In Memoriam: Nada yang Tak Pernah Padam Warisan Rustam Efendy Rasyid

Publish

29 October 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
78
Foto Istimewa

Foto Istimewa

In Memoriam: Nada yang Tak Pernah Padam Warisan Rustam Efendy Rasyid

Oleh Haidir Fitra Siagian

Kabar wafatnya sahabat kami, Dr. H. Rustam Efendy Rasyid datang tiba-tiba dan meninggalkan duka mendalam bagi kami, para aktivis Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM) Sulawesi Selatan tahun 1990-an. Berita itu saya terima melalui pesan dari Dr. Ilham Hamid di media sosial. Kabar duka tersebut sekaligus mengakhiri penantian panjang untuk bertemu kembali setelah lebih dari dua dekade berpisah karena kesibukan dan studi saya di luar negeri. Bagi saya, almarhum bukanlah sekedar sahabat, tetapi juga rekan seperjuangan yang banyak memberi keteladanan dalam organisasi, pun dunia pendidikan.

Rustam lahir di Bone, 6 November 1976, dan tumbuh dalam keluarga religius yang menjunjung disiplin serta kecintaan pada ilmu. Ia menempuh pendidikan di SD Negeri 3 Rappang, SMP Negeri 1 Rappang, dan SMA Negeri 2 Panca Rijang jurusan IPA Biologi. Sejak muda, ia dikenal tekun, santun, dan memiliki semangat belajar tinggi, karakter yang melekat hingga akhir hayatnya. Dalam kegiatan organisasi, loyalitasnya boleh dikatakan sangat tinggi.

Kami pertama kali bertemu pada tahun 1996 pasca musyawarah di Kabupaten Selayar, saat sama-sama aktif di Pimpinan Wilayah Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM) Sulawesi Selatan selama dua periode hingga 2000. Saya menjabat Wakil Ketua I, sedangkan Rustam mengurus bidang seni dan budaya. Ia pandai berbicara, percaya diri, dan sangat mencintai seni serta kebudayaan. Saat itu, Rustam masih kuliah di Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI), sedangkan saya di Universitas Hasanuddin. Kami sering bepergian bersama untuk kegiatan kaderisasi. Dalam setiap acara, ia selalu tampil sigap sebagai pembawa acara, moderator, atau pengisi kegiatan.

Rustam berasal dari Rappang, Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap). Kota kecil ini juga dikenal sebagai kota penghasil ulama di Indonesia, salah satunya adalah Prof. Quraisy Shihab. Ayahandanya, Pak Rasyid, dikenal sebagai dosen dan tokoh Muhammadiyah di STKIP Muhammadiyah Rappang. Saya juga cukup mengenal keluarganya yang dikenal ramah dan dermawan. Salah satu saudaranya adalah perwira TNI Angkatan Udara yang menikah dengan sahabat saya sesama dosen di UIN Alauddin Makassar, yang kini sementara menempuh studi doktoral di Belanda.

Salah satu kenangan yang tak terlupakan terjadi tahun 1999, sepulang dari kegiatan Konferensi Pimpinan Daerah IRM se-Sulawesi Selatan di Toraja. Rombongan kami, sekitar 30 orang, termasuk Wahriadi, Andi Amri Mansyur, dan H. Syahrir Rajab, diajak singgah di rumahnya di Rappang. Meski malam sudah larut, keluarganya menyambut hangat, menyiapkan makan malam, bahkan membekali kami buah mangga dari halaman rumah. Dari pengalaman itu, saya melihat langsung keramahan dan jiwa sosial yang tulus dari keluarga Rustam.

Sekitar tahun 2000-an, ia menikah. Saya sebenarnya diundang ke pesta pernikahannya, tetapi tidak sempat hadir, karena jaraknya cukup jauh untuk ukuran saya saat itu. Beberapa waktu kemudian, ketika saya berkunjung ke Rappang, saya singgah di rumahnya. Ia memutar video pernikahannya sambil menyajikan durian yang sengaja dibelinya karena tahu saya datang. Dengan penuh semangat ia bercerita tentang awal pertemuannya dengan sang istri, cerita sederhana namun berkesan dan mencerminkan sisi romantis serta rendah hati seorang Rustam.

Semangat belajarnya luar biasa. Ia tidak puas hanya dengan satu bidang ilmu. Setelah menyelesaikan Sarjana Hukum, ia juga menempuh studi Pendidikan Bahasa dan Sastra, lalu melanjutkan ke program Magister Pendidikan, dan akhirnya meraih gelar Doktor Linguistik di Universitas Hasanuddin. Kombinasi antara ilmu hukum yang rasional dan ilmu bahasa yang humanis menjadikan pandangan dan pemikirannya luas. 

Dalam kariernya, Rustam dikenal sebagai pendidik yang berdedikasi tinggi. Ia mengajar di SMA Negeri 1 Sidrap, kemudian menjadi dosen di Universitas Muhammadiyah Sidenreng Rappang (UM Sidrap). Di kampus, ia dipercaya menjabat Wakil Ketua I Bidang Akademik, posisi yang menunjukkan kepercayaan besar terhadap integritas dan kemampuannya. Ia juga aktif membina Gerakan Pramuka, menanamkan nilai kedisiplinan dan akhlak mulia kepada para siswa.

Kami sempat berkomunikasi beberapa tahun lalu tentang keinginannya untuk beralih menjadi dosen di UIN Alauddin Makassar, tempat saya juga mengabdi. Saya sempat memberi beberapa saran tentang jalur dan proses yang harus ditempuh. Namun karena ia tengah menyelesaikan program doktoralnya, rencana itu belum sempat terwujud. Setelah itu, kami jarang berkomunikasi, hingga pesan terakhir darinya datang pada 3 September 2025.

Dalam pesan itu, ia baru keluar dari rumah sakit, namun tetap semangat berdiskusi tentang mars yang ia ciptakan tentang kegiatan Kemah Tahfiz dan Bahasa Pesantren Muhammadiyah-Aisyiyah se-Sulawesi Selatan yang diselenggarakan di kampung halamannya, Sidrap. Dalam percakapan itu, saya sempat meminta pendapatnya soal penamaan masjid. Sebagai ahli bahasa, ia memberi saran yang lembut dan bermakna. Katanya, meskipun ada banyak pilihan secara linguistik, nama “Masjid Hakim Bismar Siregar” memiliki nuansa indah, menenangkan, dan menyentuh nurani. Dari ucapannya itu, saya melihat sisi mendalam seorang Rustam—cerdas, peka, dan penuh empati.

Dr. H. Rustam Efendy Rasyid adalah pribadi yang teguh pada prinsip, lembut dalam tutur kata, dan sederhana dalam hidup. Ia menunaikan tugas sebagai pendidik, aktivis, dan sahabat dengan dedikasi penuh.  Kepergiannya meninggalkan duka mendalam bagi dunia pendidikan dan keluarga besar Muhammadiyah Sidrap, serta bagi kami yang pernah berjuang bersamanya, Ikatan Remaja Muhammadiyah.

Warisan ilmunya akan terus mengalir dalam diri para murid dan kader muda yang pernah disentuh inspirasinya. Mars KTB Sidrap yang ia ciptakan akan selalu dikenang oleh sekitar 2.500 santri pesantren Muhammadiyah-Aisyiyah yang hadir dalam kegiatan tersebut, sebuah karya yang menjadi jejak amal jariyahnya.

Semoga Allah SWT menerima segala amal ibadahnya, mengampuni khilafnya, dan melapangkan kuburnya. Namamu akan selalu hidup dalam doa dan kenangan kami.

Lt. IV Gedung C, Kampus UIN Alauddin Makassar, Gowa, 29 Oktober 2025

Penulis adalah mantan Wakil Ketua I PW Ikatan Remaja Muhammadiyah Sulawesi Selatan 1998–2000 / Dosen UIN Alauddin Makassar.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Humaniora

In Memoriam: Drs. H. Jindar Tamimi Harahap, M.A., Kader Tulen Muhammadiyah dari Tapanuli yang Mengab....

Suara Muhammadiyah

10 October 2025

Humaniora

Washli Sjafie: Nusantarakan Pendidikan Muhammadiyah Kalimantan Barat Oleh: Amalia Irfani Keb....

Suara Muhammadiyah

6 October 2023

Humaniora

Pagi Ceria di Klinik Aisyiyah "Rahmijah Kaduppa" Gowa Oleh: Haidir Fitra Siagian  Sebenarnya ....

Suara Muhammadiyah

3 August 2024

Humaniora

Sang Surya di Fajar Dewata: Nilai-Nilai Sosial Profetik Oleh: Joko Riyanto,S.Ag, Ketua PDPM Tulang ....

Suara Muhammadiyah

29 October 2025

Humaniora

Paku dan Amarah Suatu ketika ada seorang anak laki-laki yang bersifat pemarah. Untuk mengurangi keb....

Suara Muhammadiyah

7 April 2025

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah