YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Jelang Pemilu 2024, Lembaga Penelitian dan Pengembangan ‘Aisyiyah (LPPA) Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah (PP ‘Aisyiyah) bekerjasama dengan Inklusi 'Aisyiyah terbitkan Buku Saku Pendidikan Pemilih Cerdas dan Bermartabat untuk Pemilu Inklusif dan Berkeadaban. Launching buku ini dilaksanakan pada kegiatan Madrasah Politik Perempuan Serial Pendidikan Pemilih “Pemilih Cerdas Bermartabat untuk Pemilu Inklusif dan Berkeadaban”, Sabtu (20/1/24).
Ketua LPPA PP ‘Aisyiyah, Siti Syamsiyatun menyebutkan bahwa LPPA mendapatkan mandat untuk melaksanakan pendidikan politik termasuk pendidikan bagi para pemilih yang merupakan bagian dari implementasi isu strategis amanat Muktamar ke 48 ‘Aisyiyah di Surakarta.
Pemilu disebut Syamsiyatun merupakan salah satu cara yang legal konstistusional untuk melakukan perbaikan-perbaikan atas nasib masyarakat. “Kalau rakyat kita menginginkan perubahan menuju arah lebih baik dan kita memilih pemimpin dengan kriteria integritas yang lebih baik maka Insya Allah keputusan kebijakan yang akan dilahirkan oleh pemerintah bersama anggota legislatif akan mengarah pada perbaikan itu.”
Di sinilah menurut Syamsiyatun salah satu pentingnya mengapa ‘Aisyiyah tetap melakukan proses pendidikan politik perempuan ini. Ia mendorong agar setiap pemilih baik pemilih pemula maupun pemilih senior dapat menjadi pemilih yang cerdas dan bermartabat. “Jangan menjadi pemilih yang hanya didikte dan tidak tahu apa-apa, asal manut saja. Karena ini menjadi bagian tanggung jawab kita sebagai individu, tanggung jawab sebagai warga Muhammadiyah, warga ‘Aisyiyah, dan juga warga Indonesia,” tegasnya.
Selain itu, buku saku ini disebut Syamsiyatun juga menjadi bagian dorongan ‘Aisyiyah agar Pemilu kali ini dapat bersifat inklusif. Memberi ruang kepada warga yang mungkin selama ini akses yang diberikan masih kurang optimal.
Ketua Umum Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, Salmah Orbayinah dalam kesempatan tersebut menyebutkan bahwa kehidupan politik kebangsaan 'Aisyiyah adalah mengembangkan sikap kebangsaan yang berpijak pada kejujuran, keadilan, kebenaran, tanggung jawab, kedamaian dan berakhlak mulia untuk membawa Indonesia berkemajuan.
“Bukan hanya keterlibatan dalam hal partai politik atau menjdi calon legislatif atau eksekutif tetapi perempuan-perempuan ‘Aisyiyah juga terlibat dalam hal kepengawasan dan penyelenggaraan pemilu.” Oleh karena itu Salmah mendorong agar warga 'Aisyiyah dapat mendukung terciptanya pemilu yang berkeadaban menuju demokrasi yang substantif, bermartabat, dan inklusif.
Terkait pemilihan ini Salmah mengajak seluruh warga ‘Aisyiyah untuk mengawal keterwakilan perempuan yang dapat berimplikasi pada kualitas legislasi yang dihasilkan negara. “Pada saat ini peningkatan pendidikan untuk pemilih harus terus dilakukan dan ini menjadi salah satu isu penting yang digulirkan pascaa Muktamar ke-48 menuju demokrasi yang substantif,” ujarnya.
Sekretaris Umum PP ‘Aisyiyah, Tri Hastuti Nur Rochimah yang juga merupakan Koordinator Inklusi ‘Aisyiyah menyebutkan bahwa ‘Aisyiyah sangat intens melaksanakan peran-peran pendidikan dan pemantauan pemilu ini. Menurunya sejak Pemilu 1999, ‘Aisyiyah sudah berada dalam jaringan pemantauan yang dianggotai oleh seluruh organisasi kemasyarakatan di Indonesia yang mempunyai kepedulian terhadap pemilu.
‘Aisyiyah juga secara konsisten mengawal pemilu bersih dengan melakukan kampanye anti hoaks serta memberikan mandat khusus kepada LPPA untuk memberikan pendidikan politik. Selain itu pasca Pemilu, ‘Aisyiyah juga memposisikan dirinya untuk terus mengawal kandidat yang telah terpilih dengan terlibat dalam melakukan advokasi kebijakan, mengawal program pembangunan dari perencanaan sampai dengan evaluasi.
Komitmen ‘Aisyiyah untuk mengawal proses demorasi ini disebut Tri juga ditegaskan dalam posisi Muhammadiyah di Abad Kedua ini konsisten sebagai organisasi kemasyarakatan (OMS) non-politik praktis. “Muhammadiyah istiqamah pada Khittah 1971 (Muktamar Ujung Pandang) dan dikuatkan dalam Muktamar Surabaya 1978, Khittah Denpasar 2002 dan Muktamar Makassar 2015 yang mengaskan bahwa Muhammadiyah adalah gerakan dakwah Islam yang beramal dalam segala bidang kehidupan manusia dan masyarakat, tidak mempunyai hubungan organisatoris dan afiliasi dengan partai politik atau organisasi apapun.”
Oleh karena itu Tri berharap agar Pemilu 2024 yang akan kita jelang ini janganlah sampai memecah belah persyarikatan. Sesuai aturan yang ada maka setiap pimpinan organisasi yang mencalonkan diri menjadi legislatif, eksekutif (Pilkada), dan timses mengambil cuti sehingga tidak ada konflik kepentingan. Selain itu masing-masing anggota persyarikatan memilih kandidat berdasarkan pilihan nurani dengan mencari infomasi sebaik mungkin tentang kandidat yang dipilih.
Dalam Madrasah Politik Perempuan tersebut hadir pula Titi Anggraini anggota LPPA PP 'Aisyiyah yang juga Anggota Dewan Pembina PERLUDEM. Titi memaparkan mengenai pemilih yang cerdas dan bermartabat. Menurut Titi Setiap pemilih hanya punya satu suara yang bernilai satu yang disebut juga satu orang satu suara satu nilai atau one person one vote one value (OPOVOV)). Oleh karena itu keberhasilan demokrasi sangat bergantung pada partisipasi aktif warganya. "Tetapi tanpa pengetahuan yang memadai, keputusan yang diambil dapat merugikan banyak orang. Maka, melibatkan diri dalam mendalami platform dan visi misi kandidat, serta memahami isu-isu global dan lokal, adalah upaya penting untuk membangun masyarakat yang lebih baik."
Oleh karena itu Titi mengajak agar masyarakat menjadi pemilih cerdas yang memiliki kemampuan untuk menilai integritas calon, kecocokan visi misi dengan kebutuhan masyarakat, dan dampak kebijakan yang diusung. "Pemilih cerdas dapat memastikan bahwa suaranya merupakan suara yang berkontribusi positif terhadap pembangunan masyarakat. Pendidikan politik dan partisipasi aktif dalam proses pemilihan adalah investasi bagi masa depan negara dan kesejahteraan masyarakat."
Hadir pula Suharto Alfathi, Ketua Dewan Pengurus SIGAB Indonesia (Sasana Inklusi & Gerakan Advokasi Difabel) yang memaparkan mengenai pemilihan umum yang inklusif bagi difabel. Menurutnya berbicara mengenai Pemilu inklusif terdapat tiga poin penting. Pertama, adalah bicara prosedur Pemilu yang memberikan kesempatan bagi difabel untuk bepartisipasi penuh pada Pemilu. Kedua adalah terkait substansi, bagaimana isu disabilitas menjadi isu yang diarusutamakan oleh para partai politik, kandidat, dan capres cawapres. Ketiga adalah Pemilu yang memberikan kesempatan pada difabel untuk terlibat dalam proses Pemilu bisa menjadi penyelengara Pemilu, bisa menjadi pemilih, dan menjadi pihak yang dipilih dalam proses Pemilu.
"Bagi difabel tidak semuanya bagus ceritanya. Jika bagi pemilih situasinya mungkin sudah lebih baik walaupun masih banyak PR. Kemudian bagi yang dipilih kita tidak punya pengalaman misalkan jika dibandingkan teman-teman perempuan yang sudah mempunyai kuota 30% walaupun masih belum terpenuhi dan masih terus diperjuangkan. Namun, bagi difabel masih belum punya kuota dan pada Pemilu lalu kita punya 30 kandidat difabel dan ini tidak ada satupun yang jadi," terangnya. (Suri)