Kenapa Para Rasul (hanya) diutus ke Timur Tengah?
Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
Jika Allah ingin umat manusia mengikuti Islam dan mematuhi aturannya, lalu mengapa Dia mengirim para nabi dan rasul dengan kitab suci masing-masing hanya ke wilayah Timur Tengah, mengabaikan Amerika, Australia, India, China, dan banyak kawasan lainnya?
Allah menegaskan dalam Al-Qur`an bahwa Dia mengirim para Nabi ke setiap bangsa di segala usia, tetapi yang jelas tidak ada para nabi yang dikirim ke Amerika, Australia, India, dan lain-lain. Apakah Allah sengaja mengirim para nabi dan rasul hanya kepada orang-orang Arab, Israel, Mesir untuk menjadikan masyarakat di daerah ini menjadi Muslim dan sengaja meninggalkan daerah lain tanpa nabi dan kitab suci?
Ini adalah sebuah pertanyaan menarik dan klasik. Sudah banyak para ulama dan sarjana Muslim yang berupaya menjawabnya. Pada tulisan ini, saya mencoba mengambil sejumlah tanggapan para ulama dan sarjana Muslim yang diberikan atas pertanyaan ini. Ada beberapa anggapan yang diterima secara luas di kalangan sarjana Muslim. Salah satunya bahwa Allah menginginkan semua orang untuk menjadi Muslim. Lalu pertanyaannya adalah mengapa Tuhan tidak melakukan hal-hal lebih luas agar pesan Islam sampai kepada banyak orang?
Kita bisa saja mempertanyakan anggapan itu, dan ini sebenarnya bukanlah anggapan yang benar. Anggapan ini populer di kalangan Muslim dan sering kali dikhotbahkan oleh para mubaligh atau dai. Tetapi ketika kita menelaah persoalan ini lebih dalam, kita menyadari bahwa Allah jauh lebih toleran melebihi kita semua. Tuhan mengizinkan berbagai macam pendekatan kepadanya. Orang-orang mencari Tuhan dalam banyak budaya yang berbeda, cara yang berbeda. Dan Tuhan menerima mereka dengan beragam budaya ini, mengingat latar belakang dan tingkat pemahaman mereka dan kategori wahyu macam apa yang mereka ketahui dari Tuhan.
Kita bisa membayangkan seseorang yang lahir dan tumbuh di sebuah pulau, tidak memiliki interaksi dengan orang lain, dan tidak pernah menerima pesan apa pun dari Tuhan. Dia memandang ke langit dan menyaksikan luasnya langit seraya berkata, "Pasti ada Tuhan yang menciptakan semua ini. Dan siapa Engkau ya Tuhan, Engkau pasti berada di sana, di suatu tempat. Di mana pun Engkau berada, saya ingin meraih-Mu." Pengabdian dan pencarian orang itu akan Tuhan, dengan cara yang sangat sederhana, bahkan tanpa apa yang kita sebut sebagai agama, mustahil diabaikan oleh Tuhan.
Apakah Allah akan berpaling dari orang ini? Al-Qur`an menunjukkan kepada kita bahwa Allah tidak menuntut siapa pun melebihi kapasitas atau kemampuannya, tidak hanya fisik tetapi juga mental. Bila Allah berkehendak, Dia bisa menjadikan semua orang beriman. Allah berfirman dalam QS Al Maidah ayat 48, “…..Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah diberikan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu diberitahukan-Nya kepadamu terhadap apa yang dahulu kamu perselisihkan.”
Semua orang akan ‘diadili’ sesuai dengan apa yang telah sampai kepada mereka. Katakanlah beberapa orang mendapat ajaran-ajaran bukan dari dakwah Nabi Muhammad SAW. Dalam konteks ini, pertanyaannya apakah mereka mengikuti ajaran-ajaran tersebut sebagaimana seharusnya diikuti? Apakah ajaran itu masih terpelihara dan asli? Apakah mereka sudah melakukan penelitian atas apa yang mereka percayai? Apakah mereka sudah mencari tahu pesan apa yang seharusnya diikuti? Dan seberapa tulus mereka terhadap apa pun yang mereka pahami sebagai pesan yang benar setelah meneliti?
Jadi, apa pun keyakinan yang dimiliki orang, maka sangat penting untuk menjalani keyakinan itu melalui metode yang rasional dan bukan sekadar ‘memungut’ kepercayaan apa adanya, begitu saja. Apakah mereka melakukan uji tuntas dalam menemukan cara yang benar? Dan begitu mereka menemukan cara yang benar, apakah mereka dengan tulus mengikuti jalan itu untuk keridaan Tuhan? Ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang sangat mendasar dalam agama.
Lalu, kenapa Allah mengirim para nabi dan rasul hanya ke kawasan Timur Tengah? Untuk ini kita bisa gunakan ilustrasi. Mari kita berpikir dari sudut pandang Tuhan. Katakanlah kita melihat ke bawah ke bumi. Tuhan tidak harus di atas sana melihat ke bawah, tetapi mari kita berpikir seperti ini. Katakanlah kita melihat bahwa ada kerusakan di bumi, dan kita ingin meminimalkan atau mengakhiri kerusakan tersebut sama sekali. Kita ingin memperkenalkan cahaya (petunjuk) atas kegelapan (kesesatan) di bumi.
Tetapi seberapa banyak? Itu tergantung pada sejumlah faktor dan apa yang ingin dicapai. Di sini, Tuhan mengirim seorang nabi yang akan membawa cahaya. Tuhan membawa cahaya itu ke tempat tertentu lewat nabi dengan keyakinan bahwa cahaya ini akan memberikan dampak radiasi dan transmisi ke daerah-daerah lain.
Kita juga bisa memahami ini dengan ilustrasi sebuah kolam. Katakanlah Anda memiliki sebuah kolam dan ingin mewarnai air di kolam ini biru. Anda bisa menaburkan pewarna biru secara merata di sekitar kolam, atau Anda bisa menjatuhkannya di satu tempat di kolam dengan keyakinan bahwa ia akan memiliki efek riak dan akhirnya mewarnai seluruh kolam.
Begitulah kerja Tuhan ketika mengutus nabi dan rasul. Allah melakukannya dengan mengirimkan cahaya atau pesan-Nya di satu tempat, tetapi dengan kewajiban bagi para nabi dan rasul untuk mengkhotbahkan pesan-pesan-Nya ke kawasan lain. Pada akhirnya ajaran-ajaran Tuhan tersebut akan bergerak dan berkembang ke tingkat yang lebih besar dan luas. Namun Allah melakukannya dengan penuh bijaksana. Allah pun tidak bermaksud untuk memberantas semua kejahatan. Karena jika mau, Dia bisa melakukannya dengan menjadikan dunia ini sebagai dunia malaikat.
Dalam konsep Islam, dunia malaikat adalah dunia kesempurnaan dan kepatuhan total kepada Tuhan. Sedangkan di bumi, ada manusia yang rentan terhadap kesalahan dan Tuhan mengetahui itu. Sebuah pepatah Inggris mengatakan, “to err is human, to forgive is divine” – manusia bersifat khilaf, Tuhan bersifat pemaaf. Karenanya selama hidup di dunia, akan ada kesalahan, keyakinan palsu, dan kepercayaan yang keliru dan sebagainya.
Manusia akan menghampiri Tuhan dengan cara yang tidak selalu menyenangkan bagi-Nya, tetapi Allah akan melihat pengabdian dan ketulusan hamba-Nya. Dan Allah jauh lebih toleran terhadap semua itu. Dia menerimanya. Tetapi sesekali, ketika ada kebutuhan untuk memperkenalkan lebih banyak cahaya, Tuhan akan mengirim nabi atau rasul kembali. Dalam akidah Islam, karena Nabi Muhammad SAW adalah nabi terakhir, maka Allah tidak akan mengirim nabi lagi, tapi Dia mengirim para tokoh, mujaddid, atau pendakwah yang menginspirasi guna membawa umat kembali ke jalan yang benar. Dan itu lewat kebijaksanaan-Nya. Wallâhu a`lam.