Ketimpangan Keadilan Sosial Menjadi Catatan 2024

Publish

26 December 2024

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
84
LHKP PP Muhammadiyah

LHKP PP Muhammadiyah

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Senin (23/12), Gedung Pusat Muhammadiyah Jalan Ahmad Dahlan No. 103, Yogyakarta, ramai dipadati massa. Sebuah gerobak angkringan lengkap beserta penganannya dihidangkan untuk para tamu yang jumlahnya sekitar 200-an orang.

Para tamu dari berbagai kelompok masyarakat sipil tersebut datang untuk menghadiri Refleksi Akhir Tahun Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik PPM dan Majelis Hukum dan HAM PPM. Pertemuan bersama ini mengusung tajuk “Ketimpangan Keadilan Sosial: Refleksi Politik Kekuasaan, HAM, Anti-Korupsi, dan Tata Kelola SDA”.

Acara ini diisi oleh berbagai ahli dari berbagai latar belakang, yakni M. Busyro Muqoddas (Ketua PP Muhammadiyah), Dyah Puspitarini (Sekretaris PP Aisyiyah), Bhima Yudhistira (Direktur Cellios), David Effendi dan Ridho Al Hamdi (LHKP PP Muhammadiyah), Dandhy Dwi Laksono (ID Baru), Rimawan Pradiptyo (UGM), Totok Dwi Diantoro (UGM), dan Trisno Raharjo (Ketua MHH).

Sebagai pengantar diskusi kali ini, Busyro Muqoddas menggarisbawahi tiga isu tahun ini dan pada masa selanjutnya harus tetap dikawal yaitu, problematika perguruan tinggi, kenaikan pajak, dan megaproyek PSN. Terkhususkan mengenai PSN, Ketua KPK yang dilantik tahun 2010 ini memberi perhatian besar kepada dampak korupsi dari pembangunan PSN.
Melanjutkan masalah pemberantasan korupsi, Totok Dwi Diantoro juga menyampaikan hal senada dengan Busyro Muqoddas yang memperhatikan akar masalah pelemahan KPK. Gejala pelemahan KPK semakin diperparah dengan hasil pemilihan pimpinan KPK oleh Dewan Pimpinan Rakyat (DPR) belakangan ini.

Pelemahan KPK bukan persoalan sepele. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa stagnansi kemajuan ekonomi negara bekas penjajahan disebabkan kelembagaan negara, termasuk lembaga anti-korupsi.

Secara sangat menarik, Dandhy Laksono mencatat dan membaca isu keindonesiaan dari perspektif yang jarang dipakai yaitu, mengamati Indonesia dari Papua dan mengidentifikasi masalah negeri dari perspektif ekologi. Sebagai jurnalis yang pernah meliput di daratan ujung timur Indonesia, ia seakan mencoba menetapkan standar kewargaan baru dengan bentuk keadilan warga Papua. Negeri dengan beragam kekayaan biodiversitas dan geodiversitas ini hampir tinggal menjadi dongeng. Ketidakadilan dan ekosida (istilah setara genosida yang ditujukan untuk fenomena pembunuhan ekologi) dirasakan penduduk Papua secara bertubi-tubi.

Pemusataan kekuasaan yang jauh dari Indonesia Tiimur bukan saja berdampak pada ketidakadilan terhadap warga Papua, seperti ditunjukkan Dandhy. Lebih luas, konflik pertanahan akan semakin parah dengan berujung pada krisis masyarakat. Rimawan Pradiptyo memprediksi konflik agraria kelak akan juga terjadi secara horizontal, tidak saja vertikal.

Sejumlah masalah di atas akan semakin runyam pada penghujung tahun 2024 ini karena ditambah dengan rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) tahun depan. Berdasarkan Bhima Yudhistira, peningkatan biaya hidup ini dapat menyebabkan penurunan ekonomi sebesar 80 triliun karena melemahnya daya beli masyarakat. Padahal, di sisi lain, kepatuhan pajak pada industri-indusri ekstraktif dan orang-orang kaya Indonesia masih lemah namun rakyat luas yang harus menanggung beban negara ini.

Bukan hanya beban keuangan, pembacaan Dyah Puspitarini menunjukkan kondisi lebih miris pada skala anak dan keluarga. Ia memaparkan bahwa terjadi kenaikan angka kekerasan pada perempuan dan pembuhunan di keluarga karena tekanan pinjaman online (pinjol), angka disabilitas anak juga naik 12% setiap tahun dengan titik konsentrasi pada wilayah industri, dan kekerasan pada perempuan dan anak oleh aparat kepolisian juga makin menjadi-jadi.

Di samping itu, sebuah sajian tidak terduga datang dari David Effendi, Ridho Al Hamdi, dan Trisno Raharjo yang menampilkan monolog dan pembacaan puisi reflektif mengenai segala masalah negara hari ini.

Semua rangkaian masalah skala mikro maupun makro di atas merupakan bagian dari isu kebangsaan dan semua itu tidak lepas dari salah urus tata kelola negara oleh pemerintah. Maka dari itu, pada bagian akhir, Dandhy mengajak kita untuk segera bergerak mengubah semua ini setidaknya dalam jangka 10 tahun ke depan.

"Dapat dikatakan bahwa 2024 menjadi tahun penuh gulma politik ekonomi yang berakibat pada kemelaratan dan kesengaaraan umum.", demikian pungkas David Efendi dalam komentar usai acara jagongan akhir tahun ini.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Berita

PEKANBARU, Suara Muhammadiyah - Universitas Muhammadiyah Riau (Umri) lakukan penandatangan Nota Kese....

Suara Muhammadiyah

16 October 2023

Berita

BANDUNG, Suara Muhammadiyah - Gerakan Subuh Mengaji Aisyiyah Jawa barat dilaksanakan pada Rabu, 28 A....

Suara Muhammadiyah

28 August 2024

Berita

PURWOKERTO, Suara Muhammadiyah - Guru dan siswa SMP UMP menunjukkan komitmen terhadap kebersihan dan....

Suara Muhammadiyah

27 May 2024

Berita

BANYUWANGI, Suara Muhammadiyah – Guna mendukung Program Banyuwangi Tanpa Stunting Pemerintah K....

Suara Muhammadiyah

25 April 2024

Berita

BANDUNG, Suara Muhammadiyah – Ketua MUI Kota Bandung KH Miftah Faridl mengajak umat Islam untu....

Suara Muhammadiyah

5 April 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah