Membangun Pribadi Tenang di Era Bising
Oleh: Saiev Dzaky El Kemal, Wakil Direktur MBS Wanasari
Saat ini kita hidup di zaman yang apa-apa serba dikomentari. Respon dan tanggapan orang lain diberikan dengan amat sangat cepat. Siapa saja bisa berbicara tanpa bersuara, bisa teriak tanpa membuka mulut, bisa menyebarkan aib tanpa menyebut nama. Hal itu menjadikan kita lebih cepat marah, tersinggung serta menjadi super sensitif meski untuk hal-hal kecil sekalipun. Hari ini Semua hal dikomentari, mulai dari urusan pribadi, drama rumah tangga orang lain, nasib karir orang lain hingga urusan-urusan besar seperti isu politik, agama dan negara pun semua bisa bersuara. Kebebasan berpendapat baiknya juga disikapi dengan bijak dan ihsan. Islam hadir bukan hanya menjadi pedoman ibadah saja, namun sudah seharusnya menjadi jawaban dari segala kekeruhan kondisi saat ini.
Fenomena sosial telah menunjukkan bahwa manusia hari ini cenderung lebih cepat tersinggung, baper, meledak-ledak karena menyaksikan kebisingan informasi yang begitu cepat. Hilangnya kontrol diri dan rasa malu barangkali menjadi sebab utama dari semua komentar negatif yang dilontarkan. Komentar-komentar negatif seperti mencemarkan nama baik, membuka aib seseorang, mencoreng kehormatan orang lain menjadi sebuah karakter tersendiri di dunia hari ini.
Tata cara berbicara tentang sopan santun, lemah lembut, tidak mengumpat sepertinya didefinisikan secara sempit oleh kebanyakan orang. Padahal sabda nabi ﷺ tentang menjaga lisan hari ini menjadi luas maknanya yaitu juga untuk menjaga semua instrumen penyampai pesan dalam bentuk bahasa apapun, baik bahasa lisan, tulisan, non-verbal, ikon, emoji dan yang lainnya. Hal itu adalah bentuk-bentuk pembicaraan (penyampai pesan) yang perlu kehati-hatian dan aturan dalam menyampaikannya.
Konteks kebisingan hari ini sudah berbeda dengan zaman dahulu. Hari ini, bisa saja tidak ada suara sama sekali di sekeliling kita namun isi kepala ini penuh sesak dengan laju pesan dan informasi apapun yang tidak bisa halau. Zaman tidak pernah salah, karena Allah lah yang mengizinkannya terus bergulir, teknologi pun bersifat netral, hanya sikap manusia saja yang perlu sedikit diluruskan dalam menyikapinya. Sumber informasi yang mengalir deras di genggaman tangan juga tidak menjadi alasan untuk manusia berucap semaunya. Ada beberapa petunjuk dalam Islam mengenai hal ini, agar kita bisa mampu membangun karakter diri yang lebih tenang, mampu mengelola stres dan ego, memiliki hati yang lebih lapang meski hidup dalam kebisingan. Inilah yang dikenal dengan istilah taskiyatun nafs (pensucian jiwa).
Memilih Kata-Kata Terbaik, Jika Tidak Bisa Maka Diamlah
Nabi ﷺ bersabda :
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
Artinya :
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaknya ia berkata baik atau diam”
Menjaga lisan memang tidaklah mudah, akan tetapi perlu untuk terus dilatih dan diusahakan. Hadits ini setidaknya menjadi pilihan yang tepat ketika kita hendak berkomentar, pemilihan cara penyampaian, kosa kata yang digunakan, ikon dan emoji yang dibubuhkan benar harus yang terbaik. Jika ada dua pilihan mufradat yang menggambarkan satu keadaan, maka pilihlah bahasa terbaik di antara keduanya. Selama konteksnya adalah sebuah pilihan untuk berbicara, maka diam bisa menjadi sebuah solusi, namun apabila mengharuskan untuk berbicara maka pilihlah bahasa dan cara yang terbaik. Hari ini sepertinya yang paling dibutuhkan bukan hanya seni belajar berbicara tapi juga seni belajar diam dan mendengarkan.
Sibuk Pada Aib Sendiri, Bukan Aib Orang Lain
Seseorang yang senantiasa mengintrospeksi dirinya sendiri pastilah tidak punya waktu untuk sibuk pada kesalahan orang lain. Pada dasarnya mengetahui aib orang lain itu adalah beban dan amanah yang amat sangat berat, jika bisa memilih maka pilihlah untuk tidak tahu aib orang lain. Hal itu berakibat mengubah segalanya, POV kita tentang dia, sikap terhadapnya, cara kita berinteraksi semuanya akan berubah. Seperti aurat yang seharusnya tidak terlihat sudah sepantasnya untuk dijaga agar tidak terlihat. Ketika kita tidak banyak tahu tentang aib saudara kita maka itu akan lebih mudah untuk menjadikan kita saling bersaudara, Nabi ﷺ bersabda :
إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ وَلَا تَحَسَّسُوا وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا تَنَافَسُوا وَلَا تَحَاسَدُوا وَلَا تَبَاغَضُوا وَلَا تَدَابَرُوا وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا
Artinya :
“Jauhilah berprasangka buruk, karena prasangka buruk adalah ucapan yang paling dusta. Janganlah mencari-cari isu; janganlah mencari-cari kesalahan; janganlah saling bersaing; janganlah saling mendengki; janganlah saling memarahi; dan janganlah saling membelakangi (memusuhi)! Tetapi, jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara”
Benteng Anti Anxiety dan Overthinking
Kebisingan dalam pikiran kita seringkali terjadi karena kelemahan jiwa dan menjadikan kita over thinking terhadap segala sesuatu. Mengendalikan emosi bukanlah perkara yang mudah, terlebih jika saat jiwa sedang lemah dan datang bisikan-bisikan setan yang menambah parah keadaan. Kondisi yang awalnya tenang bisa menjadi kacau ketika jiwa kita lemah, sehingga Rasulullah ﷺ mengajarkan sebuah doa yang sudah mencakup di dalamnya permohonan agar dikuatkan jiwanya dan tidak menjadi pribadi yang over thinking. Nabi senantiasa membaca doa ini :
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَالْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالْبُخْلِ وَالْجُبْنِ وَغَلَبَةِ الرِّجَالِ
Artinya :
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kegelisahan, kesedihan, kelemahan, kemalasan, kebakhilan, sifat pengecut dan penindasan para penguasa”
Self-Improvement: Fokus pada yang Bisa Dikendalikan
Di dunia ini ada banyak sekali hal yang tidak bisa kita kendalikan tapi kita memilih untuk terlibat jauh didalamnya. Bukan urusan kita dan bahkan tidak ada manfaatnya secara langsung ataupun tidak langsung tapi kita habiskan banyak waktu untuk hal tersebut. Mungkin ini yang menjadikan kebisingan di pikiran kita semakin menjadi-jadi, padahal Nabi ﷺ telah mengajarkan untuk fokus pada hal-hal yang bermanfaat, seperti dalam sabdanya :
احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلَا تَعْجَزْ
Artinya :
“Antusiaslah terhadap segala sesuatu yang bermanfaat bagimu, mintalah pertolongan kepada Allah dan jangan lemah”
Fokuslah dan seriuslah terhadap suatu urusan jika itu benar-benar bermanfaat bagimu namun jika tidak maka cukuplah untuk tidak banyak terlibat didalamnya. Tidak perlu mencari tahu hal-hal yang tidak harus kita ketahui, barangkali itu hanya akan menjadi aib dan beban di mata kita terhadap orang lain. Terakhir dan yang terpenting adalah jangan lupakan Allah ﷻ, terus memohon pertolongan dan perlindungan Nya agar memiliki jiwa yang bersih dan kuat.


