YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Salah satu Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (FH UMY), Yordan Gunawan berhasil menyelesaikan studi doktoralnya dalam jangka waktu 2,5 tahun. Studi S3 nya ini berhasil ia tempuh dengan sukses di Universitat Pompeu Fabra, tepatnya pada program Doctoral Programme in Law. Prestasinya ini juga menjadikan Yordan sebagai lulusan tercepat di Universitat Pompeu Fabra, Spanyol.
Ditemui di ruangannya pada Selasa (19/11), ia menceritakan bagaimana ia bisa menjadi lulusan tercepat di sana. Menurut penuturan dari dosen Ilmu Hukum ini, ia merasa sangat terbantu oleh para profesor terutama pembimbing yang sangat supportif dan memberi banyak input untuk penelitian disertasinya, yakni Prof. Pablo Pareja Alcaraz. Tak hanya itu, sebelum memulai perkuliahan doktoralnya, Yordan juga telah memulai melakukan penelitian untuk disertasinya bahkan sejak beberapa tahun sebelumnya. Faktor-faktor inilah yang menurut Yordan menjadi pendukung dari percepatan studinya.
“Perkuliahan saya dimulai pada November 2022, walaupun masih secara daring karena di masa pandemi. Namun sejak awal, saya sudah memiliki proposal penelitian untuk disertasi setebal lebih dari 35 lembar, sementara rata-rata mahasiswa lainnya baru menyertakan 3-4 lembar saja di awal perkuliahan. Ini salah satu alasan yang menjadikan saya dapat segera melakukan proposal defense, bahkan menjadi yang tercepat di angkatan saya,” ungkap Yordan.
Kritisi Hukum Internasional di ASEAN
Sebelum memulai studi doktoralnya di Spanyol, pada tahun 2009 Yordan telah memulai penelitian untuk disertasinya terkait polusi asap di kawasan ASEAN dan bagaimana penanggulangannya melalui hukum internasional yang terikat oleh perjanjian, bernama ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (AATHP). Polusi asap yang menyebabkan total kerugian hingga miliaran USD ini, menurut Yordan belum terselesaikan dengan optimal walaupun telah adanya AATHP.
Ia pun menjadikan penelitiannya ini sebagai disertasi doktoralnya dengan judul “The Effectiveness of Informal International Law in Southeast Asia: Influencing the Enforcement of the 2002 ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (AATHP)”. Proposal disertasi penelitian Yordan ini pun telah diuji pada bulan Juli 2022, dengan sidang akhir ujian disertasinya dilaksanakan pada 16 Juni 2024 secara terbuka disaksikan puluhan Profesor dan mahasiswa PhD lainnya, dengan Pembimbing Prof. Pablo Pareja Alcaraz dan pengujinya yakni, Prof. Angel Rodrigo Hernandez, Prof. Marta Abegon Novella, Prof. Oriol Mir, dan Prof. Josep Capdeferro.
Menurut Yordan, ada dua faktor penyebab utama belum optimalnya penanganan polusi asap di kawasan ASEAN ini. Pertama adalah lambannya respon pemerintah Indonesia dalam meratifikasi perjanjian tersebut menjadi peraturan yang meregulasi aktivitas penyebab polusi asap terutama bagi pengusaha. Padahal, Indonesia menjadi negara pengekspor asap terbanyak yang disebabkan oleh kebakaran hutan.
Faktor lainnya, menurut Yordan, adalah karena tidak adanya keseragaman hukum di ASEAN. Ia menilai jika ASEAN yang tidak memiliki hukum supranasional untuk dapat menginstruksikan negara anggotanya agar mengikuti perjanjian yang berlaku, akan sulit untuk menjalankan setiap perjanjian internasional yang memerlukan ketaatan dari setiap negara dan meratifikasi perjanjian seperti AATHP.
“ASEAN tidak memiliki dasar berupa perjanjian yang mengikat dan berfungsi sebagai hukum. Hanya mengandalkan konferensi tingkat tinggi dalam pengambilan keputusan, sehingga menjadikannya sangat bersifat politis,” ujarnya.
Di sisi lain, adanya ASEAN Way yang memberlakukan prinsip non-intervensi dengan sangat kuat pada setiap negara, semakin mempersulit penerapan perjanjian seperti AATHP yang bernar-benar mengikat. Yordan mengatakan bahwa seharusnya asas dari hukum perjanjian internasional adalah bersifat mengikat pada semua pihak dan wajib menjalankan isi dari perjanjian tersebut.
“Misalkan, Singapura yang ingin mengirimkan bantuan helikopter untuk memadamkan api di kebakaran hutan yang mengakibatkan polusi asap, namun ditolak oleh Indonesia. Padahal, AATHP sudah meregulasi bahwa kerja sama wajib dijalankan jika tidak mampu dilakukan oleh satu negara sendiri,” jelas Yordan.
Determinasi dan Integritas Tinggi
Durasi studi Yordan di Barcelona memang terkesan cepat. Namun sesungguhnya, perjalanannya sudah dimulai sejak lama, melalui penelitiannya yang juga berhasil mengambil hati profesor pembimbingnya, Prof. Pablo Pareja Alcaraz. Yordan pun memberikan sedikit tips, bahwa studi doktoral di luar negeri sebenarnya sudah bisa dicicil di depan, sebelum perkuliahan dimulai. Semuanya berawal dari bagaimana mahasiswa dapat memproyeksikan penyelesaian studinya, dengan begitu akan memudahkan profesor dan mau memberikan waktunya untuk membimbing.
“Saya sebetulnya sudah banyak berdiskusi dengan para pakar Hukum Internasional, bahkan diterima juga di Erasmus University Rotterdam Belanda, Maastricht University Belanda, Eastern Finland University, Finlandia, National Taiwan University, Taiwan dan University of Debrecen, Hongaria, namun harus menunggu jadwal cukup lama yang diminta Pembimbing untuk mulai pembimbingan tesis. Bahkan ada yang meminta ditunda setahun karena menunggu bimbingannya yang lain lulus terlebih dahulu,” kenang Yordan sebelum akhirnya memilih untuk memulai kuliah S3 nya di Universitat Pompeu Fabra.
Selain sebagai mahasiswa, Yordan pun aktif di berbagai organisasi termasuk Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Spanyol, dimana Yordan menjadi Ketua untuk periode 2023-2025. Ia pun sempat menjadi Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Madrid untuk Pemilu 2024, serta Ketua Forkom PCIM Eropa dan Mediterania, dan Penasihat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Wilayah Eropa.
“Sesibuk apapun, saya tidak pernah untuk tidak membalas email dari profesor saya. Prinsip saya adalah untuk selalu menyanggupi jika profesor meminta untuk bertemu, bahkan saya akan datang satu hingga dua jam lebih awal, walaupun sedang berada di luar kota,” ungkap Yordan.
Ia sering menggunakan waktu liburan untuk menyelesaikan penelitiannya, sehingga penelitian setebal 649 halaman dapat terselesaikan sebelum ia melakukan ujian akhir di Juni 2024. Determinasi dari Yordan pun seringkali membuat profesornya terkejut, melihat dirinya yang sangat tekun dan berintegritas. Hingga pada akhir bulan Juni itulah Yordan berhasil dinyatakan lulus sebagai doktor dari program Doctoral Programme in Law di Universitat Pompeu Fabra.
Kini, Yordan telah kembali ke Indonesia dan melanjutkan tugasnya sebagai dosen di Fakultas Hukum UMY. Ia yang juga menjabat sebagai Direktur dari International Program for Law and Sharia (IPOLS) pun menegaskan bahwa ingin terus berkontribusi bagi kemajuan UMY. (ID)