Memaknai Idul Fitri Dibalik Baju Baru dan Ketupat

Publish

10 April 2024

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
407
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Memaknai Idul Fitri Dibalik Baju Baru dan Ketupat

Oleh: Asyraf Al Faruqi Tuhulele, Forum Mahasiswa Magister (FORMMA) UGM-UNY

Perayaan hari raya idul fitri ditandai dengan selesainya puasa selama bulan suci Ramadhan, idul fitri dimaknai sebagai kembali dalam keadaan suci, bagi mereka yang menjalankan ibadah Ramadhan dengan baik dan benar, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda: Barangsiapa yang puasa di bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan penuh perhitungan (mengharapkan pahala), maka Allah akan ampuni dosanya yang telah lalu” (H.R Bukhari, No. 2014).

Maka, hari raya idul fitri dapat dimaknai juga sebagai kemenangan bagi orang-orang beriman dan penuh perhitungan dalam menjalankan ibadah puasa di bulan suci Ramadhan. Kemenangan itu ditandai dengan kumandang takbir yang terus di lantukan dalam tiga hari pertama pada bulan Syawwal “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, La Illaha Illaha Huwallahu Akbar, Allahu Akbar wa Lillahilham…”.

Pekikan takbir yang memberikan ketenangan dan tanda kemenangan betapa Allah SWT yang maha besar memberikan ampunan sebesar-besarnya dan seluas-luasnya kepada hambanya yang telah selesai menjalankan ibadah puasa di bulan suci Ramadhan, tidak peduli siapa dia, apa yang telah dilakukan, sebesar dan sebanyak apa dosanya Allah SWT bersifat maha pengasih lagi maha penyayang, Ar-Rahman Ar-Rahiim.

Membeli baju baru merupakan suatu tradisi yang telah mandarah daging di Indonesia, bukan menjadi suatu kewajiban, namun masyarakat Islam Indonesia pada umumnya menyukai simbol-simbol dalam beragama. Tentu jika merujuk pada pemaknaan idul fitri, maka baju baru merupakan simbol kebaharuan, kesucian, dan kecantikan yang terpancar pada setiap muslim di Indonesia. Maka hakikat di balik baju baru itu sebenarnya lebih penting daripada baju itu sendiri yang menjadi simbol kebudayaan.

Baju baru dalam perayaan lebaran juga bukan untuk menjadi ajang gengsi bagus-bagusan, sehingga memaksakan membeli baju sesuai dengan tren yang sedang berlangsung di tengah ketidakmampuan, padahal dalam berpuasa kita diajarkan untuk menahan dari segala hawa nafsu dan perbuatan-perbuatan yang tidak terpuji seperti sombong dan menggunjing.

Bahkan secara tidak sadar baju baru juga menunjukkan strata sosial yang ada di masyarakat karena berlomba-lomba memakai merk tertentu untuk mendapat pengakuan dari kolega, teman, dan masyarakat. Padahal dalam berpuasa kita juga telah diberikan pembelajaran kesetaraan dalam konteks menahan lapar dan haus, menjadikan kita sadar bahwa penting untuk memperhatikan keadaan sekitar, saat kita telah dicukupkan, maka tumbuh perasaan empati dan simpati untuk membantu yang lain karena kita telah diberikan rasa yang sama ketika melakukan ibadah puasa.

Perayaan lebaran di Indonesia juga tidak lepas dengan tradisi masyarakat yang senang memakan ketupat, bukan hanya sekedar makanan biasa namun memiliki sejarah dan makna yang sangat dalam. Ketupat merupakan sebuah singkatan dari bahasa Jawa ngaku lepat yang memiliki makna mengaku salah, dibuat dari anyaman janur kuning yang diisi beras lalu dimasak.

Konon tradisi memakan ketupat ini telah dikenalkan lama oleh salah seorang wali songo, yaitu Sunan Kalijaga. Namun, sesungguhnya ketupat telah dikenal oleh masyarakat Jawa dan Bali sebelum datangnya Islam yang melakukan tradisi menggantung ketupat di depan pintu sebagai sebuah jimat. Ketupat mensimbolisasi rasa Syukur kepada Dewi Sri yang dikenal sebagai Dewi pertanian dan kesuburan dalam mitologi agama Hindu. Setelah datangnya Islam melalui Sunan Kalijaga, tradisi itu diubah menjadi rasa syukur kepada Allah SWT.

Nasi pada ketupat diibaratkan sebagai nafsu manusia, yang kemudiaan dililit oleh anyaman janur kuning sebagai pengikat nafsu manusia di dunia. Kemudian bentuk segi empat pada ketupat dimaknai sebagai sebuah kemenangan umat Islam yang telah menjalani ibadah puasa Ramadhan, serta butiran beras dimaknai sebagai simbol kemakmuran dan kebersamaan.

Janur sebagai penutup ketupat yang dianyam juga memiliki makna tersembunyi, diambil dari bahasa Arab berarti Jaa an-Nur yang artinya datang cahaya, orang Jawa menyebutnya sejatine nur. Dalam arti yang lebih luas adalah ketika umat Islam mendapatkan cahaya Illahi menjadi suci setelah lelahnya berpuasa selama bulan Ramadhan dan anyaman pada janur itu mengartikan eratnya hubungan antar manusia untuk saling bersilahturahmi tanpa membedakan kelas sosial masyarakat.

Selain itu juga empat sudut pada ketupat dimaknai oleh masyarakat Jawa sebagai kiblat papat limo pancer. Papat diartikan sebagai simbol arah mata angin, yaitu timur, barat, Selatan, dan utara. Artinya, kemanapun seorang manusia itu pergi, ia tak akan lupa pancer (arah) kiblat untuk tetap menunaikan kewajiban sebagai seorang muslim, yaitu sholat.

Opor ayam yang dibumbui warna kuning menemani santap ketupat melambangkan emas dan keberuntungan dalam tradisi masyarakat China. Santan di dalamnya dari bahasa jawa, yaitu santen yang berarti nyuwun ngapunten atau saya memohon maaf.

Maka, sebagai seorang muslim yang berfikir kita dapat memaknai hari raya Idul Fitri atau lebaran kali ini lebih dari sekedar simbol atau budaya memakai baju baru dan merayakan lebaran dengan makan ketupat, lebih daripada itu kita dapat memaknainya secara progresif dan komperhensif apa makna dan filosofi dibalik sebuah tradisi yang selama ini kita jalankan setiap tahunnya.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Pola Pendidikan Orang Tua dalam Membimbing Anak-anak Menuju Masa Depan yang Gemilang Menurut Konsep ....

Suara Muhammadiyah

10 January 2024

Wawasan

Oleh: Baskoro Tri Caroko Allah SWT menciptakan Alam semesta ini lengkap dengan fasilitas hidup temp....

Suara Muhammadiyah

20 November 2023

Wawasan

Oleh: Mu’arif Jika pada masa pembentukan Muhammadiyah belum terakomodir unsur pembantu pimpin....

Suara Muhammadiyah

23 January 2024

Wawasan

Sikap Anak Muda terhadap Politik Oleh Sobirin Malian, Dosen FH UAD Yogyakarta “Berikan aku 1....

Suara Muhammadiyah

28 October 2024

Wawasan

Fajar Pencerahan dari Kampung Kauman Oleh: Rumini Zulfikar,Penasehat PRM Troketon, Klaten "Di kala....

Suara Muhammadiyah

15 June 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah