Guru dan Kebiasaan Hebat Anak
Oleh: Afridatul Laela Amar, Guru PAUD Aisyiyah Dudukan Tonjong Brebes
Desember nanti Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, berencana meluncurkan program 7 Kebiasaan Anak Hebat. Alasannya "Kita perlu di masa depan anak-anak muda yang kuat dalam religiusitas dan spiritualitas. Sehingga senantiasa mampu menghadapi tantangan di masa depan yang tidak semakin ringan, terutama kaitannya dengan persoalan dekadensi moral,” ujar Mendikdasmen (Kompascom, 10/11).
Sebuah gagasan baik yang layak untuk kita apresiasi. Karena kita semua merasakan bagaimana anak-anak sekarang banyak dihadapkan dengan tantangan masa depan yang tidak ringan. Tentu semua itu memerlukan sistem pendidikan yang bermutu agar mampu melahirkan anak-anak menjadi generasi hebat.
Menurut Dedy Mulyasana (2011), pendidikan yang bermutu lahir dari guru yang bermutu. Guru yang bermutu paling tidak menguasai materi ajar, metodologi, sistem evaluasi, dan psikologi belajar. Sebab, : 1) Guru yang baik bukan sekadar guru pintar, tapi guru yang mampu memintarkan peserta didik, 2) Guru yang baik bukan sekedar guru yang berkarakter, tapi guru yang mampu membentuk karakter yang baik bagi peserta didiknya.
Kemudian, 3). Guru yang baik bukan hanya guru yang mempunyai teladan dan integritas, tapi guru yang diteladani oleh sesama. 4). Guru yang memerankan dirinya sebagai pelayan belajar yang baik yang tugas utamanya bukan sekedar mengajar dalam arti menyampaikan sejumlah konsep dan teori ilmu pengetahuan, tapi tugas utama guru adalah membantu kesulitan belajar peserta didik.
Kita menyadari bahwa pendidikan adalah usaha terencana dan sistematis untuk mewujudkan suasana dan kerjasama belajar di mana peserta didik secara aktif menumbuhkan kemampuannya akan energi spiritual keagamaan, kepribadian, pengendalian diri, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (Habe dan Ahiruddin, 2017).
Berdasarkan pengertian tersebut, pendidikan berusaha untuk menghasilkan individu yang tidak hanya berprestasi secara intelektual tetapi juga memiliki kepribadian yang menyenangkan. Dari Rahim pendidikan akan lahir anak hebat apabila disertai dengan praktik baik yang dilakukan secara terstruktur, sisematis dan massif sehingga menjadi kebiasaan.
Pendidikan anak usia dini merupakan kunci dalam membentuk kepribadian anak dan mempersiapkan mereka untuk jenjang sekolah selanjutnya (Aras, 2021). Pendidikan taman kanak-kanak berfungsi sebagai penghubung antara kehidupan keluarga dan masyarakat yang lebih besar, yaitu sekolah dasar dan lingkungan lainnya (Harahap et al., 2021).
Nilai-nilai karakter yang ada jika dibentuk dengan baik, akan menjadi fondasi dan dasar kepribadian anak saat ia dewasa. Guru, orang tua, tenaga kependidikan dan masyarakat harus menyadari pentingnya pendidikan karakter dalam membatasi perilaku negatif, meningkatkan nilai-nilai individu dengan menjadi panutan bagi siswa, dan menyediakan lingkungan yang mendukung pendewasaan mereka (Irhamna dan Purnama, 2022).
Disamping itu, untuk meningkatkan lingkungan belajar yang aman dan nyaman maka diperlukan manajemen pembelajaran yang merupakan upaya untuk mengatur dan mengendalikan aktivitas pembelajaran berdasarkan pada konsep dan prinsip pembelajaran agar dapat tercapai secara efektif dan efisien.
Orang dewasa, baik itu guru ataupun orang tua sangat penting untuk mengoptimalkan tujuan pendidikan. Seorang pendidik harus mampu merancang proses pembelajaran, yang kemudian disesuaikan dengan tahap perkembangan dan karakteristik anak dalam belajar. Salah satunya yaitu melalui pembelajaran kontekstual dengan pendekatan pembiasaan praktik baik yang dilakukan secara berkesimbungan. John Dewey mengungkapkan bahwa pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada pengalaman serta minat siswa.
Proses belajar dapat terjadi jika materi yang telah diperoleh siswa di proses dan diimplementasikan di kehidupan nyata (Mujiyatun, 2019). Karena itu, selain memberikan pembelajaran berdasarkan pengembangan minat dan pengalaman pada siswa, guru juga harus memberikan kebebasan kepada siswa anak usia dini, untuk bermain dan melakukan praktik baik agar menjadi kebiasaan dalam kehidupan.
Seorang guru harus lebih kreatif dan inovatif serta memiliki strategi untuk merancang metode pembelajaran yang disesuaikan dengan situasi lingkungan sekitar. Membantu siswa dalam proses pembelajaran mungkin hanya cukup sampai tujuan pembelajaran itu tercapai, tetapi yang bermanfaat sepanjang hayat adalah pengalaman yang didapatkan oleh anak.
Pendidikan anak usia dini merupakan suatu fasilitas tumbuh kembang anak secara menyeluruh yang menekankan pada seluruh aspek perkembangan anak. Bredekamp mengemukakan bahwa program untuk melayani anak yang dirancang sebagai upaya meningkatkan enam aspek perkembangan pada anak (Mustafida et al., 2022). Dengan demikian, pendidikan anak usia dini merupakan suatu sarana untuk memfasilitasi dan mengembangkan berbagai potensi anak agar dapat berkembang secara optimal.
Tujuan Pendidikan pada anak usia dini adalah mengembangkan 6 aspek perkembangannya yakni; aspek norma agama dan moral, aspek fisik motorik, aspek kognitif, aspek sosial emosional, aspek bahasa dan aspek seni. Agar terwujud dengan baik, maka anak perlu dibiasakan untuk melakukan praktik baik, sehingga berdampak secara positif dalam pembentukan karakter kepribadiannya.
Tujuh Kebiasaan Anak Hebat
Tujuh Kebiasaan Anak Hebat yang akan diluncurkan pada Desember 2024, dirancang untuk membentuk karakter anak-anak yang produktif dan berkualitas. Berikut tujuh kebiasaan yang menjadi fokus program tersebut, yakni : 1). Bangun pagi dengan tujuan untuk membiasakan anak untuk memulai hari lebih awal dengan energi positif. Sehingga dalam menjalankan aktifitas harian dengan semangat.
2). Beribadah untuk meningkatkan nilai-nilai spiritual dalam kehidupan sehari-hari. 3). Berolahraga untuk mendorong kebiasaan hidup sehat melalui aktivitas fisik. 4). Makan sehat dan bergizi untuk menekankan pentingnya pola makan yang baik untuk mendukung pertumbuhan. 5). Gemar belajar guna meningkatkan minat baca dan belajar untuk memperluas wawasan.
Kemudian 6). Bermasyarakat dengan mengajarkan nilai-nilai sosial, kerja sama, dan empati terhadap lingkungan sekitar, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Terakhir, istirahat yang cukup untuk membantu anak menjaga keseimbangan fisik dan mental dengan tidur yang teratur.
Jika tujuh kebisaan anak hebat tersebut diajarkan dan dipraktikan mulai usia dini, baik melalui pendidikan keluarga maupun Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), maka kita optimis ke depan akan lahir anak-anak hebat menuju Indonesia emas 2045. Semoga.