Dilema Keteguhan dan Budaya Berorganisasi
Oleh: Amalia Irfani, Sekretaris LPP PWM Kalbar/LPPA PWA Kalbar
Jika melihat bagaimana seseorang bertahan hingga menua di suatu organisasi maka hipotesis sementara yang dapat kita jadikan rujukan kesimpulan adalah kecerdasan intelektual dan emosional telah berpadu utuh dalam diri individu tersebut. Hipotesis lain, organisasi telah sukses mengkader sehingga step perjuangan menemukan pengganti. Terlebih jika keterlibatan dalam organisasi sosial, bersifat non profit dan menyita waktu panjang kali lebar agar selalu dapat memberi kemanfaatan.
Para "pendekar" perubahan baik dan terkategori sebagai pahlawan bangsa, telah secara nyata menebar manfaat di masyarakat. Keikhlasan mereka tidak pernah mengharap pujian, hanya semata karena Allah SWT. Organisasi tetap fight merupakan kebahagiaan tiada terhingga bagi para pejuang ini. Tumbuh subur organisasi kemasyarakatan, juga merupakan indikator kepedulian anak bangsa terhadap lingkungan sosial kemasyarakatan mereka.
Dari berbagai proses yang akan dihadapi tentu tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Penulis melihat di beberapa organisasi, generasi berpotensi yang jika mampu dikader, maka akan memiliki potensi untuk melanjutkan estafet kepemimpinan/perjuangan selanjutnya. Namun berbagai peluang kesuksesan tersebut sering kali gagal, tidak sesuai harapan karena kesalahan dalam proses pengkaderan. Generasi pendahulu kadang lalai memahami regenerasi bukan hanya sekedar melanjutkan estafet organisasi, tetapi meneruskan perjalanan dengan penuh cinta dan keikhlasan. Virus ini harus terus dapat ditularkan, tentu saja dengan kerja ikhlas dan kerja nyata.
Budaya Baik Organisasi
Beberapa perempuan hebat, walau tidak memiliki kekayaan dan jabatan mentereng di masyarakat, dengan usia yang tidak lagi muda sebab telah berusia hampir 70 tahun bahkan lebih, banyak yang masih fight menularkan semangat perjuangan ke generasi muda. Mereka bahkan masih bisa menginisiasi terbentuknya organisasi dengan tujuan memberikan kemanfaatan bagi kaum perempuan, khususnya para ibu-ibu muda untuk aktif berkontribusi sesuai skill, kemampuan dengan tameng keikhlasan. Ketiga poin penting yang harus ada jika seseorang ingin berkontribusi dalam sebuah organisasi. Tidak sekedar ikut-ikutan atau meluangkan waktu biar dianggap keren.
Saat berinteraksi langsung dengan beberapa Ibu-ibu tersebut, penulis mendapatkan kesimpulan, pentingnya kebiasaan baik include lingkungan positif agar kualitas hidup juga baik. Jika hal ini mampu terus dijaga ritmenya maka akan menjadi habit hingga usia senja. Bahkan identitas diri yang akan menular ke anak cucu. Anak yang terbiasa melihat aktivitas orang tua dengan kesibukan "peduli" sesama maka juga meniru kebiasaan tersebut di masa depan.
Charles Duhigg Penulis The Power of Habit, yang mempopulerkan istilah Keystone habit, yakni sebuah kebiasaan yang saling berhubungan sejak dimulai hingga berproses menjadi kebiasaan. Menurut Duhigg, seseorang yang menjadikan aktifitas positif dan dilakukan dengan bahagia, akan membuat individu tadi terus melakukan hal-hal baik dan pada akhirnya memberikan efek yang juga baik di diri individu tersebut.
Dilema Berorganisasi
Organisasi dapat didefinisikan sebagai wadah yang berisi sekelompok atau kumpulan individu, saling bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Organisasi juga dapat disebut media tepat untuk belajar peran dengan tugas fungsi yang ada. Dalam Islam terdapat pada Surat As-Shaff ayat 4, bahwa Allah menyukai orang yang berjuang dengan barisan teratur seperti bangunan yang kokoh.
Untuk menjadikannya kokoh, diperlukan sikap kerja yang baik dari para anggota organisasi. Setiap anggota (tidak hanya pemimpin), harus peduli untuk memastikan keberlangsungan organisasi, dengan bersikap fokus, disiplin, tidak egois, bekerja keras, dan menjaga komunikasi yang baik.
Walaupun tampak solid, dipenuhi kegiatan, tidak selalu organisasi yang tampak baik-baik saja tidak ada masalah. Masalah akan silih berganti hadir, khususnya tentang kinerja anggota yang tidak menunjukkan progres apapun. Atau dengan kesibukan para anggota organisasi menjadi kehilangan arah. Maka penting untuk kembali meluruskan niat karena Allah SWT, bahwa organisasi yang telah kita masuki adalah tanggung jawab, amanah dan ruang luas untuk menebar kebaikan (dakwah).