambaran fiksi ilmiah, melainkan realitas yang mengganggu kita sehari-hari dalam bentuk polusi udara. Di tengah kesibukan dan kebisingan dunia modern, di mana manusia seolah-olah bebas dari batasan, kita terpaksa menghadapi dampak nyata dari tindakan kita: udara yang kita hirup semakin terkontaminasi.
Dalam konteks ini, tanggal 7 September kemarin diperingati sebagai Hari Udara Bersih Internasional, mengingatkan kita akan urgensi masalah ini dan mendorong refleksi mendalam tentang tanggung jawab kita terhadap lingkungan. Ketika dunia merayakan hari tersebut, kita tidak hanya diajak untuk merenung, tetapi juga untuk bertindak dalam mengatasi krisis udara yang mengancam kesehatan dan kesejahteraan kita.
Menariknya, Al-Quran telah lama mengingatkan kita tentang asap yang datang dari langit, sebuah peringatan yang tertulis dalam QS Ad-Dhukhan ayat 10-11 yang terjemahannya "Maka tunggulah pada hari ketika langit membawa asap yang tampak jelas, yang meliputi manusia. Inilah azab yang pedih." Ayat ini mengisyaratkan adanya asap sebagai tanda peringatan dari Allah, yang datang untuk memberi pelajaran kepada umat manusia. Jika ditarik pada konteks modern, asap ini dapat kita maknai sebagai polusi udara, sebuah masalah global yang semakin mengkhawatirkan.
Aerosol di Langit
Secara ilmiah, asap yang disebutkan dalam ayat ini bisa diartikan sebagai aerosol, yaitu partikel halus yang melayang di udara. Aerosol bisa berbentuk padat maupun cair dan dapat terbentuk secara alami maupun akibat aktivitas manusia. Debu dari letusan gunung berapi, misalnya, adalah contoh aerosol alami. Namun, dalam dunia modern, sebagian besar aerosol di atmosfer kita berasal dari aktivitas manusia, seperti pembakaran sampah, penggunaan bahan bakar fosil, dan berbagai industri yang menghasilkan polutan.
Polusi udara adalah hasil langsung dari aktivitas manusia yang tidak terkendali. Kendaraan bermotor, pabrik-pabrik, pembakaran hutan, dan berbagai sumber lainnya berkontribusi pada peningkatan partikel-partikel berbahaya di udara. Di kota-kota besar, polusi udara telah menjadi ancaman serius bagi kesehatan, menyebabkan penyakit pernapasan, kelelahan, dan iritasi mata.
Dalam QS Ad-Dhukhan, asap yang menyelimuti manusia digambarkan sebagai adzab atau dapat diartikan sebagai hukuman dari Allah. Namun, jika kita melihatnya dari sudut pandang yang lebih luas, adzab ini bisa dimaknai sebagai konsekuensi dari tindakan manusia itu sendiri. Polusi udara adalah produk dari pilihan-pilihan yang dibuat oleh manusia dalam keseharaian, termasuk dari cara hidup, bekerja, dan bergerak. Ini adalah sunatullah, hukum yang telah ditetapkan oleh Allah sehingga alam bekerja dengan cara kerjanya sendiri: jika manusia merusak alam, maka akan menerima dampaknya.
Menghadapi kenyataan ini, manusia harus menyadari bahwa polusi udara bukanlah sekadar isu lingkungan. Ini adalah masalah moral, sebuah ujian dari Allah untuk melihat bagaimana manusia meresponsnya. Manusia diberi pilihan: terus hidup dengan cara yang merusak atau mulai melakukan perubahan yang nyata.
Perubahan Perilaku: Kunci Solusi
Sudah mafhum bahwa polusi udara adalah ancaman nyata yang merusak dari segala sisi kehidupan. Penyebabnya pun jelas, diantaranya adalah penggunaan kendaraan bermotor berbahan fosil yang berlebihan. Gas buang dari kendaraan bermotor adalah salah satu sumber utama polusi udara di perkotaan. Cobalah berdiri di belakang sepeda motor saat lampu merah. Hanya dalam satu menit, kita akan merasakan dampak langsung dari polusi ini. Bayangkan jika yang menghirupnya adalah anak-anak kecil—apakah mereka akan tumbuh sehat? Ini bukan lagi masalah sepele, melainkan peringatan serius yang perlu ditindaklanjuti bersama.
Solusi sederhana seperti mengurangi penggunaan kendaraan bermotor sudah sangat mendesak. Beralih ke kendaraan umum, berjalan kaki, atau menggunakan sepeda adalah langkah-langkah kecil namun signifikan untuk mengurangi polusi udara. Ini bukan hanya soal teknologi atau infrastruktur, tetapi juga soal kemauan untuk mengubah kebiasaan. Kita sudah terbiasa berpuasa selama bulan Ramadan, mengapa tidak kita terapkan konsep puasa ini dalam penggunaan kendaraan bermotor?
Ada yang beralasan bahwa bersepeda akan membuat mereka berkeringat, atau bahwa menggunakan kendaraan umum tidak nyaman. Namun, kita harus ingat bahwa kenyamanan pribadi bukanlah alasan untuk merusak lingkungan yang kita tinggali. Selain itu, dengan sedikit persiapan seperti membawa handuk kecil atau tisu, dan deodorant, masalah keringat bisa diatasi. Dan jika jarak tempuh tidak terlalu jauh, berjalan kaki atau bersepeda justru akan meningkatkan kesehatan kita.
Prinsip Berkendara Halal
Dalam menghadapi masalah perubahan iklim global yang diantaranya juga disebabkan oleh polusi udara, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa No. 86 Tahun 2023 tentang Hukum Pengendalian Perubahan Iklim Global. Fatwa ini menegaskan pentingnya mengambil langkah-langkah konkret dalam upaya menjaga lingkungan sebagai bagian dari tanggung jawab moral dan keagamaan. Fatwa tersebut juga memutuskan bahwa segala tindakan yang dapat menyebabkan kerusakan alam dan berdampak pada krisis iklim hukumnya haram. Ini menjadi dasar bahwa pentingnya pengendalian penggunaan kendaraan bermotor berbahan bakar fosil sebagai salah satu kontributor polusi udara. Maka dari itu, prinsip berkendara halal perlu digaungkan, yang mencakup anjuran untuk menggunakan moda transportasi yang lebih ramah lingkungan, seperti sepeda.
Merujuk pada fatwa tersebut, maka dapat dipahami bahwa penggunaan sepeda sebagai alat transportasi bukan hanya menjadi pilihan yang lebih sehat dan ekonomis, tetapi juga sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Sepeda tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca dan tidak menambah beban polusi udara. Dengan demikian, bersepeda menjadi salah satu bentuk ibadah dalam rangka menjaga kelestarian lingkungan, sesuai dengan ajaran Islam yang mengutamakan kebersihan dan kebaikan bersama.
Prinsip berkendara halal ini mengajak kita untuk melihat penggunaan transportasi dari perspektif yang lebih luas, tidak hanya untuk kepentingan pribadi, tetapi juga sebagai kontribusi terhadap upaya global dalam mengatasi perubahan iklim. Bersepeda, berjalan kaki, atau menggunakan transportasi umum adalah bagian dari aksi nyata yang bisa kita lakukan untuk menjaga bumi dan memenuhi kewajiban kita sebagai khalifah di muka bumi.
Langkah Nyata: Dari Refleksi ke Aksi
Polusi udara adalah ancaman nyata yang tak bisa lagi kita abaikan, dan memperingatkan manusia tentang bahaya ini adalah tantangan besar. QS Ad-Dhukhan ayat 14 juga menggambarkan bahwa bahkan Rasulullah dicap gila ketika memperingatkan umatnya tentang akan datangnya bahaya besar yang akan mengancam umat manusia jika mendurhakai Allah. Jika Rasul saja menghadapi penolakan sebesar itu, kita sebagai manusia biasa tentu akan berhadapan dengan tantangan yang tidak kalah berat dalam mengkampanyekan pentingnya udara bersih. Bukankah membiarkan udara tercemar sama halnya dengan kemaksiatan dan salah bentuk kedurhakaan kepada Allah? Inilah saatnya kita perlu bersikap tegas. Mengubah pola pikir dan perilaku masyarakat memang bukan pekerjaan mudah, tetapi justru karena tantangan ini berat, maka kita harus berani melawan apatisme. Menyerah berarti membiarkan ancaman ini semakin mendekat tanpa perlawanan.
Kita harus memulai dari diri sendiri, dengan langkah-langkah kecil yang dapat kita lakukan setiap hari. Jika memungkinkan, mulailah menggunakan kendaraan umum, bersepeda, atau berjalan kaki jika jarak tempuh kurang dari dua kilometer. Kurangi penggunaan kendaraan bermotor. Gunakan kendaraan bermotor hanya untuk keperluan yang sangat mendesak. Dengan demikian, kita berkontribusi pada pengurangan polusi udara dan menjaga bumi yang kita tinggali.
Selain itu, penting juga untuk mendorong pemerintah dan industri untuk mengambil langkah-langkah yang lebih besar. Pengembangan teknologi ramah lingkungan, pengaturan penggunaan kendaraan bermotor, serta kampanye pendidikan tentang pentingnya udara bersih adalah bagian dari solusi yang harus kita dukung bersama. Pemerintah juga bisa berperan besar dengan mengeluarkan kebijakan yang efektif untuk mengurangi polusi udara.
Menjaga Amanah Allah
Polusi udara bukan sekadar masalah teknis atau ekonomi, tetapi juga ujian dari Allah. Sebagai umat yang diberi amanah untuk menjaga bumi, kita harus bertindak. Kita tidak bisa lagi bersikap pasif atau acuh tak acuh. Allah telah memberikan kita tanda-tanda, baik melalui alam maupun melalui kitab-Nya, bahwa menjaga lingkungan adalah bagian dari tugas kita sebagai khalifah di bumi.
Semoga refleksi ini menjadi pengingat bagi kita semua. Bahwa di balik asap polusi yang menyesakkan, terdapat panggilan dari Allah untuk bertobat dan memperbaiki diri. Mari kita sambut panggilan ini dengan tindakan nyata, demi masa depan yang lebih baik untuk kita dan generasi yang akan datang.
Wallahua'lam.