JAKARTA, Suara Muhammadiyah – Sebagai garda terdepan dalam dakwah komunitas, para dai Muhammadiyah, khususnya yang mengabdi di wilayah-wilayah 3T—terdepan, terluar, dan tertinggal—memegang peranan vital dalam menyebarkan nilai Islam yang mencerahkan. Demikian disampaikan Ketua Lembaga Dakwah Komunitas (LDK) Pimpinan Pusat Muhammadiyah Muchammad Arifin, Kamis (1/5).
“Mereka hadir bukan hanya untuk mengajarkan akidah, tetapi juga untuk membangun harapan dan memberdayakan masyarakat,” ucapnya.
Maka dari itu, Arifin mendorong perlunya upgrading diri sebagai bekal utama untuk bertahan dan berkembang di tengah keterbatasan, sekaligus menjaga semangat dakwah agar tetap hidup dan menyala.
“Upgrading diri bagi seorang dai bukanlah aktivitas sampingan, melainkan bagian dari amanah dakwah itu sendiri. Tanpa proses belajar yang terus-menerus, dai akan terjebak dalam pengulangan-pengulangan materi lama yang mungkin tidak lagi menjawab problematika kekinian,” jelasnya.
Ditambahkan lagi oleh Arifin, seluruh para Muhammadiyah di mana pun berada, mesti memperluas kapasitas diri. Menurutnya dai bukan hanya penyampai, tapi juga pelayan umat dan pembela nilai-nilai kemanusiaan.
“Karena itu, dai harus tangguh secara spiritual, cerdas dalam berpikir, dan peka terhadap perubahan zaman. Jangan puas hanya dengan ilmu kemarin. Upgrading itu ruh dari dakwah yang hidup,” tegasnya.
Arifin menyebut, seorang dai hari ini di tengah derasnya arus globalisasi, revolusi digital, serta pergeseran nilai sosial yang cepat, harus menjadi figur yang adaptif, cerdas, dan berwawasan luas agar mampu mengaktualisasikan nilai-nilai Islam secara relevan di tengah masyarakat yang majemuk dan terus berkembang.
“Dai yang terus mengembangkan diri akan lebih mampu membumikan Islam sebagai agama yang membebaskan, memajukan, dan mencerahkan. Mereka tidak hanya menjadi pengkhotbah, tetapi juga pemimpin komunitas, fasilitator pemberdayaan, dan jembatan perubahan sosial,” ulasnya.
Secara khusus, Arifin juga memberikan apresiasi dan seruan penuh semangat kepada para dai yang saat ini sedang bertugas di daerah-daerah pelosok. Ia sangat bangga dengan dedikasi sekaligus pengkhidmatannya kepada umat melalui penyemaian nilai-nilai ajaran agama Islam, sehingga dapat dipraktikkan dalam kehidupan nyata.
“Kepada para dai Muhammadiyah yang mengabdi di wilayah-wilayah terpencil, terluar, dan tertinggal, kami sampaikan rasa hormat dan terima kasih. Tetaplah hikmat, sabar, dan istiqamah. Sesungguhnya dakwah di medan yang sunyi dan jauh dari keramaian itulah yang seringkali paling bermakna. Kalian adalah pilar peradaban yang sedang dibangun dari pinggiran,” ujarnya.
Seruan tersebut menjadi pengingat kuat bahwa keilmuan, pengalaman, serta keterampilan sosial seorang dai harus terus diasah. Sehingga seluruh dai mampu memahami perkembangan teknologi dakwah digital, hingga turun langsung ke tengah masyarakat untuk menyerap dinamika kehidupan nyata.
“Di sinilah ruh dakwah Muhammadiyah menemukan relevansinya: menebar nilai Islam berkemajuan dengan dai-dai yang unggul secara keilmuan, tangguh dalam akhlak, dan terus tumbuh bersama umat—bahkan dari pelosok negeri yang paling sunyi sekalipun,” tandasnya. (Cris)