PALU, Suara Muhammadiyah - Meskipun microfinance syariah di Tanah Air memiliki banyak varian atau jenis bentuknya akan tetapi secara umum microfinance syariah memiliki karakter yang menonjol dari pada lembaga keuangan yang lain yaitu semangat keta'awunan (tolong - menolong). Hal ini yang mendorong di berbagai ekosistem komunitas masyarakat berlomba - lomba mendirikan microfinance syariah, selain berfungsi meningkatkan kesejahteraan ekonomi para anggotanya.
Demikian petikan peryataan yang disampaikan oleh Direktur Eksekutif Induk Baitut Tamwil Muhammadiyah (BTM); Agus Yuliawan ketika menjadi narasumber di acara Silaturahmi Kerja Se - Indonesiav2023 (Silknas) Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK) dengan tema : Meneguhkan Bakti PINBUK Dalam Membangun Indonesia Emas 2045 di kota Palu - Sulawesi Tengah 7 - 10 Desember di kota Palu - Sulawesi Tengah.
Dalam mengimplementasikan keta'awunan tiap - tiap microfinance syariah, lanjutnya, memiliki strategi yang berbeda - beda yang disesuaikan dengan kearifan lokal di masing - masing komunitas. Namun esensinya dan rasa sebenarnya sama, yakni memberikan pemberdayaan kepada para anggota agar ekonominya tumbuh dan berkembang kuat.
"Realitas inilah yang harus menjadi bahan riset bagi pemangku kebijakan publik sekaligus sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun tentang regulasi - regulasi microfinance syariah selama ini. Bahwa ada sesuatu yang unik di microfinance syariah yang kebanyakan berbadan hukum koperasi itu di bandingkan dengan lembaga keuangan lainnya," jelas Agus.
Kemudian Direktur Eksekutif BTM memberikan contoh, meskipun BTM sebagai baitut tamwil (lembaga pembiayaan bisnis) tetapi tidak mengurangi adanya semangat keta'awunan dengan menjalin sinergi kerjasama dan membangun frekuensi yang sama dengan lembaga LAZISMU dan Majelis Wakaf Muhammadiyah yang secara manajemen terpisah. Melalui model demikian ada simbiosisme untuk saling sinergi, menguatkan dan kolaborasi dalam gerakan - gerakan keta'awunan Muhammadiyah dan sebagai alat dalam dakwah bil hal Persyarikatan di masyarakat.
Kemandirian Institusi keuangan
Selain keta'awunan Induk BTM mendorong kepada microfinance syariah di Tanah Air agar terciptanya kemandirian institusi keuangan. Itu artinya bagaimana di masing - masing microfinance syariah tercipta self help organization (SHO) atau membangun microfinance dengan cara kemandirian dan tidak tergantung dengan pihak lain atau eksternal. SHO merupakan salah satu bentuk dari microfinance seperti koperasi yang ingin mandiri dan dibangun berdasarkan dari kekuatan dari, oleh dan untuk anggota. Maka dari itu kemandirian ini bisa dilakukan jika konsolidasi permodalan berupa simpanan pokok, wajib koperasi dan simpanan sukarela bisa dimaksimalkan untuk melayani bagi para anggota dan didistribusikan dalam bentuk aktivitas sektor – sektor rill produktif.
Diakui untuk menjadi sebuah koperasi SHO tidak mudah—apalagi melihat kesadaran dari para anggota dalam menyimpan dananya yang bisa dikembangkan dalam aspek likuiditas sangat minim sekali. Hal ini yang menjadikan banyak,koperasi-koperasi yang ada selama ini memilih external help organization (EHO) daripada SHO.
Namun jika ini diteruskan oleh koperasi – koperasi maka peran dari koperasi hanya sekedar agen atau sales dari pihak luar berupa perbankan dan lembaga keuangan lainya. "Paradigma ini jika diteruskan yang terjadi koperasi akan menjadi ketergantungan dari pihak lain dan tidak mampu menjawab persoalan yang dihadapinya," kata Agus.
Maka dari itu di microfinance Muhammadiyah bernama BTM dikembangkan arsitektuk BTM berbasis SHO yang terdiri dari BTM Primer di tiap kabupaten / kota yang berfungsi memberikan pelayanan kepada anggota. BTM sekunder bernama Pusat BTM yang didirikan tiap wilayah atau provinsi yang berperan sebagai APEX Syariah (regulasi, likuiditas pendanaan, supervisi & apengawasan, pengelolaan sumber daya manusia dan IT). Kemudian Induk BTM atau sekunder nasional yang didirikan di kantor Pusat PP Muhammadiyah yang berperan dalam koordinasi regulasi dan networking.