YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) menyelenggarakan Islam in World Perspectives Symposium (IWOS) 2024 pada Rabu (14/8) di Amphitarium UAD Kampus 4. Symposium ini mengangkat tema “Islamic Studies in Contemporary Moral Context: Nurturing Faith, Knowledge, and Ethics”, dan menghadirkan dua pembicara ahli yaitu Jonathan Davis Smith dari School of Philosophy, Religion and History of Science, University of Leeds, United Kingdom, dan Dr Riduwan dari Prodi Perbankan Syariah Universitas Ahmad Dahlan, Indonesia sebagai pembicara utama.
Dalam presentasinya, Jonathan Davis Smith memulai dengan sebuah pertanyaan pembuka yang menantang. “Bagaimana kelompok-kelompok agama merespons tantangan etika yang dihadirkan oleh perubahan dan krisis lingkungan?” Pertanyaan ini menjadi dasar untuk mengeksplorasi bagaimana agama dan kepercayaan lokal memainkan peran penting dalam menanggapi perubahan lingkungan yang semakin kompleks.
Smith menjelaskan bahwa penelitian yang dilakukannya dengan menggunakan sintesis kerangka kerja, telah menganalisis 244 studi empiris terhadap 208 gerakan sosial lingkungan hidup yang terjadi di komunitas lokal di Indonesia dari tahun 1990 hingga 2022. Hasil penelitian menunjukkan bahwa agama tidak hanya menjadi alat konservasi lingkungan, tetapi juga menjadi sumber kreativitas dalam menghadapi tantangan lingkungan.
Kreativitas Keagamaan adalah salah satu konsep kunci yang diangkat dalam presentasi ini. Smith menunjukkan bahwa komunitas lokal sering kali berinovasi dengan mengadaptasi dan rekontekstualisasi ajaran agama mereka untuk merespons tantangan lingkungan yang baru. Misalnya, konsep-konsep seperti ijtihad dan bid’ah sering digunakan dalam proses ini, yang menunjukkan bahwa agama dapat menjadi dinamis dan adaptif dalam konteks lingkungan yang berubah.
Lebih lanjut, Smith membahas konsep Lived Religion yang didefinisikan sebagai praktik dan keyakinan agama sehari-hari yang dijalankan oleh komunitas, berbeda dengan agama resmi yang ditetapkan oleh institusi atau pemerintah. Dia menyoroti bahwa Lived Religion memiliki peran penting dalam bagaimana komunitas merespons krisis lingkungan, karena ini mencerminkan nilai-nilai dan sistem kepercayaan yang benar-benar dipegang oleh komunitas dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Sementara itu, Dr. Riduwan membahas topik yang sangat relevan dan krusial, yaitu Dilema Bank Syariah: Antara Komitmen Etis dan Kepatuhan Hukum. Materi ini mengeksplorasi bagaimana bank syariah dihadapkan pada pilihan sulit antara mematuhi peraturan hukum yang ketat atau mempertahankan komitmen etis terhadap layanan mikroentrepreneur yang sesuai dengan prinsip syariah.
Dr Riduwan memaparkan bahwa mayoritas masyarakat Indonesia adalah pengusaha mikro yang mengandalkan perbankan syariah sebagai solusi keuangan mereka. Namun, ketatnya regulasi pemerintah seringkali menempatkan manajemen bank syariah dalam posisi sulit, di mana mereka harus memilih antara memprioritaskan kepatuhan hukum atau memenuhi komitmen etis untuk mendukung usaha mikro.
Salah satu poin utama yang disoroti adalah perbedaan mendasar antara etika dan hukum dalam operasional perbankan syariah. Etika berorientasi pada manfaat dan berakar pada nilai-nilai agama, sedangkan hukum lebih bersifat wajib dan berorientasi pada keuntungan. Dilema ini mencerminkan tantangan yang dihadapi bank syariah dalam menyeimbangkan antara kepentingan sosial dan tuntutan hukum yang berlaku.
IWOS 2024 ini memberikan wawasan tentang tantangan dan peluang dalam pengembangan Studi Islam di era kontemporer khususnya terkait dengan isu lingkungan dan etika. FAI UAD berharap melalui konferensi ini, para akademisi dan praktisi dapat terus berkolaborasi dalam mengembangkan studi Islam yang relevan dan berdampak positif dalam konteks moral dan etika di dunia modern. (Zal/Fab)