BANDUNG, Suara Muhammadiyah – Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Kota Bandung Koordinator Jawa Barat Martha Fani Cahyandito menyampaikan pentingnya sinergi antara ekonomi dan ekologi dalam mengatasi tantangan perubahan iklim yang saat ini tengah menjadi perhatian.
Hal tersebut disampaikan Martha saat mengisi kuliah umum bertema ”Menghadapi Perubahan Iklim dengan Manajemen Keberlanjutan: Peran Strategis Perguruan Tinggi” dalam rangka pelantikan ISEI Komisariat UM Bandung di Auditorium KH Ahmad Dahlan, lantai tiga kampus ini, Jalan Soekarno-Hatta Nomor 752, Bandung, pada Senin (02/12/2024).
Dalam paparannya, Martha menyoroti bagaimana kompleksitas hubungan antara pemanasan global dan pendekatan ekonomi. Menurutnya, akan selalu ada pertentangan yang menarik antara para ekonom dan pegiat lingkungan, dua pandangan yang seakan-akan bertentangan.
Satu pihak berfokus pada konservasi alam sehingga tidak boleh diapa-apakan, sedangkan yang lain memprioritaskan pemanfaatan sumber daya alam untuk tujuan ekonomi. Ia menjelaskan bahwa dari hal ini melahirkan konsep ekonomi lingkungan, seperti produk ramah lingkungan, pemasaran hijau, keuangan hijau, hingga sumber daya manusia berbasis keberlanjutan.
Martha juga mengingatkan bahwa sinergi antara ekonomi dan ekologi sebenarnya bukan hal yang baru terjadi. Ia mencontohkan Emil Salim, seorang ekonom lulusan University of California, Berkeley, Amerika Serikat, yang dahulu didaulat menjadi Menteri Negara Urusan Kependudukan dan Lingkungan Hidup, sebagai bukti nyata bahwa kedua bidang tersebut dapat berjalan secara baik dan beriringan.
”Beliau itu merupakan tokoh ekonom lingkungan. Jadi, antara ekonomi dan ekologi itu sangat erat kaitannya. Kalau kita mendalaminya dengan saksama, alangkah nikmatnya. Terutama kita di Muhammadiyah, misalnya, hubungannya dengan nilai-nilai Islam, itu banyak sekali kaitannya dan sangat erat,” tegas guru besar Universitas Padjadjaran Bandung ini.
Dalam kesempatan tersebut, Martha menceritakan kisah mengenai kawasan Black Forest (kawasan hutan) di Jerman. Ia menjelaskan bagaimana kawasan tersebut, yang kaya akan mineral seperti tembaga dan perak, dahulu sangat menarik perhatian.
Pada masa itu, gereja sedang giat-giatnya membangun, termasuk rumah ibadah, katedral-katedral megah, dengan memanfaatkan sumber daya dari kawasan tersebut sehingga hutan-hutan di atasnya gundul. ”Akhirnya saat itu air, kayu, dan sumber daya di atas tanah itu habis. Hal tersebut membuat mereka akhirnya sadar bahwa sumber daya alam tidak boleh diperlakukan seperti itu,” tandasnya.
Ini juga sekaligus menunjukkan bahwa eksploitasi sumber daya harus dilakukan dengan bijak agar tidak merusak keberlanjutan lingkungan. Ia menegaskan bahwa sebetulnya alam atau lingkungan itu bisa meregenerasi dirinya sendiri asalkan yang dieksploitasi tidak melebihi ambang batas kemampuan lingkungan tersebut.
Martha juga menekankan pentingnya peran perguruan tinggi, khususnya Universitas Muhammadiyah Bandung, dalam menghasilkan inovasi manajemen keberlanjutan. ”Manajemen keberlanjutan tidak hanya tren, tetapi sudah menjadi kebutuhan masyarakat saat ini. Semua orang saat ini ke arah sana pembicaraannya. Tidak hanya level kampus, pemerintahan, presiden, bahkan di KTT PBB juga tema sustainability menjadi pembahasan, mereka membicarakan hal itu,” tandasnya.
Kuliah umum ini dihadiri oleh dosen, mahasiswa (daring dan luring), dan anggota ISEI Kota Bandung yang antusias menyimak materi yang disampaikan. Acara tersebut diharapkan menjadi momentum untuk meningkatkan kesadaran dan aksi nyata dalam mendukung keberlanjutan lingkungan.*(FA)