Oleh: Dr Amalia Irfani, MSi, Dosen IAIN Pontianak, Sekretaris LPP PWM Kalbar
Judul diatas hanya tiga kata, tetapi memiliki makna dalam tentang cita-cita, harapan, tujuan dan mimpi anak bangsa untuk menjadikan ibu Pertiwi berdiri tegak dan tangguh melintasi masa. Sebab zaman serta gejolak sosial tidak pernah dapat diprediksi seperti apa dan bagaimana ke muka. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih ditahap mengikuti dinamika perubahan yang dikuasai oleh negara-negara adidaya.
Namun kita boleh berbangga banyak prestasi yang ditorehkan oleh generasi muda di berbagai kejuaraan dunia tidak hanya di cabang olahraga tetapi juga di prestasi akademik, penemuan kemanusiaan dan lain sebagainya. Mereka tidak lelah berjuang, mengisi dan mempertahankan kemerdekaan RI dengan kemampuan dan kesanggupan yang dimiliki. Prestasi-prestasi tersebut dengan bangga mereka persembahkan untuk nusa bangsa.
Tidak berharap untuk dipuja puji, kesungguhan yang ditunjukkan sesungguhnya adalah bukti betapa mencintai dan rasa memiliki telah tertanam erat, lekat dan begitu dekat disanubari. Semangat ini harus terus kita jaga, lestarikan hingga ke anak cucu.
Harus diingat bahwa yang ada pada diri kita hari ini akan ditiru oleh generasi selanjutnya. Maka penting untuk mentransfer kebaikan wujud nasionalisme, sesuai UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang bela negara, yakni sebuah sikap dan perilaku negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam menjalin kelangsungan hidup bangsa dan negara yang seutuhnya.
Bagaimana menjaga semangat dan sikap tersebut, tentu harus dipadankan dengan keadaan dan kebutuhan generasi. Khusus di dunia pendidikan, penting dibuat lingkungan akademik berkualitas dan bertujuan pada hasil. Nilai kejujuran, pantang menyerah harus dapat menjadi identitas yang tidak lekang oleh waktu. Generasi bangsa harus memiliki integritas mumpuni sehingga dapat memimpin di masa depan.
Menguasai IPTEK adalah keharusan untuk fight berkompetisi di dunia baru. Namun harus tetap strong menjaga identitas bangsa, tidak mudah terkontaminasi dengan budaya asing, yang sejatinya banyak tidak relevan. Namun karena "gempuran" media yang terus menerus tiada henti bak genosida, percikan budaya tersebut kini menyatu dan sulit diminimalisir. Menghindar dengan tidak mengkonsumsi yang tidak diperlukan dapat dijadikan sebagai alternatif pilihan, walaupun sulit untuk tidak terbawa arus, karena apapun sekarang dalam genggaman hanya dengan bermodal gawai dan paket data.
Integritas untuk Masa Depan
Integritas berasal dari bahasa latin integer yang bermakna keseluruhan atau lengkap, dan hanya akan tumbuh subur dilingkungan sehat. Menjaga integritas adalah keharusan, kebutuhan yang akan berefek sosial. Integritas didefinisikan sebagai sifat, mutu, dan keadaan yang menunjukkan nilai kejujuran serta wibawa. Individu berintegritas dapat diartikan sebagai cerminan diri yang dapat dipercaya, tidak bermuka dua atau hipokrit (munafik).
Para pengamat sosial menyepakati bahwa jika suatu negara ingin terus sejahtera (live longer), dan naik peringkat sebagai negara maju, maka harus didukung kehidupan sosial kemasyarakatan yang kondusif, dimana para pemimpinnya memiliki integritas, berwawasan luas, serta fokus untuk mensejahterakan rakyat.
Berintegritas berarti bersikap dan bertutur yang selaras dan sesuai norma di masyarakat.
Indikator yang bisa kita jadikan rujukan untuk mengukur apakah kita memiliki integritas tercermin pada seberapa sering kita berlaku jujur, bertanggung jawab, berani membela kebenaran, sederhana, memiliki kepedulian dan disiplin, serta berlaku adil dan tidak mudah berputus asa dalam kehidupan sehari-hari. Jika integritas untuk mengukur sejauh mana pemimpinnya bangsa telah menjadi pengayom, bisa kita tanyakan kepada saudara, tetangga atau siapa saja yang ditemui secara random di momen tertentu (bisa) melakukan diskusi, tentang bagaimana pendapat, harapan mereka terhadap Indonesia.
Apa yang mereka harapkan dari pemimpin kedepan, tanyakan pula apakah kita sudah sejahtera dimana hak memperoleh pendidikan, pelayanan kesehatan dan hukum telah sangat mudah didapat/diakses.
Jika dominasi menjawab belum sepenuhnya sejahtera, maka itulah realitas yang dirasakan oleh rakyat Indonesia. Kita belum sepenuhnya terhindar dari kemiskinan, belum dapat menghindari dari sulitnya memenuhi kebutuhan sehari-hari, khususnya untuk makan dan kebutuhan primer lainnya.
Tidak mengherankan angka gizi buruk balita yang akrab disebut stunting masih menjadi masalah sosial kemasyarakatan yang di-bold merah karena akan menyebabkan terganggunya masa depan bangsa. Stunting bersifat irreversible atau tidak dapat disembuhkan, terutama setelah anak mencapai usia 2 tahun, walau masih bisa diperbaiki dengan mengubah pola makan anak yang berprotein tinggi, namun dirasa impossible jika tingkat pendapatan masyarakat masih jauh dibawah standar.