Jejak Kenabian Nabi Muhammad SAW dalam Kitab Suci Terdahulu

Publish

3 July 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
53
Foto Istimewa/Pixabay

Foto Istimewa/Pixabay

Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas

Dalam diskusi mengenai ayat-ayat Al-Qur'an yang sering disalahpahami, salah satu yang menarik perhatian adalah Surah Al-A'raf (7) ayat 157. Ayat ini berbicara tentang Nabi Muhammad SAW: "Orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi (tidak bisa membaca dan menulis) yang mereka dapati (disebutkan) dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka, yang menyuruh mereka berbuat yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar, dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka, dan membebaskan mereka dari beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka."

Ayat ini kerap menimbulkan kesalahpahaman di kalangan Muslim dan non-Muslim. Secara sekilas, ayat ini mengindikasikan bahwa Nabi Muhammad SAW disebutkan dalam kitab suci Yahudi dan Kristen yang ada pada masa turunnya Al-Qur'an. Kesalahpahaman muncul karena kedua belah pihak, baik Muslim maupun non-Muslim, seringkali memulai interpretasi dengan pendekatan historis-gramatikal yang kaku.

Pendekatan historis-gramatikal menekankan pada pemahaman makna kata secara literal dan konteks sejarah pada saat teks ditulis. Namun, ketika mencari nama Nabi Muhammad SAW secara eksplisit dalam Taurat dan Injil dengan pendekatan ini, seringkali timbul kesulitan.

Umat Muslim kerap mencari nama "Muhammad" secara langsung. Yang paling mendekati mungkin ditemukan dalam Kidung Agung 5:16 yang menyebutkan "mahmed" (semuanya elok atau manis) dalam bahasa Ibrani, yang memiliki akar kata yang mirip dengan "Muhammad" dalam bahasa Arab. Namun, ini bukanlah penyebutan nama yang jelas dan dapat diperdebatkan. Kontras dengan ini, Injil Barnabas secara eksplisit menyebutkan nama "Muhammad," namun keasliannya masih menjadi perdebatan.

Di sisi lain, teman-teman Kristen, dengan pendekatan historis-gramatikal yang sama, akan menafsirkan Perjanjian Lama sebagai kitab yang sebagian besar merujuk kepada Yesus. Mereka akan melihat prediksi-prediksi di dalamnya sebagai nubuat tentang kedatangan Yesus, bukan nabi lain yang datang kemudian seperti Nabi Muhammad SAW.

Untuk memahami makna sebenarnya dari ayat Al-Qur'an ini, kita perlu melangkah mundur dan memahami bahwa Al-Qur'an mengisyaratkan metode interpretasi yang digunakan oleh para ulama Yahudi dan Kristen awal. Metode ini dikenal sebagai midrash dan pesher.

Midrash adalah metode yang mengangkat teks keluar dari situasi historisnya, memungkinkan penafsiran yang tidak terikat pada makna literal atau gramatikal ketat. Kata-kata atau frasa dapat dihubungkan dengan peristiwa masa depan. Sementara itu, pesher adalah metode yang bekerja sebaliknya: dimulai dari peristiwa masa kini dan mencari referensinya dalam kitab suci, tanpa harus terikat pada makna historis atau gramatikal asli.

Al-Qur'an dalam Surah Al-A'raf 7:157 seolah-olah mengatakan bahwa jika umat Yahudi dan Kristen menggunakan metode penafsiran yang sudah biasa mereka gunakan, dengan kemampuan yang dianugerahkan Tuhan, mereka pasti akan menemukan Nabi Muhammad SAW disebutkan dalam kitab suci yang mereka miliki. Ini menghilangkan frustrasi bagi mereka yang hanya mencari nama eksplisit melalui pendekatan historis-gramatikal.

Bahkan tanpa menggunakan metode midrash dan pesher yang lebih fleksibel, ada indikasi yang jelas dalam kitab-kitab suci sebelumnya mengenai kedatangan seorang nabi di masa depan:

Ulangan 18:18 dalam Perjanjian Lama menyebutkan tentang nabi-nabi yang akan datang setelah Nabi Musa. Ini menunjukkan bahwa ketika ada kebutuhan akan seorang nabi, seorang nabi akan datang. Bukankah ada kebutuhan akan seorang nabi di Arab pada masa kebangkitan Nabi Muhammad SAW? Tentu saja, dan beliau memenuhi peran tersebut.

Yesus, ketika ditanya menurut Injil Yohanes, "Apakah Anda nabi itu?", dia menjawab "Tidak." Ini menunjukkan bahwa masih ada ekspektasi akan seorang nabi yang mereka sebut sebagai "nabi itu."

Yohanes Pembaptis juga menyatakan, menurut Injil, bahwa setelahnya akan datang seseorang yang lebih besar darinya. Dan Yesus sendiri berkata bahwa dari semua yang dilahirkan oleh wanita, tidak ada yang lebih besar dari Yohanes Pembaptis. Ini berarti bahwa hingga masa Yesus, belum ada yang memenuhi syarat untuk menjadi lebih besar dari Yohanes Pembaptis. Nabi Muhammad SAW, yang lahir sekitar 570 M (600 tahun kemudian), memenuhi kebutuhan akan Nabi yang akan lebih besar dari Yohanes Pembaptis.

Dengan demikian, ada indikasi yang sangat jelas dalam kitab-kitab suci sebelumnya, bahkan tanpa perlu penafsiran yang kompleks, yang menunjuk pada kedatangan seorang nabi seperti Nabi Muhammad SAW. Ayat Al-Qur'an ini pada dasarnya menyoroti kemampuan umat Yahudi dan Kristen untuk memahami isyarat-isyarat ini dalam kitab suci mereka jika mereka menggunakan akal dan metode penafsiran yang sudah akrab bagi mereka.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Peringatan Hari Anti Korupsi Bukan Hanya Sehari Oleh: Royyan Mahmuda Al Arisyi Daulay, S.H.,M.H., ....

Suara Muhammadiyah

10 December 2024

Wawasan

Spirit Fastabiqul Khairat Oleh: Muhammad Zaini, SHI. MSI., Ketua Majelis Tabligh PDM Pamekasan Jar....

Suara Muhammadiyah

23 April 2024

Wawasan

Mohamad Djazman: Profiling Ulama Intelektual Oleh: Dartim Ibnu Rushd (Dosen Fakultas Agama Islam-UM....

Suara Muhammadiyah

17 January 2025

Wawasan

Kenaikan Isa dalam Al-Qur'an Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas M....

Suara Muhammadiyah

28 August 2024

Wawasan

Amal Shalih Sebagai Bekal Akhirat  Oleh: Suko Wahyudi, PRM Timuran Yogyakarta Dalam kehidupan....

Suara Muhammadiyah

31 December 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah