BANDUNG, Suara Muhammadiyah - Wakil Ketua Lembaga Pengembangan Pesantren Pimpinan Pusat Muhammadiyah Muhbib Abdul Wahab menyampaikan dalam Gerakan Subuh Mengaji Aisyiyah Jawa Barat, Kamis (10/4), bahwa berakhirnya Ramadhan memiliki implikasi terhadap proses transformasi pada diri setiap Muslim. Hal ini termanifestasi dari pancaran kesalehan yang bersifat multiaspek.
"Idealnya puasa Ramadhan dapat membentuk integritas moral dan kesalehan shaimin, agar puasa tidak berhenti pada tataran fikih ritual formal, tanpa substansi fungsional dan spiritual," katanya.
Dengan ketulusan hati seraya berbasis iman, juga topangan keyakinan yang kuat, bagi Muhibib hal demikian dapat membuahkan, pertama, kesalehan spiritual. Hal ini diwujudkan melalui amaliah Ramadhan dengan penuh keikhlasan, ketaatan, kesabaran, kepasrahan diri, dan ketekunan.
"Orang yang memiliki kesalehan spiritual selalu menjadikan Allah sebagai sandaran vertikal dalam mengatasi pelbagai persoalan," sebutnya.
Kedua, kesalehan moral. Selama berpuasa kemarin, umat Muslim ditempa untuk bermoral jujur, sabar, amanah, disiplin. Dan tabah berikut disertai dengan pelbagai akhlak mulia lainnya. "Berpuasa memang harus dimodali kejujuran hati, pikiran, dan tindakan," imbuhnya.
Memang kesalehan moral ini kunci kesuksesan ibadah Ramadhan. "Auditor puasa itu adalah Allah dan shaimin sendiri," tegasnya.
Ketiga, kesalehan sosial. Ramadhan menghadirkan nuansa persaudaraan antar sesama. Berikut kebersamaan dan keharmonisan sosial yang tinggi. "Spirit sedekah, infak, berbagi takjil, berbagi santap sahur, merupakan bentuk kesalehan sosial yang membahagiakan kaum fakir," ujarnya.
Dari sini nilai manfaatnya dirasakan secara nyata. "Kesalehan sosial idealnya membuahkan kohesi dan harmoni sosial," tambahnya.
Keempat, kesalehan intelektual. Selama Ramadhan, umat Islam digembleng membiasakan mendaras Al-Qur'an serta mentadaburinya. "Ini menjadi bentuk pengembangan budaya literasi," sebutnya.
Karena demikianlah bantalan vital dari proses ibadah. "Itu harus dipandu ilmu sehingga berbuah hikmah dan akhlak mahmudah," tandasnya.
Kelima, kesalehan manajerial. Dengan puasa, umat Islam dilatih cerdas mengatur waktu secara arif. "Lulusan pendidikan Ramadhan idealnya memiliki manajemen waktu yang efisien, efektif, dan produktif, dengan disiplin positif," urainya. Manifestasinya dapat mengembangkan pola dan gaya hidup yang tertib, teratur, taat asas, dan disiplin tinggi.
Keenam, kesalehan finansial. Muhbib menyebut, kesalehan finansial mengedukasi umat Muslim mengintensifkan sedekah multidimensi (harta, ilmu, tenaga, pikiran, dan spirit membahagiakan semua). "Dengan menjadi pribadi dermawan (filantropis)," ulasnya. Aktualisasinya dengan mengendalikan pola belanja, pola konsumsi, dan pola hidup sederhana. "Dan gemar menabung secara proporsional," tambahnya lagi.
Ketujuh, kesalehan medikal. Banyak riset medik menunjukkan puasa menyehatkan. Yakni menyehatkan jantung, menurunkan kadar kolesterol, gula darah, tekanan darah, meremajakan (rejuvinasi) sel-sel tubuh. "Dan mentransformasikan limbah atau sampah dalam tubuh menjadi energi ketika tubuh memerlukan saat cadangan makanan berkurang," jelasnya.
Kedelapan, kesalehan ekologial. Muhbib menyebut, kesalehan ini dimulai dari dapur bersih, perkarangan rumah bebas sampah, dan pengurangan asap rokok (bagi perokok) di siang hari. "Sehingga terjadi pertobatan nasuha terhadap kebiasaan buruk merokok (membakar uang secara sia-sia dan menghirup racun berbahaya bagi kesehatan paru-paru dan jantung," ujarnya.
Kesembilan, kesalehan digital. Dengan ibadah Ramadhan, Muhbib mengetengahkan, umat Islam ditempa memiliki kepekaan literasi digital. "Kita belajar lebih selektif dan arif dalam memanfaatkan Facebook, Instagram, WA, Tiktok, dan sebagainya," ucapnya.
Idealnya, kesalehan ini harus diaktualisasikan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. "Kesalehan digital harus berorientasi membangun dan menumbuh kembangkan peradaban dan keadaban dalam rangka mewujudkan risalah Islam berkemajuan," pungkasnya. (Cris)