Mengenal Surah-Surah Makkiyah dan Madaniyah
Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
Bagaimana membedakan antara surah-surah Makkiyah dan Madaniyah? Apa yang kita maksud dengan ini? Nabi Muhammad SAW lahir di Makkah dan tinggal di sana selama 13 tahun untuk menyerukan agama Islam. Karena beliau dan para pengikutnya dianiaya, mereka berhijrah ke Madinah. Di sana Rasula SAW mendirikan negara baru dan membangun masyarakat Muslim.
Wahyu tetap turun dari Allah kepada Nabi Muhammad yang kemudian beliau sampaikan kepada masyarakat tersebut. Wahyu ini berisi peraturan baru tentang shalat dan puasa. Shalat sudah ada sebelumnya, tetapi wahyu baru memberikan rincian lebih lanjut tentang shalat. Misalnya, shalat pada saat ketakutan, ketika musuh menyerang Anda, bagaimana Anda shalat dalam situasi seperti itu agar Anda tetap aman. Pada saat yang sama, Anda memodifikasi shalat tersebut, sehingga Anda dapat melakukannya dengan cepat dan tetap aman. Beberapa orang shalat sementara yang lainnya berjaga. Ini disebut shalat al-khawf.
Hal ini tidak ada di Makkah, tetapi ada di Madinah karena keadaan baru menuntut peraturan semacam ini. Jadi, penting bagi kita untuk mengetahui perbedaan antara kedua situasi tersebut dan surah-surah yang diturunkan terkait dengan situasi yang berbeda. Perlu dijelaskan bahwa terkadang sebuah surah dikatakan sebagai surah Makkiyah. Ini berarti surah tersebut diturunkan dalam situasi Makkah. Pada saat yang sama, sejumlah surah berisi beberapa ayat yang diturunkan jauh kemudian di Madinah. Jadi, terkadang kita harus berhati-hati tentang itu. Demikian juga sebaliknya.
Kerumitan lebih lanjut adalah bahwa Nabi Muhammad SAW berhijrah dan menetap di Madinah, di mana beliau tinggal selama 10 tahun terakhir hidupnya sampai wafatnya. Meskipun bermukim di Madinah selama 10 tahun terakhir hidupnya, beliau terkadang melakukan perjalanan kembali ke Makkah, misalnya untuk melakukan umrah meskipun beliau dicegah. Kemudian beliau datang lagi pada tahun kedelapan Hijriah saat menaklukkan kota itu dan mengembalikan fungsi Ka’bah hanya untuk Allah SWT.
Saat kembali ke Makkah dan dalam kesempatan ini, beliau terus menerima wahyu. Karenanya, ada beberapa ayat yang diturunkan dalam keadaan itu. Maka dalam hal kerangka waktu, ayat-ayat yang turun berada pada fase Madinah, tetapi dalam hal lokasi fisik, ayat-ayat itu diwahyukan di kota Makkah. Lalu, apakah kita mengkategorikan ayat-ayat ini sebagai Makkiyah atau Madaniyah? Pengategorian dan pelabelan spesifik tidak terlalu penting. Yang lebih penting adalah bahwa ada perkembangan bertahap dari waktu ke waktu.
Ketika kaum Muslim masih baru di Makkah dan mereka belum menjadi negara, aturan yang berbeda berlaku untuk mereka. Isu moral, seperti keadilan dan sikap bijaksana, tetap sama. Ini adalah prinsip-prinsip agama yang luas dan tidak berubah apakah Anda berada di Makkah atau di Madinah, apakah Muslim memiliki kekuasaan di suatu wilayah atau tidak.
Yang berubah adalah tentang bagaimana prinsip-prinsip luas ini dapat diwujudkan di lapangan. Ketika umat Islam tidak memiliki kekuasaan di fase Makkah, mereka menjadi sasaran penganiayaan dan mereka harus menanggung penganiayaan ini, bahkan terkadang dengan bsenyuman. Ketika hijrah ke Madinah, kaum Muslimin di sana mendidirikan negara. Pada akhirnya mereka mendapat izin dari Allah untuk bangkit dan mempertahankan diri dalam konfrontasi militer melawan musuh-musuh yang menyerang, mencoba menghancurkan mereka serta melenyapkan agama mereka.
Berbagai situasi yang berbeda membutuhkan peraturan yang berbeda dan penting bagi kita untuk melihat perkembangan bertahap ini. Oleh karena itu, kita perlu mengetahui perbedaan antara surah-surah Makkiyah dan Madaniyah secara sekilas. Ini akan membantu kita untuk memahami konteks dan mengetahui apa yang sedang terjadi dan mengapa beberapa ayat berbicara dengan satu cara dan kemudian ayat lain berbicara dengan cara berbeda tentang masalah terkait.
Ini seringkali terkait dengan situasi di lapangan. Sementara prinsip-prinsip umum tetap sama secara keseluruhan, cara penerapan prinsip-prinsip tersebut mungkin berubah dan kita perlu melihat dan mengenali perubahan ini. Ini adalah kunci untuk memahami dan membuka makna Al-Qur`an. Maka bagaimana caranya membedakan keseluruhan surah dan ayat tertentu secara sekilas, apakah itu Makkiyah atau Madaniyah, apakah itu pada fase awal atau fase akhir?
Berikut adalah beberapa panduan kasar. Pada periode awal, bacaannya lebih puitis, pendek, bersajak, dan kita bisa menemukan ritmenya. Anda bisa mengambil beberapa contoh ayat, misalnya surah Al-Ikhlas. Surah ini pendek yang terdiri dari empat ayat dan ayat-ayatnya yang juga pendek dan bersajak. Anda mendengar bunyi ‘d’ di akhir setiap ayat—ahad, ash-shamad, yalid, yulad dan ahad. Anda mendengar rima ini terus-menerus yang diakhiri dengan bunyi ‘d’ dan dengan bacaan yang sangat pendek. Itu adalah ciri khas surah Makkiyah.
Tentu saja tidak selalu seperti ini, seperti yang berlaku pada surah Al-Nashr, yang hanya terdiri dari tiga ayat dan ayat-ayatnya juga bersajak. Surah ini terdengar seperti surah Makkiyah, padahal tafsir menunjukkan bahwa ini adalah surah Madaniyah. Secara umum, kita dapat dengan cepat mengenali surah Makkiyah dari pendeknya, sajaknya, tetapi juga tema yang dibahas. Kita akan lebih mudah memahami hal itu ketika kita membahas surah Madaniyah karena kita akan menemukan tema-tema khusus di sana.
Surah Madaniyah membahas secara rinci tentang pelbagai peraturan seperti puasa, rincian tentang pelaksanaan haji, tata cara melakukan jihad, pembelaan ketika musuh menyerang Anda, dan sebagainya. Jadi semua ini adalah ciri khas surah Madaniyah karena berbicara tentang situasi yang tidak ada ketika Muslim berada di fase Makkah sebelum hijrah Nabi.
Selain itu, kita akan menemukan bahwa surah Madaniyah kurang puitis. Bacaannya lebih panjang, lebih prosais. Biasanya masih bersajak di akhir, tetapi sajaknya tidak sejelas di surah Makkiyah. Kita juga melihat perbedaan kosakata di mana surah Makkiyah memiliki kata-kata yang terkadang membuat bingung para ahli tafsir. Dalam surah Madaniyah, karena bahasanya lebih prosais, hal-hal dijelaskan lebih baik karena orang perlu mengetahui detail peraturan. Yang namanya peraturan harus jelas dan tegas.
Kata-kata yang ‘kurang kabur’ digunakan dalam fase Madinah. Boleh jadi mereka yang baru belajar bahasa Arab akan menemukan banyak kata-kata yang familiar di surah Madaniyah dan tentu saja ayat-ayatnya cenderung lebih panjang. Surah-surah itu sendiri cenderung jauh lebih panjang.
Mari kita lihat sekilas Al-Qur`an dan apakah kita dapat dengan cepat mengidentifikasi surah-surah Makkiyah dan Madaniyah. Sebagian besar surah dalam Al-Qur`an adalah surah Makkiyah sehingga kita bisa mengidentifikasi surah-surah Madaniyah sisanya. Surah Madinah meliputi 20 surah, yakni Al-Baqarah, Ali Imran, An-Nisaa, Al-Maidah, Al-Anfal, AT-Taubah, An-Nur, Al-Azab, Muhammad Al-Fath, Al-Hujurat, Al-Hadid, Al-Mujadilah, Al-Hasyr, Al-Mumtahanah, Al-Jumu'ah, Al-Munafiqun, Ath-Talaq, At-Tahrim dan An-Nashr.
Salah satu ciri surah-surah Madaniyah berbicara kepada orang Mukmin, berbicara kepada Ahlul Kitab atau kepada masyarakat Yahudi yang ada di dan sekitar Madinah. Pengecualian berlaku untuk surah ke-22 yang diidentifikasi sebagai surah Madaniah, yang dimulai dengan pernyataan Yaa ayyuhannass (Wahai manusia). Ini biasanya merupakan sapaan yang ditemukan dalam surah Makkiyah.
Kita bisa melihat bahwa ternyata aturannya tidak kaku dan mutlak. Tetapi dengan mengetahui beberapa karakteristik ini maka kita akan menjadi semakin familiar dengannya saat kita membaca. Kita bahkan dapat mengidentifikasi ayat-ayat tersebut, bahwa ada ayat-ayat Madaniyah dalam kumpulan besar ayat-ayat Makkiyah.
Hal yang sebaliknya juga berlaku, bahwa kita dapat mengidentifikasi bagian tertentu dalam surah Makkiyah yang merupakan kelompok surah Madaniyah. Kunci untuk menyibak makna Al-Qur`an adalah mengetahui perbedaan antara surah Makkiyah dan Madaniyah, mampu mengidentifikasi bagian mana dari Al-Qur`an yang sedang kita baca saat itu bagian Makkiyah atau Madaniyah.