BANYUMAS, Suara Muhammadiyah - Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah (Jateng) menggelar Pengajian Halal Bihalal pada Sabtu (19/04/2025) bertempat di Auditorium Ukhuwah Islamiyah, Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Mengahadirkan KH Faturrahman Lc, MSI, Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah sebagai pembicara.
Halal Bihalal merupakan tradisi yang sudah digaungkan Muhammadiyah sejak lama. Ketua PWM Jawa Tengah, Dr KH Tafsir, MAg, mengutip dalam majalah Suara Muhammadiyah yang menunjukkan bahwa Muhammadiyah sudah lama menggunakan istilah halal bihalal.
“Bukan hal mudah bahwa syari’ah menjadi tradisi bangsa. Tapi halal bihalal luar biasa bagaimana strategi dakwah kita, ajaran Islam tapi menjadi tradisi bangsa itulah halal bihalal,” jelasnya.
Tafsir berharap warga Muhammadiyah dapat merawat tradisi halal bihalal ini sekalipun halal bihalal tidak ada pada zaman Rasulullah. “Memahami Al-Qur’an Hadist dalam Muhammadiyah itu tidak mekanistik tapi Interpretatif,” tambahnya.
Selain itu, Tafsir juga mengapresiasi kinerja Lazismu Jawa Tengah selama bulan Ramadan karena berhasil melampaui target yang telah direncanakan dalam program penggalangan dana Ramadan. Keberhasilan ini menunjukkan bahwa Lazismu Jateng dapat mengelola dan mengoptimalkan zakat, infaq, dan shadaqoh dengan baik.
Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah, KH Faturrahman Lc, MSI, menyampaikan dalam tausiahnya, Muhammadiyah memiliki tarjih sebagai epistimologi yang didalamnya terdapat bayani, burhani dan irfani. Maka seharusnya manusia dapat menjadi apa yang Allah orientasikan. “Ketika kita melihat kepada kekufuran, narasi kita bukan lagi hak dan batil. Ia sudah selesai,” ujarnya
Menurutnya segala sesuatu yang terjadi di alam semesta baik micro maupun makro kosmos tidak akan terjadi kecuali atas seizin tuhan. Maka jika dikorelasikan dengan kufur, itu terjadi atas izin Allah. Dalam tarjih disebutkan, selama pandangan legitimit secara ilmiah akademik itu diapresiasi, dengan maksud untuk tidak membingungkan. “Maka jangan, tidak perlu Muhammadiyah dalam konteks lapangan itu saling membid’ahkan bahkan mengkafirkan,” tegasnya.
Dalam pandangan manusia yang baik maupun yang buruk, keduanya merupakan visual. Namun parameter Allah dalam menerima atau tidak menerima (amalan) adalah suatu sebab yang sangat tersembunyi, tidak bisa dilihat dan ada di dalam diri yang paling dalam. (Nad/Tia)