SURAKARTA, Suara Muhammadiyah - 117 siswa dan 6 guru SMP Muhammadiyah Program Khusus Kottabarat Surakarta melangsungkan kegiatan edutrip ke Singapura dan Malaysia selama 4 hari 3 malam, Senin-Kamis (27-30/5/2024). Kegiatan ini bertujuan untuk membuka wawasan para siswa terkait perkembangan dan inovasi dunia internasional.
Muhdiyatmoko, Kepala SMP Muhammadiyah Program Khusus Kottabarat Surakarta mengatakan program edutrip menjadi program unggulan yang diselenggarakan setiap tahun. Program edutrip menjadi sarana belajar bagi siswa tentang kemajuan dan inovasi di negara yang dikunjungi. “Sementara ini, kita baru mengunjungi Singapura dan Malaysia,” ujarnya.
Pada saat siswa berada di kelas 7, sekolah mengenalkan kearifan lokal pedesaan melalui program home stay. Saat siswa sudah berada di kelas 9, sekolah mengarahkan mereka kepada pengembangan wawasan global internasional dengan program edutrip. “Jadi lengkap penguatan karakter di SMP Muh PK," jelasnya.
Ia menambahkan, bahwa tempat-tempat yang dikunjungi para siswa adalah tempat memiliki nilai edukatif untuk belajar banyak hal. Singapura seperti di URA (Urban Redevelopment Authority), dan NUS Library. Adapun Malaysia, siswa belajar di kampus USIM (Universitas Sains Islam Malaysia). Selain itu, para siswa juga menikmati destinasi wisata seperti Merlion Park, Universal Studio Singapore (USS), Genting Highland, Batu Caves, dan Menara Petronas.
“Selain belajar dan berwisata, keselamatan dan kenyamanan para peserta juga kami persiapkan apalagi di negara lain. Maka para siswa yang berjumlah 117 orang, kita bagi menjadi kelompok kecil dengan guru pendamping. Ada 6 guru pendamping yang diterjunkan dalam edutrip kali ini,” ujar Muhdiyatmoko.
Berkunjung ke kota layak huni dan berkelanjutan
Ada hal yang menarik dari edutrip kali ini, ketika para siswa berkunjung ke URA (Urban Redevelopment Autority) Singapura. URA adalah semacam badan perencanaan pembangunan daerah/kota di Singapura. Di tempat tersebut, para siswa bisa melihat secara dekat bagaimana perencanaan tata kota di Singapura. Secara menyenangkan, para siswa mendapatkan edukasi pengelolaan tata kota layak huni dalam menghadapi perubahan iklim.
Bara Kaori Satya Maharani, peserta edutrip, mengatakan hal yang bisa dipelajari saat mengikuti edutrip di Singapura adalah melihat kemakmuran masyarakat dan ketertiban tata kota. Menurutnya, Singapura adalah negara yang makmur dan modern. Lingkungan biotik terkesan terawat meski berada di tengah kota. Kota ideal menurutnya adalah kota yang mampu memenuhi semua kebutuhan masyarakat. Fasilitas kebutuhan hidup terpenuhi secara tidak minimalis seperti pendidikan dan kesehatan.
Terkait perubahan iklim, Kaori menjelaskan, diperlukan tata kota yang lebih banyak menerapkan prinsip jalan kaki, bukan naik kendaraan pribadi. Selain itu, tertib berlalu lintas, minat masyarakat yang tinggi dalam memanfaatkan kendaraan umum, atau naik sepeda.
“Saya berharap melalui edutrip ini mampu memberikan bekal kepada siswa untuk rajin belajar dan menambah pengetahuan agar ke depan mampu memberikan kontribusi dalam membangun kota yang maju,” jelas Bara.
Peserta edutrip lain, 'Aisyah Syafira Putri Wibawa mengungkapkan pendapat yang hampir sampa tentang kota yang layak huni. Menurutnya kota layak huni adalah kota yang warga masyarakat peduli terhadap kebersihan. Menurutnya kenyamanan kota akan didapatkan jika lingkungan kota terjaga kebersihannya. “Kebersihan lingkungan itu penting. Maka budaya peduli terhadap lingkungan yang harus dirawat seperti buang sampah pada tempatnya. Kota yang layak huni adalah kota yang nyaman dan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan tidak merusah alam yang diciptakan Allah SWT. Singapura minim kendaraan pribadi dan tata kota lebih bersih serta tertib,” ungkapnya.
Hal senada juga disampaikan Rachellayya Thedjo Putriya. Ia merasakan benar kenyamanan ketika berada di Singapura. Suasana kota lebih maju, asri, dan indah dipandang. Ia pun termotivasi untuk belajar lebih giat agar mampu berkontribusi dalam pengembangan tata kota masa depan agar lebih maju dan modern. Sementara itu, Divanissa Hanifah menambahkan di Singapura budaya masyarakat lebih disiplin. Divanissa merasakan ketika menyeberang jalan raya, penyeberang jalan lebih diutamakan daripada kendaraan.
“Penyeberangan jalan kaki lebih utama daripada kendaraan. Meski kondisi lingkungan saat ini panas, tetapi terasa nyaman karena banyak taman penghijauannya. Lebih asri dan adem,” jelasnya. (aryanto/diko)